- Demam nikel yang melanda Indonesia menimbulkan dampak tak berkesudahan. Di Raja Ampat, kawasan geopark global dengan keindahannya pun terancam. Sementara di Halmahera, Maluku Utara (Malut), Industri nikel memicu kerusakan besar-besaran, menghilangkan sumber pangan dan sarat pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
- Climate Rights International (CRI), organisasi HAM asal Amerika Serikat dalam laporan bertajuk Perusakan Berlanjut dan Rendahnya Akuntabilitas: Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Lingkungan Hidup dan Iklim Dalam Industri Nikel Indonesia yang dipublikasikan 5 Juni itu, CRI menyebut industri nikel di Halmahera sebagai kejahatan terhadap HAM, lingkungan hidup dan juga iklim.
- Julfikar Sangaji, aktivis JATAM, mengungkap data dari Puskesmas Lelilef: kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) melonjak dari 434 pasien pada 2020 menjadi 10.579 pasien pada 2023. Sungai-sungai seperti Sungai Sagea, yang sebelumnya menjadi sumber air utama, kini tercemar. Hasil uji laboratorium oleh AEER, JATAM, dan Nexus3 menemukan tingginya kandungan nikel dan kromium heksavalen—zat beracun yang dapat merusak organ manusia dan lingkungan.
- Asjuati Tawainela, Kepala Puskesmas Lelilef, mengungkapkan, ISPA menjadi penyakit paling dominan di wilayah lingkar tambang, dengan 2.745 kasus tercatat sepanjang tahun 2024. Lonjakan ini diduga kuat terkait dengan kondisi lingkungan yang memburuk akibat aktivitas pertambangan dan peningkatan kepadatan penduduk. Fasilat kesehatan sampai kewalahan hadapi penderita yang terus meningkat.
Demam nikel yang melanda Indonesia menimbulkan dampak tak berkesudahan. Di Raja Ampat, Papua Barat Daya, kawasan geopark global termasuk masyarakat adat di dalamnya terancam. Tak hanya di Raja Ampat, daya rusak nikel dan hilirisasinya di Halmahera, Maluku Utara (Malut), juga memicu kerusakan besar-besaran, menghilangkan sumber pangan dan sarat pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Climate Rights International (CRI) mengonfirmasi hal itu.
Dalam laporan bertajuk Perusakan Berlanjut dan Rendahnya Akuntabilitas: Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Lingkungan Hidup dan Iklim Dalam Industri Nikel Indonesia yang rilis 5 Juni lalu, CRI menyebut, industri nikel di Halmahera sebagai kejahatan terhadap HAM, lingkungan hidup dan iklim.
CRI menyebut, Pemerintah Indonesia, beberapa perusahaan nikel, serta perusahaan kendaraan listrik gagal memberikan tanggapan berarti terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan lingkungan hidup serius. “Meskipun ada bukti jelas bahwa hak dan mata pencaharian masyarakat terancam, banyak perusahaan tetap beroperasi tanpa tersentuh hukum, demi mengejar keuntungan,” ujar Krista Shennum, peneliti Climate Rights International.
Pusat perhatian dalam laporan ini adalah kawasan industri tambang nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan tambang-tambang nikel di sekitarnya. CRI menilai, hilirisasi nikel telah memicu perusakan ekosistem besar-besaran, pencemaran air dan udara, serta emisi gas rumah kaca dari belasan PLTU batubara captive yang ada di kawasan tersebut.
Dalam laporannya, CRI mengungkap bahwa pembangunan jetty, penggundulan hutan, dan limbah tambang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat lokal dan masyarakat adat. Perusahaan-perusahaan seperti PT Weda Bay Nickel—tambang nikel terbuka terbesar di dunia—menjadi pemasok utama nikel untuk pasar kendaraan listrik global.
Namun, eksploitasi ini berlangsung di bawah bayang-bayang pelanggaran. Menurut CRI, warga lokal menghadapi intimidasi, perampasan tanah, dan kriminalisasi dengan pelibatan aparatur negara. Aktivis dan mahasiswa penolak proyek tambang menjadi target pelecehan dan kampanye hitam.

PLTU Batubara dan Krisis Kesehatan
IWIP mengandalkan operasinya dari 11 PLTU batubara captive dan tengah membangun tiga unit lagi. Jika seluruhnya beroperasi, total kapasitasnya mencapai 4,54 gigawatt, yang akan meningkatkan emisi karbon dalam jumlah besar. Sementara dalam waktu yang sama, banyak warga sekitar yang hidup tanpa listrik dan terdampak akibat pencemaran.
Julfikar Sangaji, aktivis Jaringan Adokasi Tambang (Jatam), mengungkap data dari Puskesmas Lelilef: kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) melonjak dari 434 pasien pada 2020 menjadi 10.579 pasien pada 2023.
Sungai-sungai seperti Sungai Sagea, yang sebelumnya menjadi sumber air utama, kini tercemar.
Hasil uji laboratorium oleh AEER, Jatam, dan Nexus3 menemukan tingginya kandungan nikel dan kromium heksavalen—zat beracun yang dapat merusak organ manusia dan lingkungan. “Orang tua kini takut anak-anak mereka jatuh sakit jika mandi atau berenang di sungai yang telah mereka gunakan turun-temurun,” ujar Krista.
IWIP merupakan usaha patungan dari Tsingshan Holding Group (Tiongkok), Eramet (Prancis), dan PT Aneka Tambang (Antam/Indonesia). Laporan juga menyebut nama-nama besar dalam industri otomotif global, seperti Tesla, Volkswagen, dan Ford yang gagal memastikan rantai pasok nikel mereka bebas pelanggaran.
CRI mendesak, perusahaan-perusahaan otomotif menekan para pemasok untuk menghentikan pelanggaran HAM dan pencemaran lingkungan, meningkatkan transparansi rantai pasok mineral, mengalihkan energi dari batu bara ke sumber terbarukan.
Organisasi ini menyatakan bahwa transisi energi tidak bisa dibenarkan jika mengorbankan masyarakat di garis depan ekstraksi mineral. Mereka menyerukan pencabutan izin perusahaan yang melanggar hukum dan menuntut agar masyarakat terdampak mendapatkan kompensasi adil, serta hak untuk memberikan persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan (FPIC).
Laporan juga mengkritisi rencana jangka panjang Pemerintah Indonesia yang masih mengandalkan PLTU batubara hingga 20 GW. Jumlah itu setara dengan kapasitas batubara Turki.
“Jika transisi energi ingin disebut adil, maka hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat harus dihormati. Tidak ada transisi yang sah dengan menginjak-injak mereka,” kata Krista.

Warga terpapar merkuri dan arsenik
Sementara itu, penelitian kolaboratif Nexus3 Foundation bersama Universitas Tadulako mengungkap fakta mencemaskan terkait pencemaran lingkungan di sekitar kawasan industri nikel IWIP. Hasil pengujian laboratorium terhadap sampel lingkungan dan biologis menunjukkan indikasi kuat bahwa limbah pembakaran batubara IWIP telah mencemari laut, sungai, ikan, hingga tubuh manusia.
Tim peneliti menemukan pantai Gemaf, salah satu desa pesisir di Teluk Weda, dipenuhi batubara dan air laut berwarna hitam. Sampel air laut mengandung partikel batubara berukuran kecil hingga sedang. “Ini bisa mengancam organisme laut dan ekosistem pesisir secara keseluruhan,” bunyi laporan penelitian itu.
Tak hanya laut, air sungai Ake Jira juga tidak lagi layak digunakan. Hasil uji kualitas air menunjukkan sejumlah parameter telah melampaui ambang batas air sungai kelas 1, yang berarti tidak aman untuk air minum dan kebutuhan dasar masyarakat.
Dalam uji laboratorium terhadap 46 sampel darah warga sekitar IWIP, tercatat 22 orang (47%) memiliki kadar merkuri di atas batas aman yang ditetapkan WHO sebesar 9 mikrogram per liter. Sementara 15 orang (32 persen) terdeteksi memiliki kadar arsenik berlebih. Yang mengejutkan, mayoritas dari mereka bukan pekerja industri, menunjukkan adanya paparan dari lingkungan sekitar.
Penelitian ini juga menemukan bahwa seluruh sampel ikan yang dikumpulkan dari perairan Teluk Weda mengandung merkuri dan arsen dalam berbagai konsentrasi. Empat sampel bahkan melebihi ambang batas arsen total yang ditetapkan oleh Badan POM, yakni 2 miligram perkilogram.
Selain pencemaran kimia, studi ini menggarisbawahi bahaya lain dari pembakaran batubara, termasuk paparan radionuklida alami seperti uranium dan thorium yang terakumulasi dalam abu sisa pembakaran (fly ash dan bottom ash/FABA). Abu ini diketahui digunakan untuk reklamasi kawasan bandara IWIP seluas lebih dari 700.000 meter persegi.
Kondisi diperparah dengan terbitnya PP No. 22 Tahun 2021, yang menghapus FABA dari kategori limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Akibatnya, pengelolaan limbah menjadi longgar dan berpotensi menyebabkan pencemaran jangka panjang.
“Temuan ini menunjukkan bahwa PLTU captive di kawasan industri nikel bukan hanya menghasilkan emisi karbon, tetapi juga ancaman kesehatan masyarakat dan degradasi lingkungan,” kata Yuyun Ismawati, Direktur Eksekutif Nexus3 Foundation.
Peneliti merekomendasikan agar pemerintah melakukan audit lingkungan menyeluruh, meninjau kembali status limbah FABA, serta memastikan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan industri. “Transisi energi harus adil, tidak boleh mengorbankan tubuh warga dan lingkungan lokal,” lanjutnya.
Laporan Mongabay sebelumnya, pihak IWIP klaim senantiasa berkomitmen terhadap pengeloaan dan pelestarian lingkungan hidup, serta konsisten mengedepankan prinsip environmental compiliance dan sustainability dalam seluruh aktivitas operasional. “Setiap kegiatan kami dijalankan berdasarkan dokumen Amdal yang telah disahkan oleh pemerintah, serta berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
IWIP merupakan kawasan industri berbasis nikel terbesar di Indonesia yang memasok bahan baku baterai kendaraan listrik. Proyek ini didorong dalam rangka transisi energi global, namun kritik terhadap dampaknya terus menguat dari kelompok masyarakat sipil dan organisasi lingkungan.

ISPA parah
Selain laporan penelitian, Mongabay juga melakukan turun ke desa sekitar tambang. Hasilnya, kami mendapati 10 penyakit paling banyak di lima wilayah lingkar tambang di Kecamatan Weda Tengah, seperti Lelilef Sawai, Lelilef Waibulan, Kobe, Sawai Itepo, dan Lukolamo. Dari 10 kasus penyakit, ISPA yang paling dominan.
Asjuati Tawainela, Kepala Puskesmas Lelilef, mengungkapkan, ISPA menjadi penyakit paling dominan di wilayah lingkar tambang, dengan 2.745 kasus tercatat sepanjang tahun 2024. Lonjakan ini diduga kuat terkait dengan kondisi lingkungan yang memburuk akibat aktivitas pertambangan dan peningkatan kepadatan penduduk.
“Mayoritas pasien kami adalah karyawan tambang dan masyarakat yang tinggal di sekitar area tersebut. Lingkungan yang penuh debu, panas, dan minim sanitasi memperparah kondisi kesehatan mereka,” kata Asjuati.
Fasilitas kesehatan di wilayah ini, seperti Puskesmas Lemendef dan Transkobe, bahkan kewalahan menghadapi jumlah pasien yang terus meningkat.
Penyakit lain yang banyak ditemukan meliputi gastritis (1.917 kasus), flu biasa (1.461), luka terbuka (870), nyeri otot (883), diare (506), radang amandel, kecelakaan transportasi (345), asam urat (291), dermatitis alergi (135), dan hipertensi esensial (113).
Asjuati menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi permasalahan ini. “Kami bekerja sama dengan pihak desa, kepolisian, dan instansi terkait lainnya untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan pribadi.”
Dia juga khawatir dampak jangka panjang dari polusi udara dan air yang terkontaminasi logam berat. Kondisi ini, mencerminkan persoalan besar di wilayah lingkar tambang, di mana pertumbuhan industri tidak diimbangi dengan perhatian terhadap kesehatan dan lingkungan.
“Kami telah mengundang beberapa universitas untuk melakukan penelitian mendalam mengenai dampak lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di sini.”
Menurut Kementerian Kesehatan, penurunan kualitas udara merupakan faktor risiko kematian kelima tertinggi di Indonesia, setelah hipertensi, gula darah tinggi, merokok, dan obesitas.
*****