- Warga di sekitar tambang batubara PT Singlurus Pratama (SGP) di Kelurahan Argosari, Kecamatan Samboja Barat, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim), mengalami nasib menyedihkan. Betapa tidak, gara-gara aktivitas tambang perusahaan itu, lahan pertanian mereka kini tak lagi bisa ditanami. Tidak hanya itu, beberapa di antara mereka juga harus meninggalkan rumahnya karena longsor.
- Kutai Kartanegara, menjadi salah satu dari beberapa kabupaten/kota yang menyimpan potensi batubara di Kalimantan Timur. Luas perizinan tambang batubara di wilayah ini 762.245 hektar atau 27,96% dari luas wilayah.
- Windy Pranata, Kepala Divisi Advokasi dan Database Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim bilang, pada 2016, warga pernah melaporkan SGP karena merampas lahan masyarakat di Samboja dan menambang tanpa persetujuan dari pemilik. Pada 2019, catatan buruk bertambah ketika Jatam Kaltim mendapati adanya korban meninggal di lubang tambang milik SGP
- Myrna Safitri, Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN, menyatakan, SGP bertanggung jawab sepenuhnya terhadap aktivitas perusahaan yang memicu longsor. Selain itu, perusahaan juga harus memperbaiki infrastruktur jalan warga yang rusak akibat aktivitas mereka.
Siang itu, mentari sedang terik. Wijianto sedang berada di rumah panggungnya, di Kelurahan Argosari, Kecamatan Samboja Barat, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim) ketika tiba-tiba terjadi guncangan.
“Masak rumah ini mau hancur?” kata pria paruh baya itu mengisahkan peristiwa nahas 9 Oktober lalu.
Sekitar pukul 12 siang, jalanan terputus dengan jembatan. Sejam kemudian, tanah yang berjarak sekitar 20 meter dari kediaman Wijianto retak.
Pergerakan terus terjadi. Beberapa jam berikutnya, tanah ambles membentuk tebing sepanjang lebih dari 100 meter.
Kekhawatiran warga Argosari itu pun terjadi. Kuat dugaan, aktivitas terbaru penggalian batubara perusahaan tambang, PT Singlurus Pratama (SGP), berjarak tak sampai 10 meter dari kediaman Wijianto jadi penyebab. Apalagi, jalan penghubung antar Rukun Tetangga (RT) longsor, sepekan sebelumnya.
Menurut Wijianto, tanah ambles saat perusahaan tengah menimbun jalan yang pernah longsor, dan mencoba mengalirkan genangan air ke tepi.
Menjelang petang, area yang ambles bertambah, bahkan hanya berjarak dua meter dari rumah Wijianto. Mendadak terdengar ledakan: “Bleng…jatuh semua,” dia cerita detik-detik kejadian longsor yang menegangkan itu.
Kini, rumah panggung Wijianto tak bisa dihuni kembali. Kondisinya miring, tepat di bibir tanah yang terbelah. Wijianto sekarang berada di tempat pengungsian, tak sanggup melihat dokumentasi kondisi rumahnya terkini.
“Ngelihat itu, bagaimana rasa hati saya ini.”

Petani merugi
Setahun sebelum SGP menambang batubara di Samboja, Wijianto sudah lebih dulu mengelola lahan di Kelurahan Argosari, Kecamatan Samboja Barat. Dia merantau dari Jawa Timur dan mencoba peruntungan dengan bertani di kawasan itu. Dia menanam tomat dan cabai.
Hasilnya lumayan. Dia bisa mendirikan rumah panggung, menyekolahkan anak hingga SMA.
“Mulai anak SD sampai SMA. Alhamdulillah bisa terpenuhi. Bisa beli tanah sedikit-sedikit,” katanya.
Kini, rumah panggung yang dia tempati selama 17 tahun itu nyaris roboh.
Wijianto berharap perusahaan memberi ganti rugi lahan pertanian yang tergerus erosi dan rumahnya yang ‘nyaris roboh’.
Korban longsor lain, sebut saja Andi, kebun tak jauh dari lahan pertanian Wijianto. Kebun warisan ayah Andi seluas 4.000-an meter persegi sudah menghasilkan sejak tiga dekade lalu, kini tak bisa panen apa-apa.
“Sempat kebanjiran terus-terusan pas musim hujan.”
Tergenang selama berbulan-bulan, sekitar 100 pohon jeruk yang mengisi separuh lahan pun mati. Beberapa tanaman lain seperti pare dan cabai, bernasib sama. Padahal, dari hasil berkebun, Andi bisa mengantongi rata-rata Rp10.000.000 per bulan, bahkan bisa lebih. “Sekarang nol.”
Andi menduga genangan air karena aliran sungai tertutup dampak aktivitas tambang SGP. Dia sempat protes soal sungai mampet ke perusahaan, namun tak pernah ada respon.
Tiga bulan lalu, perusahaan sempat menawar membeli kebunnya Rp300 juta tetapi tak ada kelanjutan sampai lahan lenyap kena longsor.
Dia khawatir, lahan pertanian yang kian menyempit, lama-kelamaan akan habis.
Belum lagi, gangguan saban hari Andi dan warga Argosari rasakan. Suara bising aktivitas penambangan selama 24 jam, debu dan jalanan rusak oleh kendaraan angkutan batubara.
Selain itu, sumber air baku warga juga tercemar lumpur dan terancam hilang. Air yang berasal dari waduk kini menjadi kuning karena perusahaan menggali di bagian hulu.
SGP sempat memberi kompensasi berupa sembako berisi beras, mie instan, dan minyak goreng sejak tiga bulan beroperasi di dekat kebunnya. “Cuma, kan nggak seimbang dibanding dampaknya.”
Andi hanya bisa pasrah. Harapannya , perusahaan memberi ganti rugi agar bisa mencari lahan pertanian baru.
“Mungkin ke depannya begitu karena sudah dikepung tambang.”

Transisi energi hanya janji
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), provinsi ini menyimpan 38% cadangan batubara nasional yang mencapai 11,59 miliar ton. Pada 2024, Kaltim menjadi produsen terbesar yaitu 368 juta ton.
Kutai Kartanegara, menjadi salah satu dari beberapa kabupaten/kota yang menyimpan potensi batubara di Kaltim. Luas perizinan tambang batubara di wilayah ini 762.245 hektar atau 27,96% dari luas wilayah.
Salah satu sentra batubara di Kukar adalah punya SGP di Samboja seluas 21.699 hektar. Sebanyak 65% modal SGP milik perusahaan induk asal Thailand, yakni, Lanna Resources Public Co., Ltd. Perusahaan ini memiliki izin konsesi hingga 30 tahun, selama 2009-2039.
Jejak kerusakan yang perusahaan timbulkan sudah tampak sejak hampir satu dekade lalu. Windy Pranata, Kepala Divisi Advokasi dan Database Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim bilang, pada 2016, warga pernah melaporkan SGP karena merampas lahan masyarakat di Samboja dan menambang tanpa persetujuan dari pemilik.
“Sampai mengadu ke DPRD Kutai Kartanegara,” kata Windy.
Dia sempat meminta penyidik pegawai negeri sipil untuk memeriksa kejadian ini. Sayangnya, itu tidak dilakukan dengan progresif.
Pada 2019, catatan buruk bertambah ketika Jatam Kaltim mendapati ada korban meninggal di lubang tambang SGP.
“Ada salah satu warga yang meninggal di Desa Beringin Agung di Kecamatan Samboja, menjelang Natal. Sedang memancing, kemudian berenang di lubang tambang perusahaan sampai meninggal.”
Padahal, Keputusan Dirjen Minerba KESDM Nomor 185.K/37.04/DJB/2019, mengatur tentang pemasangan pagar pengaman bila lokasi lubang tambang berada dekat permukiman.
Selain itu, perusahaan juga wajib mensosialisasikan dan mengedukasi warga secara intensif tentang larangan dan bahaya memasuki wilayah lubang bekas tambang.
Nyatanya, kata Windy, hal itu tidak perusahaan lakukan. Masyarakat mudah masuk areal berbahaya dan berisiko tinggi seperti lubang bekas tambang yang belum ada reklamasi. Warga bahkan berenang di lokasi.
Pelanggaran lain, lokasi tambang berjarak kurang dari 500 meter dari permukiman, bahkan berada di tengah permukiman hingga menyebabkan beberapa titik longsor. “Warga sampai protes berkali-kali.”
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4/2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara, jarak tepi galian paling sedikit yakni 500 meter dari batas izin.
“Persoalan longsor ini kan tidak bisa serta merta disederhanakan dengan warga minta ganti rugi. Ada aspek yang perusahaan abaikan. Terutama, soal Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4/2012 itu,” kata Windy.
Tak hanya rumah warga yang rusak, katanya, tetapi keselamatan juga terancam. “Bayangkan kalau mereka lagi tidur, terus tiba-tiba longsor.”
Pada September 2021, Kecamatan Samboja diterjang banjir. Dari catatan Jatam, bencana hidrometeorologi itu kuat dugaan dampak kepungan aktivitas pertambangan di sekitarnya. Pertengahan tahun lalu, banjir dan tanah longsor kembali terjadi di Samboja.
Dari rentetan kerusakan dan bencana yang terjadi aktivitas pertambangan di Samboja dan secara umum di Kaltim itu, kata Windy, transisi energi hanyalah wacana pemerintah. Faktanya, masyarakat kian tersingkir, ruang hidup makin sempit dan ancaman keselamatan kian nyata.
“Bohong besar transisi energi,” katanya dengan nada kesal.

Tanah tak stabil
Muhammad Amin Syam, Koordinator Program Studi Teknik Geologi Universitas Mulawarman, selain kondisi topografi dan jenis tanah, aktivitas manusia di kawasan lereng dapat meningkatkan potensi longsor.
“Kalau dia [perusahaan] menambang di lereng, bisa menambah potensi longsor.”
Melihat kondisi longsor di Kelurahan Argosari pada dua pekan lalu, Amin yakin, aktivitas penambangan menjadi penyebab pergeseran tanah.
“Kemungkinan besar karena aktivitas pertambangan.”
Mongabay memantau lokasi pada Selasa, (7/10/25), atau dua hari sebelum peristiwa longsor. Area penambangan SGP hanya berjarak beberapa puluh meter dari pemukiman warga.
Amin mengatakan, tanah bergeser karena beban penahan tanah hilang. Kemudian ada aktivitas penggalian dalam. Tanah penahan akan jatuh dan terkikis sedikit demi sedikit di sisi pinggir. Kondisi lubang tambang yang belum terreklamasi juga memperberat beban tanah. Tanah di sekitar menjadi tidak stabil.
Sebenarnya, perusahaan wajib melaporkan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang kepada Dinas Lingkungan Hidup Kukar setiap enam bulan.
Beban lingkungan yang berpotensi terjadi, juga harus perusahaan sampaikan dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
“Apa-apa saja yang perlu dipantau, itu sebenarnya ada di dokumen Amdalnya. Kalau parameter lingkungan hidup yang bisa kena, kualitas air sungai, kualitas air tanah, udara, termasuk juga gerakan tanah,” katanya.
Dalam dokumen geoteknik, perusahaan harus memperhitungkan jarak aman penambangan dari permukiman, hingga tidak menyebabkan longsor yang berdampak langsung pada warga. Penanganan atas potensi longsor juga mesti diantisipasi sejak awal.
Amin bilang, pemerintah perlu mengkaji dokumen-dokumen pemantauan lingkungan perusahaan setiap enam bulan sekali.
“Jangan sampai itu tidak ada. Pemerintah di sini, sifatnya memantau, mengevaluasi,” katanya.

Tanah ambles di delineasi IKN
Kelurahan Argosari, Kecamatan Samboja Barat masuk dalam kawasan delineasi Ibu Kota Nusantara> (IKN). Delineasi adalah penggambaran batas suatu kawasan yang digunakan di dalam pemetaan.
Myrna Safitri, Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN, menyatakan, SGP bertanggung jawab sepenuhnya terhadap aktivitas perusahaan yang memicu longsor.
Selain itu, perusahaan juga harus memperbaiki infrastruktur jalan warga yang rusak akibat aktivitas mereka.
“Kami memonitor pelaksanaannya dan menjadikan kasus ini prioritas dalam pemantauan,” katanya dalam penjelasan tertulis kepada Mongabay, (16/10/25).
Otorita IKN, katanya, tidak berwenang mengawasi kegiatan yang mendapat perizinan berusaha di sektor mineral dan batubara.
Bila ada aktivitas penambangan yang menyebabkan dampak tertentu, mereka hanya bisa melaporkan kepada KESDM atau pemerintah pusat sebagai instansi yang berwenang.
Myrna memastikan, tidak akan ada penerbitan izin pertambangan baru di kawasan IKN. Meskipun, izin eksisting tetap akan mereka hormati sampai masa berlaku habis.
Saat ini, ada 46 izin usaha pertambangan (IUP) batubara aktif di kawasan IKN. Otorita sedang melakukan tipologi atau klasifikasi penyelesaian masalah perizinan berdasarkan luas wilayah yang masuk dalam delineasi IKN, termasuk masa berlakunya.
“Hasil lengkap tipologi ini akan kami bahas bersama instansi terkait atas status perizinan yang ada.”
Otorita, kata Myrna, mengedepankan keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan kepastian hukum berusaha.
Mongabay berusaha meminta konfirmasi kepada perusahaan atas insiden longsor dan berbagai keluhan warga. Namun, hingga berita ini diturunkan, telepon maupun pesan pendek yang Mongabay kirim melalui aplikasi perpesanan tak kunjung mendapat respons.
Mengutip media di Kaltim, Bambang Arwanto, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, mengatakan, perusahaan tambang, SGP sudah menyatakan kesiapan bertanggung jawab penuh.
Perusahaan bahkan sudah menandatangani notulen kesepakatan bersama lurah setempat untuk menangani seluruh kerusakan akibat longsor.

Kontradiksi citra ‘hijau’
Sekitar tiga bulan lalu, Bareskrim Polri mengungkap aktivitas penambangan batubara ilegal di sekitar Samboja. Bahkan, masuk ke dalam wilayah Taman Hutan Raya Bukit Soeharto yang juga digadang bakal jadi kawasan hijau IKN. Pada awal Oktober, Polda Kaltim kembali mengungkap aktivitas serupa di sekitar kawasan IKN.
Windy menyebut, maraknya tambang batubara, legal maupun ilegal di sekitar IKN kontradiktif dengan narasi IKN sebagai green city.
Terlebih lagi, dari lubang-lubang bekas tambang itu, sebagian tidak direklamasi. “Apalagi, SGP memiliki konsesi yang luasnya luar biasa besar.”
Fenomena di sekitar konsesi SGP, katanya, merupakan bentuk intimidasi ruang secara terang-terangan oleh perusahaan tambang di IKN.
Perusahaan mengusir warga sedikit demi sedikit, dengan cara menggerus lahan mereka hingga tak layak ditinggali.
“Yang awalnya warga menolak, hingga dipaksa mengalah karena tempat tinggal dan keselamatan mereka terancam,”
*****
*Liputan ini bagian dari fellowship AJI Samarinda dengan dukungan Yayasan Indonesia Cerah.