- Proyek revitalisasi Sungai Veteran di Banjarmasin menuai kritik masyarakat sipil. Proyek senilai Rp1 triliun dari pinjaman Bank Dunia melalui program nasional National Urban Flood Resilience Project (NUFReP) itu justru berpotensi meningkatkan limpasan air, alih-alih mengurangi risiko banjir secara signifikan.
- Raden Rafiq Sepdian Fadel Wibisono, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Selatan, tidak bisa menyembunyikan ekspresi kecewa saat menyaksikan langsung pengerjaan normalisasi lapangan yang sudah berjalan lebih dari 25% itu, Kamis (12/06/2025). Ia khawatir mega proyek tersebut menimbulkan persoalan lain di kemudian hari.
- Yanuaris Frans, Ketua Banjarmasin Lawyers Forum, berpendapat ada pelanggaran atau pengabaian sejumlah regulasi nasional dan daerah dalam pelaksanaan mega proyek tersebut.
- Muhammad Yamin HR, Wali Kota Banjarmasin, tidak menampik tantangan yang ada sejak awal proyek. Termasuk dalam proses pengerjaan hingga aspek hukum.
Revitalisasi Sungai Veteran di Banjarmasin menuai kritik masyarakat sipil. Proyek senilai Rp1 triliun dari pinjaman Bank Dunia melalui program nasional National Urban Flood Resilience Project (NUFReP) itu justru berpotensi meningkatkan limpasan air, alih-alih signifikan mengurangi risiko banjir.
Raden Rafiq Sepdian Fadel Wibisono, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan, tidak bisa menyembunyikan ekspresi kecewa saat menyaksikan langsung pengerjaan normalisasi lapangan yang sudah berjalan lebih dari 25% itu, Kamis (12/6/25).
Dia khawatir mega proyek ini menimbulkan persoalan lain di kemudian hari.
Raden menyoroti penggunaan teknik pengurukan tanah yang menyebabkan badan sungai yang awalnya 16 meter menyempit jadi delapan meter, dari kawasan Kelenteng Soetji Nurani hingga Simpang Ulin. Kondisi itu, katanya, justru dapat mengurangi daya tampung dan daya dukung sungai.
“Jangan sampai nanti ketika banjir terjadi, yang disalahkan lagi-lagi intensitas hujan yang tinggi. Jika pengerjaannya salah, maka anak cucu kita yang akan menanggungnya di kemudian hari,” ucapnya.
Selain itu, sejumlah jembatan dan bangunan lama di bantaran sungai turut mengganggu aliran air serta menghambat peningkatan kapasitas sungai, Bangunan yang merupakan dosa masa lalu karena perencanaan tata ruang yang tidak terkontrol ini bisa mengurangi kemampuan sungai menampung debit air tinggi, terutama saat hujan deras dan dapat menyulitkan upaya pengendalian banjir yang optimal.
Dia menduga, pembangunannya tanpa mengacu pada kesepakatan yang pemerintah daerah sebelumnya sepakati dalam tata ruang. Pemerintah juga tidak memiliki ketegasan menentukan kawasan mana yang jadi resapan air, serta mana yang boleh jadi pemukiman atau kawasan industri.
Kerap kali, lanjutnya, tidak ada kepatuhan terhadap aturan, penegakan hukum pun lemah, walau sudah jelas ada pelanggaran. Tapi, selalu ada celah yang mereka buat melalui kebijakan yang memungkinkan pembangunan tetap berjalan.
“Developer tidak mungkin bisa bekerja tanpa mengantongi izin resmi dari para pemangku kebijakan.”
Menurut Raden, partisipasi publik dalam perencanaan proyek revitalisasi terkesan minim. Terlihat dari masih banyaknya warga yang mempertanyakan dan mempersoalkan proyek tersebut.
Padahal, proyek semacam ini seharusnya mengacu pada kerangka kerja yang jelas—mencakup prinsip, kebijakan, dan prosedur untuk mengelola risiko serta dampak lingkungan dan sosial. Keterlibatan pemangku kepentingan dan transparansi informasi sejak awal sangat penting untuk mencegah atau meminimalkan dampak negatif selama pelaksanaan.
Atas dasar ini, Walhi Kalsel menginginkan Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III dan Pemkot Banjarmasin menghentikan aktivitas proyek di Jalan Veteran hingga dilakukan audit secara menyeluruh terlebih dahulu. “Saya meminta agar proyek ini dihentikan.”
Anang Rosadi Adenansi, Ketua Gerakan Jalan Lurus (GJL), juga mengkritik keras penyempitan sungai yang terjadi. Menurutnya, tidak ada alasan apa pun untuk mengecilkan badan sungai.
“Coba Anda bayangkan betapa teganya mereka menguruk sungai.”
Menguruk tanah di sungai tanpa kajian yang memadai berisiko melanggar sejumlah regulasi lingkungan. Seharusnya, ada studi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang komprehensif sebelum pelaksanaan proyek.
Studi itu, katanya, dapat menghitung dampak pengurukan tanah di sungai. Termasuk volume air yang hilang akibat penyempitan badan sungai, potensi risiko banjir, dan penurunan kualitas ekosistem air. Tanpa kajian tersebut, proyek revitalisasi justru berisiko menimbulkan masalah lingkungan yang lebih besar.
Dia mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan menyelidiki pengerjaan proyek yang menurutnya menyimpang dari rencana awal. Pemerintah daerah, khususnya Wali Kota Banjarmasin, juga harus mengambil sikap tegas.
“Sejak awal Pompa dan pengurugan itu yang memang dipermasalahkan kawan-kawan di kota banjarmasin.”

Masalah hukum
Yanuaris Frans, Ketua Banjarmasin Lawyers Forum, berpendapat, ada pelanggaran atau pengabaian sejumlah regulasi nasional dan daerah dalam pelaksanaan mega proyek tersebut. Antara lain, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Regulasi ini, katanya, secara tegas melarang perubahan fungsi dan bentuk badan sungai tanpa izin pemerintah. Menurutnya, pengerukan dan penyempitan sungai hingga mencapai 50 persen masuk kategori perubahan fungsi badan air yang memerlukan izin dan kajian mendalam.
Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Melarang pembangunan di sempadan sungai. Sementara, proyek ini justru menyempitkan sungai, bertentangan dengan semangat perlindungan sempadan dan konservasi sungai dalam regulasi ini.
Juga, Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Danau. Permen ini kembali menegaskan larangan pembangunan di sempadan sungai dan pentingnya menjaga fungsi ekologis badan air.
Lalu, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 15 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Sungai. Merupakan bentuk komitmen daerah terhadap pelestarian sungai sebagai bagian dari identitas budaya dan ruang hidup masyarakat Banjarmasin.
“Dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 4, serta Pasal 3 ayat (2) huruf a angka 1, dijelaskan bahwa pengelolaan sungai harus mempertimbangkan keberlanjutan fungsi ekologis dan sosialnya.”
Ada juga Perda Banjarmasin Nomor 6 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Banjarmasin. Pasal 62 melarang penimbunan badan air.
“Kalau dipersempit dan diuruk seenaknya, lama-lama ini bukan lagi sungai. Jangan sampai namanya berubah menjadi ‘Drainase Veteran’ karena kehilangan fungsi ekologisnya.”
Karena itu, dia menyarankan penyelesaian masalah ini kembali pada Pemkot Banjarmasin. Harus ada pelibatan semua pihak dalam proses diskusi sebelum proyek ini lanjut. Sebab, bantuan proyek ini bersumber dari Bank Dunia, yang merupakan bagian dari utang negara.

Inisiatif atasi banjir
Proyek Revitalisasi Sungai Veteran merupakan bagian dari National Urban Flood Resilience Project (NUFReP) atau Proyek Ketangguhan Banjir Perkotaan Nasional. Inisiatif Pemerintah untuk mengatasi masalah banjir di kota-kota besar, termasuk Banjarmasin.
Ibu Kota Kalsel ini menjadi salah satu kota prioritas yang memperoleh intervensi NUFReP guna menanggulangi resiko banjir melalui peningkatan kapasitas nasional dan lokal, serta pengelolaan risiko banjir perkotaan secara terpadu.
Fokus proyeknya adalah pengendalian daya rusak air di Wilayah Sungai Barito, terutama ruas Sungai Martapura dan anak-anak sungainya, termasuk Sungai Veteran. Sungai Veteran memiliki panjang sekitar 2.087 meter dan berfungsi sebagai saluran drainase utama untuk kawasan sekitarnya.
Kanal ini termasuk dalam 10 program khusus penanganan banjir jangka pendek di Kota Banjarmasin dan sejak lama memegang peran vital karena terletak di pusat kota serta terhubung langsung ke Sungai Martapura. Kanal ini awalnya dibangun oleh Belanda sebagai kanal pengendali banjir.
Sebelum tahun 1960, Sungai Veteran bersih, lebar, dan merupakan jalur transportasi air. Namun, periode 1966–1970, marak pembangunan di bantaran sungai yang menyebabkan penyempitan, pendangkalan, dan kerusakan ekosistemnya.
Upaya pembenahan berjalan sejak 2011 dengan pembebasan lahan dalam rangka pelebaran Jalan Veteran oleh Pemerintah Kalsel pada 2015. Jalan ini berada di sisi Sungai Veteran dan menghubungkan Kota Banjarmasin dengan Banjarbaru serta Kabupaten Banjar. Setelah proyek jalan selesai, Pemerintah Banjarmasin menggandeng Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III untuk melanjutkan penataan sungai.
Balai Wilayah Sungai Kalimantan III, sebagai Project Implementation Unit (PIU) NUFReP, membangun tanggul pada 2016–2017 di sebagian lahan yang sudah dibebaskan. Tahun 2021, mereka menyusun detail engineering design (DED) untuk pengendalian banjir di DAS Sungai Barito dan Martapura, termasuk usulan proyek di Sungai Veteran Tahap I serta Sungai Guring–Pekapuran yang mendapat pendanaan dari Bank Dunia.
Sebagian besar lahan untuk Tahap I sudah mereka bebaskan lewat proyek Jalan Veteran. Namun masih butuh lahan tambahan di sekitar anak Sungai Bilu, Sungai Gardu, dan Sungai Guring.
Proyek revitalisasi Sungai Veteran terbagi dalam tiga tahap. Tahap pertama mencakup pembebasan lahan dan survei teknis sebagai fondasi legal dan teknis konstruksi, lanjut pembangunan fisik.
Pengerjaannya di ruas dari Kelenteng Soetji Nurani hingga Jalan Simpang Ulin dengan panjang sekitar 900 meter. Kegiatan konstruksi awal mencakup pemancangan corrugated concrete sheet pile (CCSP) sepanjang 300 meter sebagai dinding penahan air, pengurukan tanah untuk pembangunan jalan inspeksi di tepi sungai, serta pembangunan tiga rumah pompa dan pintu air di belakang Kelenteng, Sungai Bilu, dan Sungai Gardu.
Untuk memastikan stabilitas bangunan di atas lahan basah, mereka memancang spun pile sebelum pembangunan rumah pompa. Juga, pembongkaran dan pembangunan ulang jembatan di Jalan Simpang Ulin agar sesuai dengan desain baru proyek.
Pelebaran sungai menjadi 8,2 meter dengan kedalaman 3,5 meter, untuk mengakomodasi debit air maksimum Q5 sebesar 13 m³/detik, meskipun sempat muncul kritik atas dugaan penyempitan di beberapa titik.
Proyek ini juga memasang parapet wall di kedua sisi sungai dengan jarak antar sisi 8,2 meter. Hingga Mei 2025, progres fisik Tahap I telah mencapai sekitar 25 persen dengan nilai kontrak sebesar Rp209 miliar dan target penyelesaian September 2026.
Tahap kedua proyek akan meliputi pemasangan sheet pile tambahan, pembangunan lima jembatan baru, pelebaran sungai, pemasangan pintu air dan pompa, pembangunan taman tematik, penataan utilitas (air bersih, listrik, dan telekomunikasi), serta jalan inspeksi dan pembebasan lahan tambahan. Tahap ini juga akan membangun dermaga dan taman sebagai bagian dari peningkatan kualitas lingkungan kota.
Sementara itu, belum ada pengumuman resmi rincian tahap ketiga. Namun pola pengerjaannya akan melanjutkan kegiatan fisik dan pembebasan lahan untuk menyelesaikan revitalisasi Sungai Veteran secara menyeluruh.

Apa kata pemerintah daerah?
I Putu Eddy Purna Wijaya, Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III, menjelaskan, rencana desain proyek ini telah ada sejak 2014. Program penanganan banjir tidak hanya fokus pada Sungai Veteran, tetapi mencakup seluruh wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito.
Menurut dia, risiko banjir dari wilayah hulu bisa berdampak hingga ke Banjarmasin. Kondisi topografi serta pasang surut air laut turut memengaruhinya.
Karena itu, seluruh aspek tersebut telah menjadi pertimbangan utama sejak awal penyusunan desain proyek. Tujuannya, menciptakan sistem normalisasi yang mampu mengembalikan fungsi dan kapasitas sungai dalam menampung air secara optimal.
“Pada 2014 untuk lebar Sungai Veteran saja dikembalikan menjadi 7 meter dengan kedalaman 3,5 meter. Ukuran ini dinilai sudah mencukupi untuk mengelola banjir di kawasan tersebut, dan desain inilah yang menjadi dasar pengerjaan hingga saat ini,” katanya.
Dia bilang, sudah ada pertemuan atau konsultasi dengan warga. Namun, karena proyek ini sempat berhenti di tahap studi dan belum ada pengerjaan fisik hingga tahun 2021, penyampaian kepada masyarakat tidak berlanjut secara intens.
Setelah banjir besar melanda Banjarmasin pada 2021, barulah muncul gagasan penggunaan beberapa pintu air untuk menahan luapan dari Sungai Barito dan Martapura. Konsep tersebut memerlukan instalasi pompa, guna membuang kelebihan air dari wilayah pemukiman ke sungai, sebagai bagian dari sistem pengendalian banjir terpadu.
“Sebelum semuanya sempat dilaksanakan memang terjadi Banjir 2021, sehingga menjadi dorongan bagi pemerintah untuk mengambil suatu langkah ini harus dicegah, walau harus mencari sumber dana yang memadai.”
Putu mengklaim tujuan utamanya meningkatkan kondisi sungai, bukan justru merusaknya. Upaya normalisasi bertujuan mengembalikan fungsi sungai agar dapat mengalirkan air dengan kapasitas optimal, sehingga mampu mengurangi risiko banjir di kawasan sekitarnya.
Muhammad Yamin HR, Wali Kota Banjarmasin, tidak menampik tantangan yang ada sejak awal proyek. Termasuk dalam proses pengerjaan hingga aspek hukum.
Menurutnya, pengurukan sungai bukanlah tindakan sembarangan. Dasar hukum dan kajian memang penting sebagai landasannya.
“Namun dalam kasus rekayasa teknis atau proyek kepentingan umum tertentu, izin bisa saja diberikan oleh otoritas pusat atau pemerintah daerah dengan proses yang ketat,” terangnya.
Dia akan mempelajari dan mendiskusikan persoalan ini lebih lanjut. Menurutnya, butuh waktu untuk kembali duduk bersama para pemangku kepentingan, termasuk pengamat dan pemerhati lingkungan yang selama ini turut andil dalam pembangunan Banjarmasin.
Hal ini perlu untuk merumuskan langkah konkret agar proses revitalisasi tetap berjalan sesuai target penyelesaian pada 2027. Sekaligus mencari cara agar proyek ini dapat masyarakat terima.
“Nanti mungkin detailnya akan kami bahas kembali secara internal di Pemerintah Kota Banjarmasin. Ke depannya, hal ini juga akan didiskusikan lagi dengan pihak pelaksana dan Balai Wilayah Sungai (BWS), agar tidak ada yang melanggar aturan yang berlaku.”

*****