Bagi Masyarakat Adat Dayak Wehea, di Kabupaten Muara Wahau, Kalimantan Timur, hutan bukan sekadar ruang hidup, tetapi bagian jati diri mereka. Jauh sebelum konsep konservasi menjadi wacana global, masyarakat Wehea telah mempraktikkan perlindungan hutan turun-temurun.
Ledjie Be Leang Song, Ketua Adat Besar Dayak Wehea, menyatakan bahwa keberadaan hutan, tanah, dan seluruh isinya merupakan warisan yang mereka jaga melalui hukum adat yang kuat.
Dalam sistem adat Dayak Wehea, raja memiliki peran sentral menjaga keharmonisan antara manusia dan alam. Ketika raja sudah menetapkan suatu kawasan hutan tidak boleh diganggu, keputusan itu bersifat mutlak, menjadi hukum alam yang tidak boleh dilanggar. Prinsip ini dipegang teguh masyarakat Wehea, hingga hari ini.
“Kami melindungi itu semua, dari tahun 1955, dari kakek kami. Kalau raja sudah bicara, tidak boleh ada yang melanggar. Itu hukum tetap,” ujarnya.
Ledjie menjelaskan, masyarakat Wehea telah memahami sejak lama bahwa tanpa hutan, kehidupan akan hancur —banjir, longsor, dan erosi adalah konsekuensi nyata dari rusaknya alam. Maka dari itu, menjaga hutan bukan hanya untuk kepentingan hari ini, melainkan demi anak cucu dan generasi mendatang.
Dalam pandangan masyarakat Wehea, kekayaan sejati bukanlah harta benda, melainkan keberlanjutan alam.
“Kalau sekarang mengumpulkan harta, pada akhirnya habis juga,” tambahnya. “Sebaliknya, hutan yang lestari akan terus memberi kehidupan jika dijaga dengan baik.”
Yang menarik, kearifan lokal ini juga mencakup hubungan harmonis dengan satwa liar, termasuk orangutan. Bagi mereka, orangutan bukan sekadar satwa dilindungi, tetapi bagian dari kehidupan bersama di hutan. Kolaborasi dengan pihak luar, termasuk para pegiat konservasi, mereka sambut baik selama sejalan dengan nilai-nilai pelestarian yang telah dipegang masyarakat adat selama puluhan tahun.
“Mudah-mudahan ekosistem ini tetap lestari, kita kolaborasi dengan orangutan dan para petugas, itu yang kita mau,” ujarnya.
Jamartin Sihite, CEO Yayasan BOS (BOSF), menjelaskan bahwa konservasi orangutan tidak hanya berbicara tentang penyelamatan spesies.
“Melainkan juga, memulihkan ekosistem, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan menciptakan harmoni antara manusia dengan alam,” terangnya, Rabu (21/5/2025).
Suara Masyarakat Adat Besar Dayak Wehea menjadi pengingat kita bahwa solusi atas krisis iklim dan kerusakan lingkungan yang terjadi, ada pada kearifan masyarakat adat Indonesia.
*****