- Tambang emas ilegal merupakan persoalan serius di Aceh.
- Data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Aceh, menunjukkan kegiatan tambang emas tanpa izin tersebar di Aceh Jaya, Aceh Selatan, Pidie, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Aceh Tengah. Dijelaskan pula bahwa pertambangan itu umumnya menggunakan air raksa atau merkuri.
- Pansus DPA Aceh menemukan, pertambangan emas ilegal terjadi di 450 titik dengan jumlah alat berat atau eksavator mencapai 1.000 unit. Setiap alat berat wajib menyetor Rp30 juta per bulan untuk biaya keamanan yang uang tersebut diberikan kepada oknum di wilayah masing-masing.
- Muzakir Manaf, Gubernur Aceh, menyatakan Pemerintah Aceh akan menata kembali sektor pertambangan. Gubernur memberi waktu dua minggu bagi para pelaku tambang ilegal untuk menghentikan aktivitasnya dan mengeluarkan alat berat mereka.
Tambang emas ilegal masih menjadi persoalan utama di Aceh.
Data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Aceh, menunjukkan kegiatan ini tersebar di Aceh Jaya, Aceh Selatan, Pidie, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Aceh Tengah. Dijelaskan pula bahwa pertambangan itu umumnya menggunakan air raksa atau merkuri.
Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, memaparkan bahwa tambang emas tanpa izin ini berada di Kabupaten Pidie, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Selatan, Aceh Barat, dan Aceh Tengah.
Hasil perhitungan Walhi Aceh 2023 menunjukkan luas tambang mencapai 6.805 hektar dan meningkat pada 2024 menjadi 8.107 hektar. Diperkirakan, luas tambang emas ilegal di Aceh Barat mencapai 4.223 hektar, Nagan Raya (2.505), Pidie (800 hektar), Aceh Jaya (443 hektar), Aceh Tengah (97 hektar), Aceh Selatan (31 hektar), dan Aceh Besar (5 hektar).
“Kerusakan yang ditimbulkan di hutan lindung sekitar 3.700 hektar, di hutan produksi (1.312 hektar), dan di Kawasan Ekosistem Leuser (1.882 hektar),” jelas Ahmad Shalihin, Direktur Walhi Aceh, Selasa (30/9/2025).
Pembukaan tambang meningkat menjelang pesta politik seperti pada Januari 2024, yang mencapai 309 hektar. Lalu, Agustus menjelang pemilihan kepala daerah mencapai 224 hektar. Pada September, terjadi pembukaan 105 hektar dan Oktober naik menjadi 198 hektar.
“Pola seperti ini harus dicermati kedepannya,” jelasnya.

Laporan Panitia Khusus (Pansus) mineral dan batubara serta minyak dan gas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh 2025 menjelaskan bahwa pansus menemukan kondisi alam dan lingkungan di Provinsi Aceh hancur akibat kegiatan pertambangan ilegal.
“Kegiatan itu dilakukan dengan cara membabi buta oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab,” kata Nurdiansyah Alasta, Juru Bicara Pansus DPR Aceh, dikutip dari Youtube DPR Aceh, Kamis (25/9/2025).
Pansus menemukan, pertambangan emas ilegal terjadi di 450 titik dengan jumlah alat berat atau eksavator mencapai 1.000 unit. Setiap alat berat wajib menyetor Rp30 juta per bulan untuk biaya keamanan yang uang tersebut diberikan kepada oknum di wilayah masing-masing.
“Setoran sudah berlangsung lama dan dibiarkan tanpa upaya memberantasnya.”
Pansus mengingatkan, tambang emas ilegal bukan hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga konflik sosial di masyarakat.
“Kami mendesak Gubernur Aceh untuk segera mengambil langkah tegas dengan menutup seluruh lokasi,” ungkapnya.

Berlangsung lama
Ahmad Shalihin menambahkan, data yang disampaikan pansus bukan hal baru. Kegiatan tanpa izin tersebut telah berlangsung puluhan tahun.
“Karena sudah disampaikan terbuka, kami berharap dapat dituntaskan hingga ke penerima biaya keamanan.”
Pengungkapan penerima setoran sangat penting, karena selama ini yang ditangkap hanya pekerja. Sementara, aktor utama tidak pernah terungkap.
“Tambang ilegal tidak mungkin masif tanpa pemodal besar, pihak yang melindungi, peralatan berat, dan jaringan distribusi.”
Terkait kerugian negara, bukan hanya nominal yang dihitung, tetapi juga biaya kerusakan lingkungan.
“Rusaknya hutan, tercemarnya sungai oleh merkuri dan sianida, serta hilangnya sumber air bersih masyarakat merupakan kerugian yang harus diperhitungkan,” paparnya.

Gubernur menata kembali pertambangan
Muzakir Manaf, Gubernur Aceh, menyatakan Pemerintah Aceh akan menata kembali sektor pertambangan. Gubernur memberi waktu dua minggu bagi para pelaku tambang ilegal untuk menghentikan aktivitasnya dan mengeluarkan alat berat mereka.
“Tambang emas ilegal dengan alat berat atau beko, segera dikeluarkan dari hutan terhitung sekarang,” jelasnya, setelah mengikuti rapat paripurna DPR Aceh, Kamis (25/9/2025).
Gubernur mengatakan, akibat pertambangan emas ilegal, Aceh mengalami kerugian hingga dua triliun Rupiah setiap tahun.
“Penataan ulang perizinan akan dilakukan sesuai perundang-undangan,” tegasnya.
*****