- Sebuah tim ilmuwan internasional berhasil melakukan pengeboran rekor, mengangkat inti batuan dari kedalaman 1.268 meter dari mantel atas Bumi di dekat situs geologi bawah laut "Kota yang Hilang".
- Analisis batuan menunjukkan adanya perubahan kimiawi akibat reaksi dengan air laut, yang memberikan wawasan baru tentang proses geologis pendukung kehidupan dan petunjuk asal-usulnya.
- Walaupun merupakan sampel mantel terdalam yang pernah ada, misi ini belum menembus lapisan mantel murni di bawah batas kerak bumi, melainkan batuan yang telah berubah akibat aktivitas tektonik.
- Di balik keberhasilan ini, masa depan ekspedisi serupa menjadi tidak pasti karena kapal riset utama yang digunakan akan dipensiunkan akibat pemotongan dana.
Sejak dahulu kala, hasrat untuk menjelajah seolah tak pernah padam dalam diri manusia. Kita telah mendaki puncak gunung tertinggi, menyelami palung samudra terdalam, hingga mengirim wahana ke penjuru tata surya. Namun, salah satu misteri terbesar justru berada tepat di bawah kaki kita: bagian dalam planet Bumi. Dunia yang panas dan bertekanan tinggi ini tersembunyi di balik kerak yang kita pijak, dan sebagian besarnya masih menjadi teka-teki besar sekaligus medan penjelajahan terakhir bagi umat manusia.
Planet kita tersusun atas beberapa lapisan, mirip seperti bawang. Di bagian terluar adalah kerak yang tipis dan rapuh, diikuti oleh mantel yang sangat tebal, lalu inti luar yang cair, dan inti dalam yang padat. Dengan mencakup 84% volume planet, mantel dapat dianggap sebagai mesin geologis raksasa yang terus bergerak, mendorong lempeng tektonik, memicu gempa bumi, dan menjadi sumber magma bagi gunung berapi di permukaan.

Memahami mantel secara langsung adalah kunci untuk membuka rahasia mendasar tentang bagaimana planet kita terbentuk dan berevolusi. Selama lebih dari seabad, para ahli geologi memimpikan ambisi besar: mengebor menembus kerak bumi demi mendapatkan sampel asli dari mantel. Kini, sebuah ekspedisi terobosan telah membawa kita selangkah lebih dekat untuk mewujudkan mimpi itu, meskipun dengan beberapa catatan ilmiah penting yang membuatnya semakin menarik untuk dikaji.
Konteks Geologis dan Lokasi Pengeboran Strategis
Untuk bisa memahami geologi planet kita, mempelajari mantel adalah langkah yang paling mendasar. Biasanya, mantel tersembunyi di bawah kerak bumi yang tebalnya bisa mencapai 70 kilometer. Untungnya, ketebalan kerak tidak seragam. Di Punggungan Tengah Atlantik, aktivitas tektonik telah menyingkap batuan mantel, memberikan “jendela” unik bagi para ilmuwan untuk mengakses lapisan yang seharusnya tidak terjangkau ini.

Di dekat gunung bawah laut bernama Atlantis Massif, terdapat kawasan istimewa yang dijuluki “Kota yang Hilang” atau Lost City. Ini adalah medan hidrotermal di mana cairan basa kaya hidrogen dan metana keluar dari dasar laut. Kondisi kimiawinya yang khas menjadikan Lost City sebagai salah satu lokasi yang diduga menjadi tempat kehidupan pertama di Bumi mungkin bermula. Kawasan ini juga merupakan tempat batuan mantel bertemu langsung dengan air laut lewat proses “serpentinisasi”, yang mengubah struktur batuan dan menjadi fokus utama penelitian ini.
Pelaksanaan Misi dan Hasil Awal yang Mengejutkan
Di lokasi inilah, pada Mei 2023, tim ilmuwan dari International Ocean Discovery Program (IODP) memulai misi bersejarah mereka. Menggunakan kapal riset canggih JOIDES Resolution, mereka berhasil mengangkat inti bor berbentuk silinder sepanjang 1.268 meter, sebuah sampel batuan mantel yang hampir utuh. Penelitian awal dari ekspedisi ini telah diterbitkan di jurnal bergengsi Science.
Analisis awal menunjukkan hasil yang di luar dugaan. Profesor Johan Lissenberg dari Universitas Cardiff menyatakan, “Hasil kami berbeda dari yang kami perkirakan. Kadar mineral piroksen di dalam batuan ini jauh lebih sedikit, dan konsentrasi magnesiumnya sangat tinggi, yang keduanya menunjukkan tingkat pelelehan yang jauh lebih tinggi dari prediksi kami.”

Tim juga menemukan bukti adanya saluran-saluran kuno tempat magma mengalir menuju permukaan. “Kami bisa melacak nasib magma setelah terbentuk dan bergerak ke atas,” tambah Lissenberg. Penemuan ini bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana aktivitas vulkanik di permukaan Bumi dipicu oleh proses di dalam mantel.
Yang paling menarik, sampel inti bor ini bisa memberi titik terang pada misteri asal-usul kehidupan. Interaksi antara olivin, mineral utama dalam batuan mantel ini, dengan air laut, memicu reaksi kimia yang menghasilkan hidrogen, sumber energi vital bagi kehidupan.

Dr. Susan Q Lang, salah satu kepala ilmuwan ekspedisi, menjelaskan relevansinya. “Batuan yang ada di awal sejarah Bumi lebih mirip dengan batuan yang kami ambil dalam ekspedisi ini. Menganalisisnya memberi kami gambaran penting tentang lingkungan kimia dan fisika di masa lalu, yang bisa menyediakan sumber ‘bahan bakar’ dan kondisi ideal secara konsisten dalam rentang waktu geologis yang sangat panjang untuk menjadi tempat bernaung bagi bentuk kehidupan paling awal,” ujarnya.
Penting untuk dicatat, meski ini adalah pengeboran terdalam ke mantel Bumi, ini bukanlah lubang terdalam yang pernah dibuat manusia. Rekor tersebut masih dipegang oleh Kola Superdeep Borehole di Rusia, yang mencapai kedalaman 12.263 meter pada tahun 1980-an, namun karena tebalnya kerak di lokasi tersebut, pengeboran itu tidak pernah berhasil mencapai mantel.