- Dalam beberapa waktu ke depan, jika membuang sampah sembarangan di Palembang akan didenda Rp50 juta atau dipenjara tiga bulan. Guna melacak warga yang sering membuang sampah sembarangan, pemerintah Palembang akan memasang puluhan CCTV.
- Selain memantau warga yang sembarangan membuang sampah, pemerintah Palembang juga mengelola sampah menjadi listrik dan meminta pelaku usaha membatasi penggunaan plastik.
- Pemerintah Palembang diharapkan dalam menanggulangi sampah plastik, bukan hanya mengeluarkan kebijakan, juga membangun tradisi atau kesadaran mengurangi sampah plastik.
- Anak-anak Sungai Musi harus diperhatikan dalam mengatasi sampah. Sebab, banyak anak Sungai Musi di Palembang diperlakukan seperti bak sampah oleh masyarakat.
Dalam beberapa waktu mendatang, warga Palembang, Sumatera Selatan, harus berpikir ulang untuk membuang sampah sembarangan. Sebab, puluhan CCTV (Closed Circuit Television) dipasang pada sejumlah titik. Jika seseorang terekam membuang sampah sembarangan, akan terkena sanksi denda Rp50 juta atau penjara tiga bulan.
“Pemasangan CCTV tersebut gunanya untuk menegakkan Perda (Peraturan Daerah) Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga,” kata Ratu Dewa, Walikota Palembang, dalam sebuah acara podcast, awal Juni 2025.
Tujuan utamanya bukan untuk menghukum.
“Tapi, sebagai edukasi, sosialisasi, dan meningkatkan kedisiplinan masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan. CCTV juga untuk menjaga keamanan Kota Palembang,” jelas Ratu Dewa.
Kota Palembang yang luasnya 40.060 hektar dengan penduduk sekitar 1,8 juta jiwa, seperti kota besar lainnya di Indonesia, memiliki persoalan sampah. Saat ini, rata-rata sampah yang dihasilkan Palembang sekitar 1,2 ribu ton per hari atau 14,4 ribu ton per tahun. Bahkan, saat Hari Raya Idul Fitri sampah dapat meningkat hingga 1,6 ribu ton.
Guna mengelola sampah, pemerintah Palembang menyediakan 83 bank sampah yang tersebar di 18 kecamatan, 136 unit mobil pengangkut sampah, serta 1.200 petugas kebersihan, yang bekerja setiap hari. Seribuan ton sampah itu dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) seperti TPA Sukawinatan di Kecamatan Sukarami dan TPA Karyajaya di Kecamatan Kertapati.
Pemerintah Palembang pun berencana membangun Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di Keramasan, Kecamatan Kertapati, Palembang.
“Tujuan proyek ini bukan hanya mengurangi timbunan sampah, juga menghasilkan listrik yang bermanfaat bagi masyarakat,” kata Ratu Dewa.
Menteri Lingkungan Hidup RI Hanif Faisol Nurofiq, beberapa waktu lalu, bersama Ratu Dewa sempat mengunjungi lokasi proyek tersebut, dan memberikan sejumlah masukan.

Selama belasan tahun, sampah menjadi persoalan di Palembang. Selain sebagai sumber penyakit, menghasilkan aroma tak sedap, merusak pemandangan, juga menyebabkan sebagian besar Palembang mengalami banjir setiap kali musim penghujan. Banjir di Palembang, selain dampak dari perubahaan bentang alam, seperti kawasan rawa ditimbun dijadikan permukiman dan perkantoran, juga tumpukan sampah menyumbat aliran sungai dan parit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) bersama Telapak Sumatera Selatan dan Spora pada 2022 lalu, dalam 100 liter air Sungai Musi ditemukan 355 partikel mikroplastik. Mikroplastik yang dominan adalah jenis fiber atau benang-benang (80 persen) serta fragmen, filamen, dan granula.
Air Sungai Musi juga memiliki kadar polutan tinggi, seperti logam berat mangan sebesar 0,2 ppm, dan tembaga sebesar 0,06 ppm (standar maksimalnya 0,03 ppm per liter). Kadar klorin dan fosfat juga tinggi. Klorin sebesar 0,16 mg dan kadar fosfat mencapai 0,59 mg (standar maksimal 0,03 mg per liter).
Untuk mengurangi sampah, khusus plastik, pemerintah Palembang telah membatasi penggunaan kantong plastik bagi para pelaku usaha. Kebijakan ini berlaku sejak awal Januari 2025. Dasarnya, Surat Edaran Pemerintah Kota Palembang Nomor 39 Tahun 2024, yang sudah disebarluaskan pada 20 Desember 2024.

Kesadaran lingkungan
Yuliusman, Direktur Eksekutif Daerah Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Sumatera Selatan, mengapresiasi upaya pemerintah Palembang mengatasi persoalan sampah.
“Semoga semua peraturan atau kebijakan tersebut dapat mendorong kesadaran masyarakat dan pelaku usaha untuk mengatasi persoalan sampah dan meningkatkan kepedulian lingkungan,” jelasnya, Kamis (4/6/2025).
Terkait ancaman denda Rp50 juta atau penjara tiga bulan jika terbukti membuang sampah sembarangan, tentunya akan membuat sejumlah warga Palembang terkejut.
“Kalau tidak dihukum berat, mungkin Palembang sulit untuk bersih. Hampir setiap permukiman masih banyak ditemukan sampah, terutama di sungai dan parit,” kata Kemas Prima, warga 5 Ulu Palembang.
“Jika aturan dijalankan, saya pikir orang tidak akan lagi membuang sampah sembarangan,” kata Hariadi, warga Plaju Ulu Palembang.

Anak Sungai Musi
Ryllian Chandra, akademisi dan peneliti kebijakan tata kelola air dari FISIP UIN (Universitas Islam Negeri) Raden Fatah Palembang, berharap CCTV yang akan dipasang pemerintah Palembang, sebaiknya fokus pada sejumlah anak Sungai Musi.
Beberapa anak Sungai Musi yang harus dipantau, misalnya Sungai Aur, Sungai Bendung, dan Sungai Sekanak.
“Sungai-sungai tersebut dipenuhi sampah, yang membuat sungai menjadi dangkal dan akibatnya wilayah sekitar sungai tersebut mengalami banjir di musim penghujan.”
Saat ini, anak Sungai Musi di Palembang tersisa 95. Di masa pemerintahan Hindia Belanda, tahun 1930-an, tercatat 316 anak Sungai Musi. Penyebab berkurang adalah dugaan akibat pembangunan infrastruktur, seperti jalan, rumah, dan lainnya.
“Jika sampah-sampah terus menimbun anak-anak sungai di Palembang, bukan tidak mungkin kita akan kembali kehilangan anak Sungai Musi,” tegasnya.
*****
Dampak Mengerikan Sampah Plastik: Ekosistem Hancur, Manusia Terancam