- Perusahaan nikel, PT Gag Nikel (GN) kembali beroperasi setelah sempat setop awal Juni lalu lantaran mendapat kecaman publik karena mengancam Raja Ampat. Terlebih, industri ekstraktif ini beroperasi di Pulau Gag, Papua Barat Daya yang tergolong pulau kecil, dengan hanya 6.500 hektar.
- Pemerintah menilai, perusahaan yang PT Aneka Tambang (Antam) akuisisi ini telah menjalankan tata kelola tambang yang baik dan perspektif lingkungan. Tim gabungan itu memberikan program penilaian kinerja perusahaan (Proper) hijau (beyond compliance/program unggulan lingkungan).
- Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, pemberian izin dan Proper hijau itu menjadi ancaman bagi keberlanjutan ekologi di Raja Ampat. Bukan tak mungkin, ini bisa menjadi pintu gerbang industri ekstraktif mengeksploitasi Raja Ampat. Pemerintah tidak transparan. Proper hijau itu hanya kriteria saja namun tidak ada transparansi terkait dampak terhadap pembukaan tambangan di Pulau Gag.
- Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), mengatakan, keputusan pemerintah memperlihatkan watak rezim yang sebenarnya. Padahal, sudah jelas ada larangan penambangan di pulau kecil.
Perusahaan nikel, PT Gag Nikel (GN) kembali beroperasi setelah sempat setop awal Juni lalu lantaran mendapat kecaman publik karena mengancam Raja Ampat. Terlebih, industri ekstraktif ini beroperasi di Pulau Gag, Papua Barat Daya yang tergolong pulau kecil, dengan hanya 6.500 hektar.
GN kembali beroperasi pada 3 September setelah mendapat izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), alih-alih mencabut izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan itu.
KESDM berdalih, keputusan ini muncul setelah tim Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) bersama Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan evaluasi di lapangan.
Pemerintah menilai, perusahaan yang PT Aneka Tambang (Antam) akuisisi ini telah menjalankan tata kelola tambang yang baik dan perspektif lingkungan. Tim gabungan itu memberikan program penilaian kinerja perusahaan (Proper) hijau (beyond compliance/program unggulan lingkungan).
“Hijau itu artinya dia sudah comply semua terhadap tata kelola lingkungan, plus pemberdayaan masyarakatnya juga ada,” kata Tri Winarno, Dirjen Minerba KESDM, kepada awak media Senin, (8/9/25).
Sebelumnya, pemerintah mencabut empat izin usaha tambang (IUP) nikel di Raja Ampat, usai memantik kritik publik. Tambang itu beroperasi di pulau-pulau kecil Raja Ampat.
Empat izin tambang yang pemerintah cabut ialah PT Kawai Sejahtera Mining (KSM) seluas 5.922 hektar di Pulau Kawei, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) 2.193 hektar di Pulau Manyaifun Batang Pele. Lalu, PT Anugerah Surya Pratama (ASP) sekitar 1.173 hektar di Pulau Manuran, dan PT Nurham (3.000 hektar) di Yesner Waigeo Timur.
Namun, pemerintah tidak mencabut IUP GN, hanya pengawasan ketat, dengan alasan sudah eksplorasi tambang di Raja Ampat sejak 1972 dan pemegang kontrak karya generasi VII 1998 seluas 13.136 hektar.
Data KESDM, GN mengajukan RKAB 3 juta wet metric ton (WMT) tahun 2024 dan 3 juta WMT pada 2025 dan 2026.
Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, langkah ini merupakan pengabaian langsung terhadap ekosistem laut Raja Ampat yang menjadi rumah dari 75% spesies terumbu karang dunia.
Dia bilang, Raja Ampat bukan sekadar harta nasional, juga warisan dunia. Apalagi, Pulau Gag, masuk dalam kawasan hutan lindung.
“Ini akan merusak masa depan ekosistem terumbu karang yang kaya di Raja Ampat, yang menjadi sumber pangan dan penghidupan jutaan orang sekaligus kebanggaan Indonesia,” kata Rio, sapaan akrabnya.
Pemberian izin tambang itu, katanya, menunjukkan keserakahan pemerintah dan korporasi, yang menempatkan perlindungan lingkungan dan hak asasi manusia di bawah keuntungan ekstraktif jangka pendek.
“Suara masyarakat adat dan komunitas lokal, serta besarnya seruan #SaveRajaAmpat di publik nasional yang menolak tambang di Raja Ampat seharusnya tidak boleh diabaikan.”
Dia menilai, pemerintah seakan tidak punya jalan lain untuk meningkatkan perekonomian sehingga harus industri ekstraktif. Hal ini menunjukkan imajinasi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto miskin dalam membangun ekonomi Indonesia yang adil dan berkelanjutan.
“Ini adalah bentuk pengkhianatan pemerintah terhadap komitmen iklim Indonesia, sekaligus memperdalam krisis ekologis yang sudah mengancam negeri ini.”
Greenpeace, bersama lebih 60.000 orang yang menandatangani petisi, berkomitmen terus melawan segala bentuk operasi tambang di Raja Ampat.
Mereka mendesak pemerintah segera mencabut izin GN dan menghentikan semua rencana penambangan nikel dan pembangunan smelter di Sorong maupun Raja Ampat.
Dia bilang, melindungi Raja Ampat berarti melindungi kehidupan, bagi rakyat Papua, Indonesia, dan dunia.
Menurut Rio, tak ada nikel yang sepadan dengan kehancuran ekosistem Raja Ampat sebagai surga terakhir di bumi.

Bahaya kehancuran
Rio mengatakan, pemberian izin dan Proper hijau itu menjadi ancaman bagi keberlanjutan ekologi di Raja Ampat. Bukan tak mungkin, ini bisa menjadi pintu gerbang industri ekstraktif mengeksploitasi Raja Ampat.
Pemerintah pun, katanya, tidak transparan. Proper hijau itu hanya kriteria saja namun tidak ada transparansi terkait dampak terhadap pembukaan tambangan di Pulau Gag.
“Harus ada audit menyeluruhkan soal itu. Itu harus diketahui publik, bukan hanya status Proper,”
Apalagi, sifat tambang sudah merusak lingkungan dan tidak bisa mengembalikan ekosistem seperti semula. Analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di ketika pulau itu membabat lebih 500 hektar hutan dan vegetasi alami khas.
Sejumlah dokumentasi pun menunjukkan ada limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir. Ia bisa merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat–akibat pembabatan hutan dan pengerukan tanah.
Selain Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, pulau kecil lain di Raja Ampat yang terancam ialah Batang Pele dan Manyaifun. Kedua pulau yang bersebelahan ini berjarak kurang lebih 30 kilometer dari Piaynemo, gugusan bukit karst yang gambarnya terpampang di uang pecahan Rp100.000.
“Apalagi kan tambang nikel sifatnya open-pit mining dan itu statusnya masih hutan lindung. ya, jadi belum berubah juga, statusnya masih tetap hutan lindung.”
Open-pit mining atau penambangan terbuka adalah metode penambangan permukaan untuk mengekstraksi mineral yang terletak dekat dengan permukaan tanah. Caranya, dengan menggali lubang besar dan bertingkat hingga mencapai deposit bijih.
Metode ini umum karena relatif lebih murah, efisien untuk produksi besar, dan memiliki risiko keselamatan lebih rendah daripada penambangan bawah tanah.
Meskipun menimbulkan dampak lingkungan signifikan seperti polusi udara dan kerusakan lahan dan ekosistem laut dari aktivitas hilir mudik kapal tongkang dan pencemaran limbah.
“Seharusnya, izinnya dicabut juga. Karena kerentanannya sepanjang ini, pulau kecil dan ditambang dengan open pit mining itu gak masuk dalam daya dukung dan daya tampung pulau itu.”
Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup (LH) berdalih, tak ada larangan penambangan di pulau kecil, seperti Pulau Gag. Dalam penafsiran dia terhadap UU Nomor 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K), penambangan di pulau kecil boleh asal tidak merusak lingkungan.
GN, kata Hanif, tidak terbukti merusak lingkungan terbukti dengan peringkat Proper hijau.
“Bukan tidak boleh [menambang di pulau kecil], kalau itu kan sering di Undang-undang pulau-pulau kecil, itu dilarang bila mana merusak lingkungan,” katanya mencari alasan.
Meski begitu, dia mengklaim akan memperketat pengawasan. Mereka akan tingkatkan intensitas kunjungan ke GN.
“Jadi arahan Bapak Presiden, meskipun kita tidak cabut Gag, tetapi pengawasannya harus berlapis-lapis.”

Pembangkangan hukum
Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), mengatakan, keputusan pemerintah memperlihatkan watak rezim yang sebenarnya.
Padahal, sudah jelas ada larangan penambangan di pulau kecil.
Berdasarkan UU Nomor 1/2014 (UU 1/2014) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K) dan makin kuat lagi dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023.
Aturan ini, tegas melarang pertambangan di pulau-pulau kecil dengan luas kurang 2.000 km².
“Tambang di pulau kecil masuk ke kategori abnormally dangerous activity. MK menyatakan, mestinya larangan tersebut bersifat mutlak. Tidak bisa dimultitafsir. Ini adalah bentuk pembangkangan kabinet di pemerintahan baru ini.”
Dia bilang, pernyataan Hanif soal menambang di pulau kecil tidak dilarang bila tak merusak lingkungan keliru. Pemberian Proper hijau juga menunjukkan pemerintah bukan hadir untuk menjaga keberlangsungan lingkungan hidup dan melayani masyarakat.
“Memang untuk melayani kebutuhan industri tambang yang sangat rakus. Sehingga sertifikasi itu menjadi alat legitimasi pada akhirnya. Bukan menjadi alat yang seharusnya menjadi batasan yang ditaati bersama.”
Dia mengkritik KKP tidak tegas menjalankan UU PWP3K yang menjadi kewenangannya. Seharusnya, dengan UU itu KKP bisa menjaga laut, pesisir dan isinya.
“Mestinya KKP. Logikanya, menjaga ikan, menjaga laut agar tetap bersih. Menjaga pesisir dan pulau kecil menjadi kewenangan.”

*****