- Belum selesai persoalan tambang di pulau kecil yang seharusnya tidak boleh, kabar tidak sedap juga muncul dari pulau kecil yang diduga sedang dalam proses penawaran aksi penjualan dan penyewaan oleh oknum tertentu
- Kabar itu menerpa pulau kecil yang ada di Provinsi Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, dan Nusa Tenggara Barat. Pulau-pulau tersebut, ditawarkan untuk dijual atau disewa melalui situs jual beli pulau terkemuka di dunia, Private Islands Online (PIO)
- Ahmad Aris, Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditjen Pengelolaan Kelautan KKP menyampaikan, berbagai persoalan pulau kecil lantaran tata regulasi yang buruk, bahkan tumpang tindih. Dalam upaya pemanfaatan pulau kecil misalnya, KKP tidak terlibat dalam sebua tahapan proses penerbitan izin.
- Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) merespon kabar penjualan pulau-pulau kecil melalui situs jual beli pulau. Praktik itu, katanya, cara lama yang pernah oknum lakukan pada 2018.
- Saat itu, situs sama yang berbasis di Kanada itu juga mengiklankan penjualan pulau di Kepulauan Seribu, Jakarta; dan Pulau Sumba. Selain itu, ada juga upaya melelang gugus Kepulauan Widi di Halmahera Selatan, Maluku Utara oleh PT Leadership Island Indonesia (LII).
Belum tuntas persoalan tambang nikel, kini muncul masalah lain berkaitan dengan praktik jual beli pulau kecil di Indonesia. Sebuah situs jual beli pulau, Private Islands Online (PIO) bahkan menawarkan sejumlah pulau untuk dijual.
Beberapa pulau itu antara lain, sepasang pulau kecil seluas 64,3 hektar di Anambas, Kepulauan Riau (Kepri); pulau kecil seluas dua hektar di Kepulauan Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan skema sewa 7-20 euro per 20 meter persegi (m2). Ada juga Surf Beach Property di Sumba, NTT. Lalu, Pulau Panjang di Nusa Tenggara Barat (NTB ) seluas 13,3 hektar.
Ada juga di Pulau Seliu, Bangka Belitung (Babel) dengan penawaran US$167.336. Pulau ini merupakan pulau wisata yang terkenal dengan fasilitas seperti hotel dan lain-lain. Kabar jual beli pulau pun tak pelak memantik keresahan publik.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menepis ada praktik jual beli pulau di Indonesia. Koswara, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP menyataka, n kalau praktik jual beli pulau tidak pernah ada karena ilegal. Untuk sewa, masih memungkinkan dengan sejumlah persyaratan, misal, hanya untuk warga negara Indonesia (WNI), atau asing (WNA) yang memiliki badan hukum Indonesia.
Meski begitu, praktik sewa WNA tidak sebebas WNI. “Perusahaan yang ditunjuk WNA, hanya boleh melakukan sewa dengan status hak guna pakai atau hak guna usaha. Jadi, tidak ada yang namanya penjualan pulau, tidak pernah bisa,” katanya.
Pengaturan tentang pulau-pulau kecil sudah rinci dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10/2024 tentang Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil dan Sekitarnya. Dalam beleid itu, pemanfaatan pulau kecil harus menyisakan lahan minimal 30% dari luas pulau. Lahan itu menjadi hak pemerintah.
Dengan begitu, pulau kecil hanya boleh termanfaatkan maksimal 70%. Bahkan, kata Koswara , ada juga pulau yang 100% tidak bisa untuk kegiatan apapun.
Koswara katakan, KKP berwenang memberikan izin pada proses penerbitan sertifikat lahan yang WNI ajukan, dan memberikan rekomendasi untuk WNA melalui badan hukum. Tetapi, kewenangan baru berlaku dua tahun terakhir ini. Karena itu, banyak izin-izin pemanfaatan pulau sebelumnya terbit tanpa rekomendasi dari KKP. Akibatnya, banyak pemanfaatan pulau jauh dari prinsip perlindungan pulau kecil.
Merujuk UU 1/2014 tentang Perubahan Atas UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pulau kecil prioritas untuk pemanfaatan konservasi; pendidikan dan pelatihan; serta penelitian dan pengembangan. Peluang lainnya, untuk budi daya laut; pariwisata; usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari; pertanian organik; peternakan; dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
UU 1/2014 menyebut, pulau kecil sebagai pulau yang memiliki luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 kilometer persegi (km2) beserta kesatuan ekosistemnya. Jumlah pulau kecil di Indonesia adalah sebanyak 17.346, sementara 34 pulau masuk kategori pulau besar. Seperti Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua.

Regulasi buruk
Ahmad Aris, Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditjen Pengelolaan Kelautan KKP menyampaikan, berbagai persoalan pulau kecil lantaran tata regulasi yang buruk, bahkan tumpang tindih. Dalam upaya pemanfaatan pulau kecil misalnya, KKP tidak terlibat dalam sebua tahapan proses penerbitan izin.
Menurut dia, perlu upaya perbaikan tata kelola melalui revisi aturan perundang-undangan yang berlaku. Terutama, regulasi yang berlaku di lingkup Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Selain regulasi lintas kementerian/lembaga (K/L), pengelolaan pulau-pulau kecil juga memerlukan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah No 28/2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berisiko. Hal itu untuk mempertegas peran KKP dalam mengawal perizinan pada pulau-pulau kecil melalui Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
“Kewenangan KKP untuk pulau-pulau kecil ini baru ada pada 2023, atau dua tahun yang lalu. Dulu, pulau kecil dianggap sebagai bagian dari urusan darat,” katanya.
Saat ini, KKP berupaya menginventarisasi pulau-pulau kecil dan segala persoalan di dalamnya. Selain hak kelola untuk jual atau sewa, KKP juga fokus mencari pulau kecil untuk tambang.
Aris sempat menyinggung empat pulau kecil di Kepulauan Anambas yang masuk dalam iklan penawaran sewa di situs jual beli pulau PIO, yakni Ritan, Nakok, Mala, dan Tokongsendok. Dari keempat pulau itu, Ritan adalah yang terluas dengan 43 hektar, disusul Mala (20 hektar), Tokongsendok (0,70 hektar), dan Nakok (0,815 hektar).
Keempat pulau yang tidak berpenduduk dan masuk kategori pulau karang itu, katanya, tidak dijual. “UU No 5 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sudah mengatur pelarangan kepemilikan tanah oleh orang asing di pulau-pulau kecil.”
Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, keempat pulau berstatus area penggunaan lain (APL) yang fokus untuk pariwisata. Merujuk data KATR/BPN, dua dari empat pulau itu sudah terdaftar statusnya.
Dua pulau itu adalah Ritan yang terdaftar dengan status 30 persil hak milik dan lima persil HGB. Tokongsendok dengan status lima persil hak milik dan dua persil HGB. Persil adalah sebidang tanah dengan batas-batas jelas dan terukur.
Selain di Anambas, Aris juga jelaskan status Pulau Seliuk di Belitung, Bangka Belitung seluas 1.662 hektar. Pulau berpenduduk 1.021 jiwa itu juga dikabarkan masuk yang ditawarkan. Juga,Pulau Panjang di Sumbawa, NTB, Pulau karang tidak berpenduduk itu luas 21 hektar dan berstatus APL.

Berdampak ke nelayan
Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) merespon kabar penjualan pulau-pulau kecil melalui situs jual beli pulau. Praktik itu, katanya, cara lama yang pernah oknum lakukan pada 2018.
Saat itu, situs sama yang berbasis di Kanada itu juga mengiklankan penjualan pulau di Kepulauan Seribu, Jakarta; dan Pulau Sumba. Selain itu, ada juga upaya melelang gugus Kepulauan Widi di Halmahera Selatan, Maluku Utara oleh PT Leadership Island Indonesia (LII).
Upaya menjual pulau kecil oleh berbagai oknum perseorangan/kelompok dan perusahaan, adalah bentuk privatisasi pulau-pulau kecil di Negara Kepulauan. Itu menjadi preseden buruk, karena berarti belum ada upaya penegakan hukum transparan untuk pelaku penjualan. “Bahkan pemerintah tidak dapat mengungkap dan menjelaskan kepada publik terkait oknum-oknum pelaku penjualan pulau ini.”
Selain menawarkan penjualan, situs yang sama juga berikan pilihan peminjaman (sewa) pulau-pulau kecil di Indonesia. Hingga 25 Juni 2025, tercatat ada tiga pulau untuk sewa. Ketiganya adalah Pulau Macan di Jakarta, Joyo dan Pangkil di Bintan, Kepulauan Riau.
Upaya penjualan atau penyewaan ini, menambah catatan buruk tentang pengelolaan pulau kecil di Indonesia. Setidaknya, hingga Juni 2025 tercatat, privatisasi sekitar 254 pulau kecil untuk banyak kegiatan, baik jual beli, tambang, konservasi, pariwisata, pulau pribadi, sampai budidaya ikan.
Buntut praktik jual beli/sewa itu, nelayan harus mengalami perampasan hak untuk melintas dan mengakses laut, mengelola pulau-pulau kecil yang selama ini dianggap kosong tetapi sudah jadi tempat hidup nelayan tradisional, serta akses ke pulau kecil untuk berlindung saat terjadi badai di laut.
Praktik yang berulang itu menjelaskan, penegakan hukum di Indonesia belum berjalan baik. “Pulau yang kosong tidak berarti bebas untuk dieksploitasi atas nama investasi,” tegasnya.
Menurut Susan, pulau-pulau kecil, khususnya di perbatasan negara, memiliki peran dan fungsi yang sangat krusial. Jika pulau-pulau kecil yang menjadi titik pangkal pengukuran teritorial Indonesia hilang atau dimiliki asing, maka luas teritorial laut Indonesia juga berpotensi berkurang.

*****