- Ilmuwan menemukan Sukunaarchaeum mirabile, mikroba laut yang hidup di batas antara makhluk hidup dan tidak hidup karena hanya mampu menggandakan diri tapi tak bisa membuat energi sendiri.
- Genomnya sangat kecil, hanya 238.000 pasangan basa DNA, separuh lebih kecil dari archaea terkecil yang pernah dikenal, sehingga membuatnya bergantung sepenuhnya pada inang.
- Penemuan ini menantang definisi kehidupan, memberi petunjuk baru tentang evolusi awal, dan membuka peluang menemukan makhluk serupa di Bumi maupun di luar angkasa.
Biasanya, kita merasa yakin bisa membedakan antara yang hidup dan yang tidak. Tumbuhan tumbuh dan bernapas, hewan bergerak dan berkembang biak, sementara batu tetap menjadi benda mati. Sejak kecil, kita diajari bahwa kehidupan memiliki tanda-tanda tertentu—kemampuan untuk tumbuh, memperbaiki diri, menghasilkan energi, dan berkembang biak.
Di sekolah, kita belajar bahwa sel bekerja seperti pabrik rumit. Ada bagian yang menyalin informasi genetik, ada yang memproduksi protein, ada pula yang mengatur aliran energi. Semua proses itu berjalan terus-menerus agar kehidupan bisa berlangsung. Sementara itu, benda mati tidak punya aktivitas semacam ini.
Namun, sebuah penemuan baru menunjukkan bahwa alam semesta jauh lebih rumit dari dugaan kita. Ternyata, ada makhluk yang tidak bisa sepenuhnya kita masukkan ke dalam kotak definisi “hidup” atau “tidak hidup.” Ia memiliki sebagian kemampuan makhluk hidup, tetapi kehilangan banyak fungsi penting lainnya.

Para ilmuwan dari Kanada dan Jepang menemukan organisme mikroskopis yang membuat batas antara “hidup” dan “tidak hidup” menjadi kabur. Makhluk mungil ini dinamai Sukunaarchaeum mirabile, nama yang terdengar asing, namun kini mulai menjadi bahan pembicaraan di kalangan ilmuwan biologi. Penemuan ini bukan sekadar tambahan di daftar panjang mikroba laut. Ia menjadi perdebatan besar: apakah sesuatu yang tak bisa hidup mandiri tetap pantas disebut makhluk hidup?
Baca juga: 2 Milyar Tahun Terperangkap Dalam Batu, Mikroba Ini Masih Hidup
Campuran Aneh Antara Sel dan Virus
Sukunaarchaeum pertama kali terdeteksi saat para peneliti meneliti DNA plankton laut bernama Citharistes regius. Saat mereka memeriksa potongan DNA yang tak dikenal dalam sampel tersebut, mereka sadar bahwa mereka sedang berhadapan dengan sesuatu yang benar-benar baru.
Ukuran gennya sangat kecil, hanya 238.000 pasangan basa DNA, lebih kecil dari separuh ukuran genom archaea terkecil yang pernah tercatat sebelumnya. Dengan gen sekecil itu, Sukunaarchaeum hanya memiliki seperangkat instruksi terbatas untuk satu tujuan utama: menggandakan dirinya sendiri.

Meski begitu, makhluk ini masih menyimpan gen penting untuk membuat ribosom dan RNA, alat yang dibutuhkan untuk memproduksi protein. Virus pada umumnya tak punya kemampuan itu. Karena itu, Sukunaarchaeum tidak bisa dikategorikan murni sebagai virus, tapi juga tidak sepenuhnya sel yang mandiri. Ia hidup dalam “zona abu-abu” yang belum pernah dijelajahi sebelumnya.
Baca juga: Mikrobioma, Mahluk Tak Kasat Mata yang Jadi Harapan Pemulihan Dunia
Ketergantungan Metabolik Ekstrem
Salah satu hal yang paling mengejutkan dari Sukunaarchaeum adalah betapa sederhananya ia. Para ilmuwan menggambarkan genomnya sebagai “sangat minimalis,” hanya berisi instruksi dasar untuk replikasi DNA, transkripsi, dan translasi. Tidak ada jalur metabolisme atau sistem pengolahan energi yang biasanya dimiliki makhluk hidup.
Ibarat pabrik, Sukunaarchaeum hanya punya mesin fotokopi untuk menyalin cetak biru dirinya, tetapi tidak memiliki ruang produksi, gudang, atau sumber energi sendiri. Untuk semua kebutuhan itu, ia mengandalkan sepenuhnya pada inangnya.
Ketergantungan ekstrem inilah yang membuat para peneliti mempertanyakan ulang apa arti kehidupan itu sendiri. Apakah makhluk yang tak bisa bertahan tanpa menumpang masih bisa disebut hidup?
Baca juga: Mikroba ini Mampu Mengurai Plastik, Awal Revolusi Daur Ulang Limbah?
Menyingkap Rahasia Evolusi Kehidupan
Penemuan ini tak hanya soal mikroba aneh yang tak bisa hidup mandiri. Bagi banyak ilmuwan, Sukunaarchaeum bisa menjadi petunjuk penting tentang bagaimana kehidupan pertama kali berevolusi di Bumi.
Archaea, kelompok tempat Sukunaarchaeum berasal, diyakini sebagai salah satu nenek moyang sel-sel kompleks yang kemudian membentuk tumbuhan, hewan, dan manusia. Namun Sukunaarchaeum justru memperlihatkan arah evolusi yang berbeda: penyederhanaan ekstrem demi bertahan dengan cara hidup parasit.
Menurut para peneliti, makhluk seperti ini menunjukkan bahwa evolusi tidak selalu berarti menjadi lebih rumit. Kadang-kadang, organisme malah berkembang menjadi lebih sederhana, hanya fokus pada satu hal: menggandakan diri.
Keragaman Mikroba Laut dan Hubungan Simbiosis yang Kompleks
Temuan Sukunaarchaeum juga membuka mata kita pada dunia mikroskopis yang jarang diperhatikan. Di lautan, miliaran mikroba saling berinteraksi, membentuk jejaring yang rumit. Beberapa membantu plankton tumbuh, yang lain mungkin bersifat parasit seperti Sukunaarchaeum.
Dengan teknologi baru untuk membaca DNA lingkungan, para ilmuwan kini semakin sering menemukan “makhluk-makhluk misterius” yang selama ini luput dari pengamatan. Mereka menyebutnya sebagai “keanekaragaman tersembunyi” yang sangat penting untuk keseimbangan ekosistem.
Petunjuk Baru tentang Awal Kehidupan dan Potensi Kehidupan Ekstraterestrial
Penelitian Sukunaarchaeum baru saja dimulai, tetapi sudah memunculkan pertanyaan mendalam. Jika makhluk seperti ini berada di perbatasan antara hidup dan tidak hidup, mungkinkah kehidupan di Bumi dulu juga bermula dari bentuk yang mirip?
Selain itu, Sukunaarchaeum juga membuat kita mempertimbangkan ulang bagaimana kita mencari kehidupan di planet lain. Jika kehidupan bisa muncul dalam bentuk yang begitu sederhana dan bergantung, mungkin kita perlu memperluas cara pandang kita saat mencari makhluk asing di luar angkasa.
Penemuan Sukunaarchaeum mirabile mengajarkan satu hal penting: hidup tidak selalu bisa dimasukkan dalam definisi sederhana. Ada makhluk yang tak sepenuhnya hidup, tapi juga tidak bisa dibilang mati.
Referensi:
-
Harada et al. 2025. A cellular entity retaining only its replicative core: Hidden archaeal lineage with an ultra-reduced genome. bioRxiv. DOI: https://doi.org/10.1101/2025.05.02.651781