- Studi DNA pada 302 anjing liar Chernobyl mengungkap bahwa populasi anjing yang hidup di dalam kawasan reaktor kini menunjukkan perbedaan genetik yang jelas dibandingkan dengan populasi anjing di luar zona radiasi tinggi.
- Sebagian anjing bahkan mampu hidup dan berkembang biak di tengah lingkungan ekstrem di dalam kompleks reaktor—area yang tercatat memiliki tingkat radiasi hingga 400 kali lebih tinggi dibandingkan wilayah Kota Chernobyl.
- Sebanyak 77 persen anjing yang dianalisis ternyata termasuk dalam jaringan 15 keluarga besar, yang kini menjadi fokus utama bagi para ilmuwan dalam memahami efek jangka panjang paparan radiasi nuklir terhadap evolusi mamalia besar.
Hampir empat dekade telah berlalu sejak reaktor nuklir Chernobyl meledak, melontarkan awan radioaktif ke langit Eropa dan menciptakan salah satu zona terkontaminasi terbesar di muka bumi. Hingga hari ini, sebagian besar kawasan di sekitar Chernobyl Nuclear Power Plant (CNPP) tetap kosong dari pemukiman manusia permanen.
Namun, alam ternyata jauh lebih ulet. Seiring waktu, berbagai spesies mulai kembali menghuni Zona Eksklusi Chernobyl (CEZ). Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah populasi anjing-anjing liar yang kini hidup dan berkembang biak di dalam dan sekitar kawasan tersebut.
Anjing-anjing ini adalah keturunan langsung dari hewan peliharaan yang ditinggalkan pemiliknya saat evakuasi massal tahun 1986. Seiring berjalannya waktu, mereka telah membangun koloni yang beradaptasi dengan salah satu lingkungan paling ekstrem di dunia.
Kini, sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Science Advances menawarkan pandangan yang lebih dalam tentang bagaimana anjing-anjing ini bukan hanya bertahan, tetapi juga mulai menunjukkan tanda-tanda evolusi genetik yang unik.
Baca juga: Ledakan Reaktor Nuklir 1986: Jamur Hitam Ini Bertahan di Chernobyl
Anjing di Tengah Radiasi Nuklir
Dalam penelitian tersebut, tim ilmuwan dari University of South Carolina dan National Human Genome Research Institute menganalisis DNA dari 302 anjing liar yang hidup di berbagai lokasi di dalam dan sekitar Chernobyl Nuclear Power Plant (CNPP).
Menariknya, sebagian anjing ini tidak hanya berkeliaran di sekitar zona eksklusi. Mereka benar-benar hidup dan berkembang biak di dalam fasilitas reaktor itu sendiri, termasuk di fasilitas penyimpanan bahan bakar bekas (ISF2) dan stasiun kereta Semikhody — area dengan tingkat radiasi yang mencapai 10 hingga 400 kali lebih tinggi dibandingkan Kota Chernobyl yang berjarak sekitar 15 km. “Ini adalah kesempatan langka untuk melihat bagaimana mamalia besar beradaptasi dengan paparan radiasi jangka panjang,” kata Elaine Ostrander, pakar genomik anjing dari National Human Genome Research Institute, di dalam penelitiannya.

Hasil studi menunjukkan bahwa anjing-anjing yang hidup di dalam CNPP kini telah membentuk populasi yang secara genetik berbeda dari populasi anjing yang hidup di Kota Chernobyl. Perbedaan ini bukan hanya sekadar variasi biasa, melainkan perbedaan yang mencerminkan tekanan lingkungan yang ekstrem.
Anjing-anjing di CNPP menunjukkan tingkat keanekaragaman genetik yang lebih rendah (heterozygositas), yang dapat mengindikasikan inbreeding akibat populasi yang relatif kecil dan terisolasi, atau adaptasi terhadap tekanan seleksi lingkungan, termasuk paparan radiasi.
Lebih menarik lagi, para ilmuwan menemukan bahwa lebih dari 77 persen anjing yang diteliti merupakan bagian dari 15 keluarga besar. Salah satu keluarga bahkan terdiri dari lebih dari 160 individu yang tersebar di berbagai lokasi dalam zona radiasi tinggi. Ini menunjukkan bahwa bukan hanya beberapa individu yang mampu bertahan, melainkan garis keturunan utuh yang telah berhasil berkembang biak di bawah kondisi yang bagi sebagian besar makhluk hidup dianggap mematikan.
Baca juga: Pembangkit Nuklir, Para Pihak Ingatkan Risiko bagi Manusia dan Alam
Jejak Genetik yang Unik
Bagaimana anjing-anjing ini bisa bertahan? Salah satu kunci jawaban mungkin terletak pada haplotipe leluhur yang terdeteksi dalam DNA mereka.
Para peneliti menemukan bahwa anjing-anjing CNPP memiliki haplotipe yang diwariskan dari ras-ras seperti German Shepherd. Haplotipe-haplotipe ini kini menjadi target penting dalam studi lanjutan untuk mengungkap apakah paparan radiasi selama puluhan tahun telah meninggalkan “luka genetik” atau justru memicu adaptasi yang memperkuat ketahanan. “Apa mereka telah memperoleh mutasi yang memungkinkan mereka bertahan hidup dan berkembang biak di wilayah ini?” kata Elaine Ostrander, pakar genomik anjing di National Human Genome Research Institute, seperti dikutip oleh The New York Times.

“Tantangan apa yang mereka hadapi, dan bagaimana mereka menyesuaikan diri secara genetik?” lanjutnya.
Sementara itu, anjing-anjing liar di Kota Chernobyl justru menunjukkan campuran DNA dari berbagai ras modern, yang kemungkinan diperoleh dari introduksi anjing peliharaan baru oleh pekerja, wisatawan, atau penduduk yang secara terbatas kembali ke kawasan tersebut.
Perbedaan ini membuka peluang bagi peneliti untuk membandingkan efek paparan radiasi kronis terhadap dua populasi yang berdekatan namun mengalami sejarah genetik yang berbeda.
Bertahan dan Berkembang Menjadi Populasi Stabil
Salah satu aspek yang membuat populasi anjing CNPP begitu menarik adalah bahwa mereka kemungkinan merupakan keturunan langsung dari anjing-anjing peliharaan yang berhasil lolos dari upaya pemusnahan yang dilakukan segera setelah bencana.
Selama beberapa dekade terakhir, anjing-anjing ini tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang menjadi populasi yang stabil. Beberapa di antara mereka bahkan hidup di lingkungan dengan tingkat radiasi yang konstan, sebuah skenario yang memberikan laboratorium alami yang unik bagi para ilmuwan yang ingin memahami bagaimana radiasi memengaruhi mamalia besar.
Penelitian ini menjadi langkah awal penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mungkin terlibat dalam toleransi radiasi. Jika adaptasi semacam ini memang terjadi, pemahaman kita tentang resiliensi biologis bisa berkembang jauh melampaui apa yang kita ketahui saat ini.

Meski temuan ini sangat menarik, para peneliti menekankan bahwa masih banyak pertanyaan yang harus dijawab. Apakah perubahan genetik yang terdeteksi benar-benar merupakan hasil seleksi alam akibat radiasi, ataukah lebih dipengaruhi oleh struktur populasi kecil dan isolasi? Jawaban atas pertanyaan ini memerlukan studi lebih lanjut, termasuk analisis jejak “luka genetik” pada haplotipe yang telah terpapar radiasi selama puluhan tahun.
“Anjing-anjing Chernobyl memberi kami peluang luar biasa untuk memahami bagaimana paparan radiasi jangka panjang memengaruhi populasi mamalia besar secara genetik,” kata Gabriella Spatola, peneliti utama studi ini dari University of South Carolina.
Namun, yang jelas, anjing-anjing Chernobyl kini menjadi model unik untuk memahami bagaimana spesies mamalia dapat bertahan — dan mungkin berevolusi — dalam lingkungan yang sangat berbahaya.