- Daya rusak hilirisasi nikel di Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara, semakin mengkhawatirkan. Selain memicu konflik sosial, deforestasi, mencemari laut dan sungai, aktivitas industri ekstraktif itu juga terbukti meninggalkan jejak racun logam berat dalam tubuh manusia dan ikan.
- Hasil riset kolaboratif Nexus3 Foundation bersama Universitas Tadulako (Untad) menemukan bahwa seluruh sampel ikan di Teluk Weda mengandung merkuri dan arsenik. Begitu juga darah pekerja dan warga yang tinggal di sekitar kawasan industri nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), yang konsentrasinya melebihi batas aman kesehatan.
- Muhammad Aris, Guru Besar Manajemen Kesehatan Ikan Universitas Khairun mengatakan, merkuri dan arsenik adalah dua logam berdaya rusak tinggi. Merkuri akan berubah menjadi radikal bebas dalam tubuh, yang berpotensi menyebabkan kanker dan penyakit kronis lainnya–yang sangat mematikan jika terakumulasi dalam jangka panjang.
- Rivani Abdurradjak, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Halteng klaim kualitas air laut di dua titik utama wilayah Lelilef Sawai-Woebulen dan Weda, masih aman, berdasarkan hasil uji laboratorium DLH Halteng pada 2024. Karena itu, ia pun meragukan validitas hasil riset Nexus3 dan Untad tersebut.
Daya rusak hilirisasi nikel di Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara, makin mengkhawatirkan. Selain memicu konflik sosial, deforestasi, mencemari laut dan sungai, aktivitas industri ekstraktif itu juga terbukti meninggalkan jejak racun logam berat dalam tubuh manusia dan ikan.
Hasil riset kolaboratif Nexus3 Foundation bersama Universitas Tadulako (Untad) menemukan, seluruh sampel ikan di Teluk Weda mengandung merkuri dan arsenik. Begitu juga darah pekerja dan warga yang tinggal di sekitar kawasan industri nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), yang konsentrasinya melebihi batas aman kesehatan.
Dalam laporan ini, tim peneliti mengambil 16 sampel ikan segar dari nelayan di Desa Gemaf, Weda Utara dan pasar tradisional di Desa Lelilef. Semua ikan berasal dari perairan Teluk Weda–wilayah tangkapan utama masyarakat.
Analisis di laboratorium terakreditasi Saraswati Indo Genetech (SIG), Jakarta, menggunakan metode ICP-MS dan ICP-OES untuk mengukur kandungan Hg (merkuri), Ni (nikel), Pb (timbal), Co (kobalt), Cr (kromium), dan As (arsenik). Hasilnya, seluruh sampel tunjukkan adanya kontaminasi logam berat.
Empat sampel antara lain, terdiri dari dua ikan sorihi, satu gurara, dan satu somasi melebihi ambang batas maksimum arsenik yang BPOM tetapkan, yakni 2 mg/kg. Tujuh sampel lain memiliki kadar arsenik dalam rentang 1-2 mg/kg. Meski di bawah ambang batas, konsumsi jangka panjang tetap berisiko tinggi terhadap kesehatan karena efek akumulatif.
Dokumen berjudul Dampak Lanjutan dari Aktivitas Industri Nikel di Teluk Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara, Indonesia yang rilis 26 Mei 2025 itu juga mendeteksi logam berat pada ikan barakuda, meski di bawah ambang batas.
Tim peneliti mencatat, konsentrasi arsenik pada ikan di Teluk Weda itu 20 kali lipat lebih tinggi dari hasil riset 2007. Kala itu, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI melakukan pemeriksaan kadar logam berat pada daging laut yang dikonsumsi masyarakat atas permintaan Weda Bay Nickel saat itu.

Lebihi batas aman
Para peneliti juga menganalisis 61 sampel darah: 46 sampel darah dari warga Desa Gemaf dan Lelilef–dua desa terdekat di kawasan industri IWIP–dan 15 sampel darah yang berasal dari Ternate sebagai pengontrol. Hasilnya, 22 orang (47%) kadar merkurinya di atas batas aman sebesar 9 ug/L atau mikrogram per liter, dan 15 orang (32%) melampaui ambang batas arsenik sebesar 12 ug/L.
Annisa Maharani, peneliti Nexus Foundation, menyebutkan bahwa konsentrasi arsenik dalam darah warga dan pekerja berkisar antara 13,2-43,7 ug/L, dengan rata-rata sebesar 22,94 ug/L–tiga kali lebih tinggi dari batas aman arsenik 7,5 ug/L. Sementara kadar merkuri, berkisar hingga 19,3 ug/L dengan rata-rata sebesar 12,7 ug/L, jauh melampaui ambang batas dalam darah sebesar 4,3 ug/L.
Secara keseluruhan, kadar arsenik dan merkuri warga Desa Gemaf rata-rata lebih tinggi dibanding warga Desa Lelilef dan kelompok kontrol asal Ternate. Begitu juga dengan kadar nikel, meski masih di bawah ambang batas aman.
Dia mengatakan, kadar timbal dalam darah warga dari kedua desa tersebut relatif sama. Sedangkan rata-rata kadar kadmium warga Lelilef, 1,75 kali lebih tinggi dibandingkan Desa Gemaf, meskipun di bawah batas aman. Selain itu, ditemukan pula kandungan Talium–yang tidak didapati di warga lain.
Pengambilan sampel darah riset ini dilakukan di Puskesmas Lelilef, pada 6 Juli 2024 dan di Puskesmas Pembantu Gemaf, pada 7 Juli 2025. Pengambilan sampel menggunakan paket Toxic Panel dari Prodia.
Hal lain yang menarik dari riset ini adalah temuan bahwa kadar logam berat dalam darah para pekerja IWIP yang lebih rendah dibanding penduduk sekitar non pekerja. Rata-rata kadar merkuri dalam darah pekerja IWIP adalah 8,8 ug/L, sementara pekerja non-IWIP memiliki kadar 9,5 ug/L.
“Rata-rata kadar arsenik pekerja IWIP adalah 10,4 ug/L, sedangkan untuk penduduk non-IWIP adalah 14,7 ug/L. Ini menunjukkan bahwa paparan utama arsenik dan merkuri tidak berasal dari sumber pekerjaan,” jelas penelitian itu.
Dinas Lingkungan mengelak, Dinas Perikanan akan siapkan antisipasi
Pemerintah Halteng menepis pencemaran di perairan dampak aktivitas industri nikel. Rivani Abdurradjak, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Halteng klaim kualitas air laut di dua titik utama wilayah Lelilef Sawai-Woebulen dan Weda, masih aman berdasarkan hasil uji laboratorium DLH Halteng pada 2024. Dia pun meragukan validitas hasil riset Nexus3 dan Untad itu.
Nilai baku mutu setiap parameter, kata Rivani, mengacu pada Peraturan Pemerintah No.22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), termasuk parameter logam berat pada badan air (sungai) dan laut.
“Berdasarkan hasil uji laboratorium, nilai-nilai parameter pencemar penting berada di bawah baku mutu, sehingga kualitas air laut tergolong baik,” jelas Rivani dalam keterangannya kepada Mongabay, 2 Juni 2025.
Beberapa parameter logam berat yang diuji DLH meliputi arsenik, raksa atau merkuri, kromium, kadmium, timbal. Secara keseluruhan, klaimnya, nilai indeks kualitas air laut dari lokasi sampel termasuk kategori ‘baik’. “Yang berarti perairan laut di Teluk Weda saat ini masih layak secara ekologis.”
Terpisah, Fauji Momole, Plt. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku Utara (Malut), tengah menyiapkan langkah antisipatif bila hasil riset itu terbukti valid. Salah satunya, menghentikan sementara aktivitas penangkapan ikan.
“Di titik tertentu, bila dipastikan ikan yang tertangkap tercemar, terkontaminasi [logam berat], maka di kawasan itu, sementara waktu kita hentikan, kita tutup aktivitas nelayan di situ,” katanya, 29 Mei lalu.
DKP masih memvalidasi beberapa titik koordinat yang disebutkan dalam riset independen Nexus3 dan Untad itu. Kekhawatiran utamanya, bila ikan hasil tangkapan terkontaminasi logam berat masuk ke rantai pasar, berisiko berdampak ke kesehatan jika dikonsumsi.

Tercemar berat
Melky Nahar, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), mengkritik sikap pemerintah yang membantah riset ilmiah terkait pencemaran lingkungan di Teluk Weda tanpa menyajikan bukti ilmiah tandingan.
“Alih-alih menyambut temuan ini dengan kehati-hatian dan langkah investigasi lanjut, pemprov justru buru-buru menyanggah–seolah-olah sedang panik membela ‘majikan’,” katanya.
Da mempertanyakan sikap pemerintah seperti yang DLH yang begitu defensif menghadapi kajian ilmiah dan buru-buru menyalahkan peneliti daripada memeriksa kebenaran di lapangan. Hal itu mengesankan bahwa IWIP adalah ‘anak emas’ yang harus dijaga, apapun risikonya.
Sikap itu, katanya, bukan hanya tidak netral, tetapi menjadi bagian dari sistem perlindungan kekuasaan korporasi. “Pemerintah seharusnya berdiri di sisi warga yang bisa terdampak racun logam berat, bukan bersembunyi di balik klaim palsu bahwa ‘semua masih aman’ padahal tak ada audit lingkungan terbuka.”
Kalau pemerintah provinsi mengklaim hasil riset itu keliru, tambah Melky, maka jawabannya bukan omong kosong birokratis. Tetapi, riset tandingan transparan, bisa teruji publik, dan melibatkan pihak independen. Kalau tidak bisa, lebih baik diam daripada mempermalukan diri sendiri sebagai boneka industri.
Supriyadi Sudirman, aktivis lingkungan Halteng, sampaikan kritik serupa. Menurut dia, riset itu seharusnya membuat pemerintah sadar dan lebih proaktif menyelamatkan warga dari ancaman pencemaran, bukan membangun narasi tanding tanpa bukti. Terlebih, pencemaran di Teluk Weda sudah berlangsung lama.
Nelayan kini bahkan harus melaut lebih jauh untuk menangkap ikan. “Nelayan-nelayan di wilayah perairan Gemaf sampai Lelilef di Teluk Weda, sudah menjauh wilayah tangkap mereka. Untuk memancing ikan saja harus ke wilayah Patani hingga di perairan Gane, Halmahera Selatan,” kata Supriyadi.
Bergesernya wilayah tangkapan nelayan berkaitan erat dengan pencemaran sungai dan laut yang diduga berasal dari aktivitas industri nikel IWIP. Selain itu, lalu lintas kapal tongkang batubara dan pengangkut nikel di Teluk Weda turut merusak ekosistem laut. “Ini fatal dan menyesatkan kalau menyebut tidak terjadi pencemaran di Teluk Weda.”
Kawasan industri IWIP masuk daftar proyek strategis nasional (PSN) hilirisasi nikel sejak pemerintahan Joko Widodo. Investasi IWIP berasal dari tiga perusahaan Tiongkok, yakni, Tsingshan Holding Group, Huayou Cobalt, dan Zhenshi Holding Group.
Jatam mencatat, IWIP menggunakan lahan seluas 4.027,67 hektar, setara 5.483 lapangan sepakbola. Perusahaan masih akan menambah konsesi seluas 11.489,33 hektar, dengan target 15.517 hektar. Selain pabrik pengolahan nikel, di dalamnya juga terdapat pembangkit listrik tenaga batubara, pelabuhan, hingga fasilitas pendukung seperti bandara, hingga perhotelan.
Masalahnya, kehadiran IWIP memicu berbagai persoalan sosial dan ekologis. Catatan Nexus3, IWIP belum secara serius melakukan pemantauan dan mencegah t terjadinya pencemaran. Dua konsekuensi utama dari situasi ini adalah menurunnya kualitas lingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati.
“Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi dapat berdampak buruk terhadap kesehatan manusia,” catat laporan itu.
Paparan logam berat dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit tidak menular, yang seringkali menjadi ancaman tersembunyi, muncul belakangan dalam kehidupan, menurunkan kualitas hidup, dan membahayakan generasi mendatang.
Nexus3 dan Untad merekomendasikan agar pemantauan rutin dilakukan untuk melacak kontaminasi logam berat, khususnya arsenik, merkuri, nikel, dan kromium. Juga mendorong pemeriksaan kesehatan rutin, termasuk tes darah untuk mendeteksi logam berat di tubuh warga.
“Perhatian khusus harus diberikan kepada kelompok rentan seperti ibu hamil dan bayi, dengan mendorong pilihan makanan yang lebih aman guna meminimalkan paparan logam berat dan melindungi kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.”

Makin parah
Muhammad Aris, Guru Besar Manajemen Kesehatan Ikan Universitas Khairun, menyebut, Teluk Weda kini berada dalam kondisi kritis akibat pencemaran logam berat dan masifnya reklamasi pantai untuk perluasan industri nikel. Hasil riset Nexus3 dan Untad, mengkonfirmasi penelitian yang dilakukannya dua tahun lalu.
Sebelumnya, dia riset lapangan di enam titik pengamatan bersama Auriga Nusantara dan Walhi Maluku Utara pada 2023. Hasilnya, dua titik menunjukan kandungan merkuri telah melebihi baku mutu. “Kondisi perairan Teluk Weda sudah memasuki tahap lampu kuning dan sangat perlu diwaspadai,” kata Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unkhair itu kepada Mongabay.
Dia menyatakan, sedimentasi sangat tinggi. Material lumpur serta partikel tanah–ore nikel–terbawa ke laut dan merusak kawasan mangrove.
“Mangrove di pesisir Teluk Weda telah dikonversi menjadi areal perluasan kawasan industri, akibatnya, fungsi ekologis sebagai zona penyangga (buffer zone) ikut musnah.”
Dampaknya dirasakan langsung oleh nelayan. Hasil tangkapan ikan menurun drastis. Beberapa di antara nelayan bahkan pilih berhenti karena terus merugi saat melaut.
Aris bilang, tingginya kandungan merkuri yang ditemukan sejatinya cukup mengejutkan. Secara teori, merkuri tidak seharusnya ada dalam proses penambangan nikel. Namun, kenyataannya ditemukan. Dirinya menduga sumber merkuri berasal dari pembakaran pembangkit batubara dari kawasan industri. Emisi pembakaran menghasilkan senyawa merkuri yang mencemari lingkungan, ketika hujan terbawa limpasan air ke laut.
Dia mengingatkan, terkait kadar merkuri dan arsenik yang telah ditemukan dalam tubuh manusia oleh riset Nexus3 dan Untad itu. “Kalau logam berat sudah ditemukan di tubuh manusia, artinya akumulasi rantai makanan laut sudah terjadi.”
Proses itu dikenal sebagai biomagnifikasi–logam berat terakumulasi di tubuh ikan lalu berpindah ke manusia yang mengkonsumsinya.
Merkuri dan arsenik, kata nya, adalah dua logam berdaya rusak tinggi. Merkuri akan berubah menjadi radikal bebas dalam tubuh, yang berpotensi menyebabkan kanker dan penyakit kronis lainnya–yang sangat mematikan jika terakumulasi dalam jangka panjang.
“Ke depan akan jauh lebih parah kalau tidak dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap operasional perusahaan. Sebab, ini ancaman serius terhadap kehidupan masyarakat–dan generasi masa depan–di Maluku Utara yang sangat bergantung konsumsi pada ikan.”

Tanggapan IWIP
Dalam tanggapannya, IWIP menyambut baik inisiatif penelitian akademik secara ilmiah, terbuka dan objektif. “Kami menghargai kontribusi berbagai pihak, termasuk lembaga riset independen, dalam mendorong praktik pengelolaan lingkungan yang baik,” katanya dalam keterangnnya yang diterima Mongabay.
Bagi IWIP, penting dilakukan kajian lanjutan yang lebih komprehensif atas temuan riset Nexus3-Untad. Karena itu, IWIP pun mendorong ada proses verifikasi bersama yang libatkan institusi terakreditasi, baik dari pemerintah maupun lembaga independen.
Verifikasi ini diharapkan dapat menjadi ruang dialog ilmiah dan terbuka, guna memastikan bahwa setiap temuan dapat dikaji secara proporsional, kontruktif, dan bebas dari bias.
Dalam beroperasi, IWIP klaim senantiasa berkomitmen terhadap pengeloaan dan pelestarian lingkungan hidup, serta konsisten mengedepankan prinsip environmental compiliance dan sustainability dalam seluruh aktivitas operasional.
“Setiap kegiatan kami dijalankan berdasarkan dokumen Amdal yang telah disahkan oleh pemerintah, serta berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
*****