- Beberapa jenis burung berstatus Kritis seperti cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus) jalak suren jawa (Gracupica jalla), hingga paruh bengkok mulai sulit ditemukan. Adanya penangkapan di alam merupakan kondisi yang terjadi saat ini.
- Maraknya tren memelihara burung, menyebabkan permintaan meningkat.
- Pencegahan perburuan di alam liar menjadi upaya yang bisa dilakukan agar tidak terjadi kepunahan. Penegakan hukum terhadap pemburu harus dijalankan, agar ada efek jera. Selain itu, hasil tangkapan dari alam yang diamankan penegak hukum dapat dikembalikan ke habitat aslinya, dengan memastikan tidak ada lagi perburuan.
- Berdasarkan data Burung Indonesia, Indonesia menempati urutan ke empat sebagai pemilik jenis burung terbanyak di dunia yaitu 1.835 spesies. Dari jumlah tersebut, 500 spesies hanya bisa ditemukan di Indonesia.
Bagaimana kondisi burung liar di alam saat ini?
Jihad, Senior Biodiversity Officer Burung Indonesia, mengatakan beberapa jenis burung berstatus Kritis seperti cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus) jalak suren jawa (Gracupica jalla), hingga paruh bengkok mulai sulit ditemukan. Adanya penangkapan di alam merupakan kondisi yang terjadi saat ini.
“Cucak rawa misalnya, yang masih bagus populasinya justru di Singapura,” terangnya, Jumat (19/9/2025).
Maraknya tren memelihara burung, menyebabkan permintaan meningkat. Meski belum ada data pasti jenis yang mengalami penurunan populasi akibat perburuan, namun indikasinya dapat dilihat dari banyaknya spesies yang jarang dijumpai di alam, tapi ada di pasar burung atau penangkaran komersial.
Pencegahan perburuan di alam liar menjadi upaya yang bisa dilakukan agar tidak terjadi kepunahan. Penegakan hukum terhadap pemburu harus dijalankan, agar ada efek jera. Selain itu, hasil tangkapan dari alam yang diamankan penegak hukum dapat dikembalikan ke habitat aslinya, dengan memastikan tidak ada lagi perburuan.
“Masyarakat jangan membeli burung hasil tangkapan di alam, hanya boleh dari penangkaran bersertifikat,” ujarnya.
Jihad menegaskan, burung merupakan satwa liar yang hidup di alam bebas, bukan di dalam sangkar. Selain itu, hutan sebagai habitat asli satwa harus dijaga dari kerusakan dan ancaman alih fungsi lahan.
“Ciptakan habitat yang dapat ditempati berbagai jenis burung dan biarkan mereka hidup bebas di alam liar.”

Berdasarkan data Burung Indonesia, Indonesia menempati urutan ke empat sebagai pemilik jenis burung terbanyak di dunia yaitu 1.835 spesies. Dari jumlah tersebut, 500 spesies hanya bisa ditemukan di Indonesia.
Berdasarkan hasil evaluasi tahun 2025, sebanyak 30 spesies mengalami perubahan status keterancaman. Sekitar 12 spesies mengalami peningkatan status (kondisi konservasinya memburuk), sedangkan 18 spesies mengalami penurunan status (kondisi membaik).
Dari 12 spesies yang mengalami peningkatan kategori keterancaman, 11 jenis mencerminkan perubahan yang sebenarnya (genuine change). Artinya, perubahan status yang mencerminkan kondisi nyata di lapangan, seperti penurunan populasi atau peningkatan ancaman.

Perburuan burung untuk peliharaan
Tony Sumampau, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI), mengatakan tingginya perburuan untuk diperjualbelikan membuat kehidupan burung terancam. Di kalangan umum, masih ada anggapan burung sebagai komoditas ekonomi, selain sebagai hobi atau peliharaan. Terutama, cucak rawa yang banyak dicari di alam.
“Di Indonesia, cucak rawa termasuk yang paling diminati sebagai burung kicau. Bila di alam sulit dilihat, tapi di sangkar masih ada,” terangnya, Rabu (27/8/2025).
Cucak rawa tergolong yang lambat perkembangbiakannya. Jenis ini hidup soliter atau tidak berkelompok, sangat agresif mempertahankan teritorialnya. Selain terancam punah di alam, jenis ini juga sulit berkembang di sangkar kecil, karena dipelihara untuk didengarkan kicauanya saja.
“Untuk berkembang biak tentu harus ada pasangannya, ini penting.”

Jochen Menner, kurator di Prigen Conservation Breeding Ark (PCBA), kawasan Taman Safari Indonesia-Prigen, Pasuruan, mengatakan ada juga burung terancam punah yang kurang diperhatikan.
Kacamata wangi-wangi (Zosterops paruhbesar) dari Wakatobi, Sulawesi Tenggara, merupakan burung liar yang kurang dikenal masyarakat, karena digambarkan sebagai spesies baru dan endemik di Pulau Wangi-wangi. Burung ini bisa hilang di alam bila tidak ada upaya bersama untuk melestarikannya.
“Belum banyak lembaga konservasi yang tertarik dan memperhatikan, meski jumlahnya di alam sangat terbatas,” terangnya, Rabu (27/8/2025).
Pengembangbiakan juga dilakukan PCBA untuk jalak suren (Sturnus contra). Pada November 2022, PCBA melepasliarkan 40 individu di kawasan hutan TSI Prigen seluas 300 hektar. Jalak suren sudah sulit dijumpai di alam, karena banyak diburu dan diperjualbelikan. Ironisnya, jenis ini jumlahnya banyak di penangkaran komersial atau di kandang peliharaan.
“Di Jawa ada 1,1 juta individu jalak suren di kandang peliharaan pribadi maupun di penangkaran komersial, tapi sulit ditemukan di alam,” imbuhnya.
Ada juga murai batu maratua atau dikenal maratua shama (Copsychus barbouri), dari kepulauan Maratua, Kalimantan Timur. Burung yang termasuk sub-spesies murai batu ini terancam punah di alam sehingga perlu diselamatkan. Selain itu, terdapat murai batu medan, murai batu kangean, dan ekek geling jawa yang perlu diperhatikan serius.
“Fenomena silent forest atau hutan sunyi, menjadi bukti berkurangnya spesies burung di alam liar,” tegasnya.
*****
Nasib Jalak Suren, Diburu di Alam Liar untuk Diperlombakan Sebagai Burung Kicau