- Paus Rice (Balaenoptera ricei) adalah spesies paus balin terbaru yang baru diakui pada 2021 setelah ditemukan di Florida, namun kini hanya tersisa sekitar 50 individu di alam liar dan berstatus kritis.
- Spesies ini hidup menetap di Teluk Meksiko, memiliki habitat sangat sempit, dan terancam oleh tumpahan minyak, tabrakan kapal, kebisingan bawah laut, serta aktivitas industri minyak dan perikanan.
- Upaya konservasi berjalan lambat karena tarik-menarik kepentingan ekonomi dan lingkungan, sementara ilmuwan memperingatkan spesies ini bisa punah dalam waktu kurang dari 50 tahun jika tidak ada perlindungan kuat.
Seekor paus sepanjang sebelas meter terdampar di pantai Florida pada Januari 2019. Bagi warga setempat, kejadian itu tampak biasa. Namun bagi ilmuwan kelautan, temuan tersebut menjadi awal dari penemuan besar. Paus yang tampak seperti Bryde’s whale ini ternyata menyimpan rahasia penting tentang keanekaragaman laut dalam. Setelah kerangkanya dibawa ke Smithsonian National Museum of Natural History, para peneliti melakukan serangkaian pemeriksaan morfologi dan uji genetik. Hasilnya mengejutkan. Ciri tulang tengkorak dan kode genetiknya berbeda dari semua spesies paus yang pernah dikenal.
Proses analisis memakan waktu hampir dua tahun, melibatkan kolaborasi para ahli mamalia laut dari Amerika Serikat dan beberapa negara lain. Dari sana terungkap bahwa paus yang semula dikira populasi lokal Bryde’s whale sebenarnya adalah spesies baru. Pada 2021, spesies ini resmi dinamai Paus Rice atau Balaenoptera ricei. Nama tersebut diambil dari Dale W. Rice, ilmuwan yang sejak 1960-an telah mencatat kejanggalan dalam populasi paus Teluk Meksiko dan menduga ada sesuatu yang berbeda.
Penemuan ini menjadi tonggak penting dalam biologi laut modern. Untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, dunia sains mengenali spesies paus baru. Namun euforia penemuan itu tak berlangsung lama. Data lapangan menunjukkan bahwa populasi Paus Rice hanya sekitar 50 individu di alam liar. Artinya, spesies yang baru saja diakui eksistensinya sudah berada di ambang kepunahan, menjadikannya paus paling langka di dunia dan salah satu mamalia laut paling terancam saat ini.
Paus yang Hidup di Laut yang Sama Sepanjang Tahun
Paus Rice adalah satu-satunya spesies paus balin yang hidup menetap sepanjang tahun di Teluk Meksiko. Tidak seperti paus lain yang bermigrasi, Paus Rice hanya ditemukan di area sempit di timur laut teluk, di zona lereng benua dengan kedalaman 100 hingga 400 meter. Kajian NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), AS, menunjukkan bahwa wilayah hidup mereka hanya mencakup sekitar 36 ribu kilometer persegi, kawasan kecil bagi makhluk laut sebesar ini.

Tubuh Paus Rice ramping, berwarna abu-abu gelap di bagian atas dan lebih pucat di bagian bawah. Kepala besar dengan tiga punggungan di depan lubang sembur menjadi ciri khas yang membedakannya dari Bryde’s whale. Betina dewasa dapat mencapai panjang 12,6 meter, sementara jantan sekitar 11 meter. Dengan jumlah yang sangat sedikit dan distribusi terbatas, setiap individu memiliki peran penting dalam keberlangsungan spesiesnya.
Penelitian perilaku menunjukkan paus ini aktif menyelam dalam pada siang hari dan berenang di dekat permukaan pada malam hari. Pola ini mengindikasikan mereka berburu ikan di kedalaman laut saat siang, lalu berpindah atau beristirahat di malam hari. Namun kebiasaan muncul di permukaan malam hari juga membuat mereka rentan bertabrakan dengan kapal yang melintas di jalur pelayaran utama.
Suara yang Menjadi Petunjuk Keberadaan
Paus Rice dikenal memiliki suara khas yang berbeda dari spesies lain. Mereka menghasilkan panggilan panjang berdurasi 20 hingga 27 detik dengan frekuensi rendah, mirip rintihan yang bergema di dasar laut. Setiap individu rata-rata mengeluarkan sekitar 22 panggilan per hari. Suara ini digunakan untuk berkomunikasi antarindividu sekaligus sebagai alat ilmuwan untuk mendeteksi keberadaan mereka di laut tanpa perlu melihat langsung.
Rekaman akustik yang dipasang di dasar laut menemukan suara Paus Rice tidak hanya di timur laut Teluk Meksiko, tetapi juga di bagian barat yang lebih dalam. Temuan ini memberi harapan bahwa jangkauan spesies ini mungkin lebih luas dari perkiraan sebelumnya. Namun hingga kini belum ada bukti pasti tentang lokasi berkembang biak, musim kawin, atau tingkat kelahiran. Kurangnya data dasar seperti ini menjadi tantangan besar bagi upaya konservasi.

Meski baru dikenali sebagai spesies, Paus Rice sudah hidup di bawah ancaman yang berat. Habitat utamanya berada di wilayah yang sama dengan jalur industri minyak, gas, pelayaran, dan perikanan komersial. Aktivitas ini menghadirkan risiko besar: kebisingan bawah laut dari survei seismik, tabrakan kapal, pencemaran minyak, hingga alat tangkap ikan yang tertinggal dan bisa menjerat paus.
Salah satu peristiwa paling mematikan adalah tumpahan minyak Deepwater Horizon pada 2010. Peristiwa ini mencemari lebih dari 180 ribu kilometer persegi laut Teluk Meksiko. Penelitian NOAA memperkirakan sekitar 17 hingga 22 persen populasi Paus Rice mati akibat paparan minyak. Kerusakan itu bukan hanya membunuh individu, tetapi juga mengganggu kemampuan paus bertahan dan bereproduksi selama bertahun-tahun setelah kejadian.
Ancaman lain datang dari lalu lintas kapal yang padat. Karena sering berenang di dekat permukaan pada malam hari, Paus Rice berisiko tinggi tertabrak kapal besar. Satu kecelakaan saja bisa menjadi kehilangan besar bagi spesies yang hanya berjumlah puluhan ekor. Kebisingan dari mesin dan sonar juga mengganggu komunikasi mereka, membuat paus sulit berkoordinasi atau mencari pasangan.
Upaya Perlindungan yang Lambat
Paus Rice sudah tercantum sebagai spesies Critically Endangered di daftar IUCN. Pemerintah Amerika Serikat melindunginya melalui Endangered Species Act dan Marine Mammal Protection Act. Namun penerapan kebijakan konservasi di lapangan masih jauh dari ideal. Hingga kini, kawasan habitat kritis Paus Rice belum ditetapkan secara resmi. Proses penetapan yang semestinya selesai pada 2025 ditunda hingga 2027 setelah gugatan dari industri energi.

Penundaan ini menimbulkan kritik keras dari kelompok konservasi yang menilai pemerintah terlalu lamban merespons ancaman kepunahan. Sementara itu, perusahaan minyak berargumen bahwa pembatasan baru akan mengganggu kegiatan produksi dan menyebabkan kerugian ekonomi besar. Di tengah tarik-menarik kepentingan ini, kondisi Paus Rice tidak banyak berubah.
NOAA Fisheries saat ini mengembangkan recovery plan untuk spesies ini. Upayanya mencakup pembatasan kecepatan kapal di habitat utama, pemantauan suara bawah laut untuk mendeteksi populasi, serta pengawasan terhadap aktivitas seismik. Teknologi baru seperti environmental DNA juga mulai digunakan untuk melacak keberadaan paus dari jejak genetik yang tertinggal di air laut. Pendekatan ini dinilai efisien karena Paus Rice jarang terlihat langsung.
Simbol Krisis Laut Teluk Meksiko
Bagi para ilmuwan, masa depan Paus Rice masih suram. Dengan populasi kurang dari 50 ekor, satu bencana lokal bisa menghapus setengah spesies dalam waktu singkat. Jeremy Kiszka, ahli biologi laut dari Florida International University, mengatakan bahwa ia tidak yakin spesies ini akan bertahan 50 tahun ke depan.
Namun Paus Rice bukan hanya simbol kepunahan. Spesies ini juga menjadi pengingat bahwa manusia baru memahami sebagian kecil dari kehidupan laut. Dalam satu dekade terakhir, sains berhasil menemukan paus baru, tetapi sekaligus menyadari bahwa paus itu mungkin akan hilang dalam waktu kita sendiri. Kondisi ini memperlihatkan betapa rapuhnya keseimbangan ekosistem laut.

Menyelamatkan Paus Rice bukan sekadar melindungi satu jenis paus. Upaya ini mencerminkan komitmen untuk menjaga kesehatan seluruh Teluk Meksiko, wilayah yang menjadi rumah bagi ribuan spesies ikan, lumba-lumba, penyu, dan burung laut. Perlindungan yang kuat bagi paus berarti perlindungan bagi seluruh rantai kehidupan di bawah permukaan laut.
Jika tidak ada tindakan cepat dan tegas, Paus Rice bisa menjadi spesies paus pertama yang punah di abad ke-21. Dari paus yang baru dikenal dunia, ia bisa segera menjadi paus yang hanya tersisa di catatan ilmiah. Sebuah peringatan keras tentang bagaimana keterlambatan manusia dalam bertindak bisa membuat kita kehilangan keajaiban laut yang baru saja kita temukan.