- Gerhana bulan kembali menghiasi langit Indonesia, awal September. Fenomena yang berlangsung selama 1 jam 22 menit 6 detik itu merupakan durasi terlama dalam dekade ini. Tidak hanya menarik secara astronomi, gerhana pun memberikan manfaat untuk lingkungan pesisir.
- Yudhiakto Pramudya, Kepala Pusat Studi Astronomi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), bilang, gerhana bulan memberikan manfaat lingkungan pesisir karena saat pasang maksimum yang gerhana picu, air laut bisa menjangkau wilayah yang lebih luas. Kondisi ini, kerap membawa nutrisi yang menyuburkan ekosistem pesisir sekaligus memperkuat rantai makanan laut.
- Gerhana bulan merah darah menarik minat berbagai pihak untuk meluangkan waktu mengamati dan mendokumentasikan fenomena itu. Peralatannya pun beragam, ada yang menggunakan teleskop dan kamera profesional, hingga telepon genggam. Whytia Shabrina Fitmawyani, Pengamat Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika muda BMKG, menyebut, setidaknya mereka harus menggunakan teleskop serta detektor khusus agar pendataan dapat mereka lakukan mendekati akurat.
- Fattah Firdaus, astrofotografer, bilang, setiap segmen foto gerhana membutuhkan pengaturan kamera yang berbeda. Secara umum, ia memakai ISO di kisaran 500 dengan kecepatan sekitar satu detik. Dengan peralatan yang tepat, lokasi yang mendukung, dan pengolahan yang baik, pengajar astrofotografi ini meyakini siapa pun bisa menghasilkan foto langit malam yang menakjubkan.
Gerhana bulan kembali menghiasi langit Indonesia, September lalu. Fenomena yang berlangsung selama 1 jam 22 menit 6 detik itu merupakan durasi terlama dalam dekade ini. Tidak hanya menarik secara astronomi, gerhana pun memberikan manfaat untuk lingkungan pesisir.
Yudhiakto Pramudya, Kepala Pusat Studi Astronomi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), mengatakan, pasang air laut umumnya terpengaruh sistem gaya gravitasi matahari, bulan, dan bumi. Saat fase bulan purnama dan fase bulan mati/baru, permukaan air laut malam itu paling tinggi dan surut paling rendah.
“Gerhana bulan terjadi pada saat fase purnama, dengan kondisi khusus, yaitu, benar-benar segaris. Karena itu, dampaknya terhadap pasang air laut semakin signifikan,” katanya.
Dia bilang, gerhana bulan memberikan manfaat lingkungan pesisir karena saat pasang maksimum yang gerhana picu, air laut bisa menjangkau wilayah yang lebih luas. Kondisi ini, kerap membawa nutrisi yang menyuburkan ekosistem pesisir sekaligus memperkuat rantai makanan laut.
“Pasang maksimum juga mendorong penyebaran benih tumbuhan laut dan organisme pesisir ke area baru, sehingga berkontribusi pada regenerasi dan keanekaragaman hayati.”
Sisi lain, fenomena ini juga bisa membawa risiko bagi masyarakat, karena kenaikan pasang air laut saat gerhana berisiko menimbulkan banjir rob yang dapat mengganggu aktivitas di pesisir, hingga perlu kewaspadaan.
Hamdani, Ketua Ikatan Nelayan Sajiaan, menyebut, tinggi permukaan air laut di Desa Rampa, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), mulai naik dan mencapai puncak sekitar pukul 03.00 saat gerhana bulan terjadi, 7-8 September.
Para nelayan tetap melaut kala itu. “Kami tidak melihat tinggi atau rendahnya permukaan air laut, tetap bekerja mencari ikan. Pasang-surut merupakan hal yang biasa, kami tetap beraktivitas karena kebutuhan hidup tidak bisa ditunda.”

Bulan merah darah
Gerhana bulan merah darah (blood moon) terjadi ketika posisi matahari, bumi, dan bulan berada pada satu garis lurus. Bulan masuk ke umbra bumi hingga tampak berwarna merah ketika puncak gerhana berlangsung, khusus kalau langit cerah.
Yudhiakto yang mengamati fenomena ini dari langit Yogyakarta di Observatorium UAD, berujar, sebutan itu bukanlah istilah ilmiah. Gerhana bulan total setiap tahun,katanya selalu berbeda dengan yang terjadi sebelumnya, dari segi durasi, waktu, diameter tampak bulan, maupun warna merah saat fase total.
Kondisi bisa berubah-ubah karena faktor kualitas udara di atmosfer. Karena cahaya matahari berinteraksi dengan atmosfer Bumi sebelum jatuh ke permukaan bulan.”
Dia bilang, gerhana bulan sebenarnya terjadi beberapa kali dalam setahun, tetapi pengamatannya tidak selalu bisa di semua tempat. Kadang, saat gerhana berlangsung, bulan belum terbit atau sudah terbenam hingga hanya sebagian fase saja yang terlihat.
Prediksinya, gerhana bulan berikutnya datang 3 Maret 2026. Ia jadi hari istimewa bagi Orang Islam karena bertepatan dengan Ramadhan, hingga bisa beribadah shalat gerhana bulan.

Pengamatan di berbagai tempat
Gerhana bulan merah darah menarik minat berbagai pihak untuk meluangkan waktu mengamati dan mendokumentasikan fenomena itu. Peralatannya pun beragam, ada yang menggunakan teleskop dan kamera profesional, hingga telepon genggam.
Di Kalsel, seluruh rangkaian gerhana memakan waktu 5 jam 26 menit 39 detik. Fase gerhana bulan totalnya bertahan sekitar 82 menit.
Whytia Shabrina Fitmawyani, Pengamat Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika muda BMKG, menyebut, setidaknya mereka harus menggunakan teleskop serta detektor khusus agar pendataan dapat mereka lakukan mendekati akurat.
Di Banua, Mongabay melihat tim BMKG bekerja, mereka menggunakan teleskop khusus Vixen ED80sf, salah satu seri teleskop refraktor apokromatik yang terkenal handal di kalangan pengamat maupun astrofotografer.
Teleskop itu mereka gunakan untuk mengamati fase gerhana bulan. Yang pertama, saat gerhana penumbra, pukul 23.36 WITA, ketika bayangan samar bumi menyentuh permukaan bulan.
Kedua, gerhana sebagian pukul 00.26 WITA, sebagian piringan bulan mulai tertutup bayangan umbra Bumi. Ketiga, pukul 01.30 WITA, mulainya gerhana total. Tandanya, seluruh permukaan bulan tertutup bayangan Bumi dan tampak berwarna merah tembaga.
Puncaknya terjadi pada fase keempat pukul 02.11 WITA, ketika bulan terlihat paling gelap sekaligus paling indah. Fase kelima, berakhirnya gerhana total pukul 02.53 WITA, masuk fase keenam berupa gerhana sebagian berakhir pukul 03.56 WITA.
Ketujuh, fase terakhir, adalah gerhana penumbra yang berakhir pukul 04.56 WITA. Menandai kembalinya bulan ke penampakan normalnya.
Selain menggunakan teleskop, beberapa warga menggunakan mata telanjang dan telepon genggamnya untuk mengamati fenomena tersebut. Amirul Isnaeni, warga Banjarbaru, Kalsel, menggunakan smartphone-nya untuk merekam jalannya gerhana bulan sebagai kenang-kenangan pribadi peristiwa langka itu.
Dia tidak memiliki latar belakang ilmu maupun ketertarikan khusus terhadap astronomi. Tapi tetap rela begadang demi mengabadikan gerhana bulan merah darah.
Jarang-jarang bisa melihat bulan berubah merah begini, jadi saya sempatkan untuk direkam, walau pakai HP biasa saja,” katanya.
Di Bekasi, Jawa Barat, Fattah Firdaus, astrofotografer, melakukan hal yang sama karena langit yang terpantau cerah tanpa awan.
“Untuk pemotretan ini saya menggunakan teleskop SVBony 48P 90 mm dengan mounting equatorial 3 yang dilengkapi motor OnStep,” ujarnya. Peralatan itu membuat proses pemotretan lebih stabil dan mengikuti gerakan Bulan di langit.

Kiat dari profesional
Sutan, sapaan akrabnya, bilang, setiap segmen foto gerhana membutuhkan pengaturan kamera yang berbeda. Secara umum, ia memakai ISO di kisaran 500 dengan kecepatan sekitar satu detik.
Dia menggunakan DSLR Canon 20Da, seri khusus untuk astrofotografi yang lengkap dengan sensor hidrogen alpha sehingga lebih peka menangkap cahaya langit.
Menekuni astrofotografi sejak 2019, dia bilang ada beberapa hal penting yang bisa jadi pegangan pemula. Salah satunya adalah mencari lokasi tingkat kecerahan langit rendah.
Tingkat kecerahan atau skala Bortle ini berkisar dari angka 1-9. Angka 1 berarti langit sangat gelap dan cocok untuk berburu bintang, biasanya ada di kepulauan atau padang pasir. Angka 2-4 di kawasan pedesaan, pantai, atau pegunungan. Sementara 5-9 umumnya di perkotaan, cahaya lampu mengalahkan cahaya bintang.
Selain itu dia menekankan pentingnya mounting, atau pemasangan kamera pada aksesoris pendukung untuk membuatnya tetap stabil.
“Kamera bisa apa saja, mulai dari ponsel, DSLR, hingga mirrorless, asalkan mendukung pengaturan shutter lambat atau long exposure.”
Pengaturan ini, katanya, tidak terlalu perlu untuk bulan karena cahayanya yang cukup terang. Bagi objek redup seperti nebula dan galaksi, sangat butuh long exposure. Mounting akan membantu kamera tetap fokus dengan mengikuti gerak objek di langit.
Selain itu, teleskop juga penting. Sebaiknya memilih berbahan kaca, bukan plastik. Lalu, beberapa lensa bisa jadi pilihan, seperti achromatic dengan dua elemen kaca, apochromatic dengan tiga elemen kaca, serta lensa ED atau extra-low dispersion yang lebih jernih.
Dengan peralatan tepat, lokasi yang mendukung, dan pengolahan yang baik, pengajar astrofotografi ini meyakini siapa pun bisa menghasilkan foto langit malam yang menakjubkan.
“Astrofotografi itu sebenarnya bisa dipelajari oleh siapa saja, asal sabar dan mau mencoba.”

*****