Tokhtor Sumatera (Carpococcyx viridis), burung terancam punah yang jarang terlihat ini, terpantau kamera jebak yang dipasang di Taman Nasional Kerinci Seblat, pada September 2017. Sebelumnya, di sepanjang 2017, keberadaannya juga terekam di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Batang Gadis, dan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, Riau.
Sejatinya, jenis ini pertama kali ditemukan sebanyak sembilan individu pada 1878, dan dijadikan spesimen, di sepanjang hutan primer Bukit Barisan pada ketinggian 300 hingga 1.400 meter di atas permukaan laut (m dpl). Berikutnya, pada 1916, informasi penemuan jenis ini kembali menyeruak, namun tidak banyak hal yang bisa digali.
Setelah 81 tahun menghilang, atau tepatnya pada 1997, perbincangan tokhtor sumatera kembali menghangat saat burung ini ditemukan kembali pada rangkaian survei yang dilakukan The European Union–INTAG Forest Inventory and Monitoring Project bersama The Ministry of Forestry and Estate Crops, Jakarta. Dalam Jurnal Forktail tahun 2002 dituliskan, tim ini melihat dua kali, yang pertama tertangkap tidak sengaja akibat terkena jebakan untuk mamalia, dan yang kedua memang teramati.
Informasi pertemuan jenis ini pun berlanjut. Tahun 2000, keberadaannya tercatat di Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, Riau. Lalu, pada 2006, ia kembali tertangkap kamera di TN Kerinci Seblat di ketinggian sekitar 1.100 m dpl. Sementara pada 2007 disebutkan, jenis ini masuk perangkap pemburu ayam hutan namun dilepaskan lagi.
Terpantau kembali
September 2017, saat tim dari Taman Nasional Kerinci Seblat dan Fauna & Flora International – Indonesia Programme melakukan kegiatan monitoring populasi harimau sumatera, tanpa diduga tokhtor sumatera muncul di kamera jebak yang mereka pasang.
“Kami memasang kamera penjebak pada 98 stasiun, 60 di antaranya telah kami identifikasi hasilnya. Dari kamera tersebut, kami mendapatkan foto tokhtor sumatera di dua stasiun yang berjarak lima kilometer,” jelas Biodiversity Coordinator FFI-IP Kerinci Seblat, Wido Rizki Albert, Senin (30/10/17).
Menurut Wido, kamera tersebut di pasang di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat, di ketinggian 1.700 m dpl. “Di foto terlihat tokhtor sumatera bersama jenis kijang (Muntiacus muntjac) dan beruang madu (Helarctos malayanus).”
Head of Biodiversity FFI-IP, Donny Gunaryadi menjelaskan, tokhtor sumatera merupakan jenis yang spesial. Pihaknya sangat gembira dengan temuan ini, karena bukan hanya informasi mengenai harimau yang didapat melainkan juga jenis burung terancam punah tersebut.
“Lebih menarik lagi, dalam foto, kita melihat perilaku burung dari Suku Cuculidae tersebut yang yang sangat jarang diketahui, yaitu berasosiasi dengan jenis satwa lain, kijang dan beruang madu.”
Menurut Donny, tidak banyaknya informasi yang diketahui mengenai tohtor sumatera, selain memang sulit dilihat, dikarenakan juga ia lebih menyukai habitat yang tingkat kerusakannya kecil dan merupakan jenis teritorial. “Harapan kami, penelitian akan jenis ini ditingkatkan dan perlindungan habitatnya dilakukan,’ terangnya.
Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan kawasan yang luasnya sekitar 13.750 km2 dan meliputi empat provinsi. Wilayahnya didominasi hutan lereng, hutan dataran rendah dan hutan pegunungan atas. Berdasarkan buku “Daerah Penting bagi Burung Sumatera” area ini memiliki nilai penting kawasan karena mendukung keberadaan semua jenis burung pegunungan. Hingga tahun 1999, tercatat 34 jenis burung sebaran terbatas dan tujuh jenis burung masuk dalam kriteria IUCN.
Informasi penting
Dewi Malia Prawiradilaga, peneliti burung senior dari Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), menyambut baik informasi ini. Menurutnya, profil tokhtor sumatera memang jarang, terlebih populasinya yang diduga mengalami penurunan karena hilangnya habitat dan ancaman perburuan.
“Penelitian lanjutan perlu dijalankan, terutama mengenai aspek bio-ekologinya. Publikasi ilmiah dan populer juga perlu dilakukan meski prinsip kehati-hatian harus dikedepankan terhadap orang-orang ingin memburunya. Jenis ini, belum dilindungi secara nasional, semoga saja hidupnya aman di Taman Nasional Kerinci Seblat,” terang Dewi.
Tokhtor sumatera merupakan burung berukuran 55 cm. Berwarna hitam pada bagian kepala dan kehijauan di belakang kepala hingga leher, juga bulu penutup sayap dan bulu sekunder. Bagian leher hingga dada berwarna kehijauan dan dari dada hingga tungging berwarna kecoklatan dengan garis-garis hitam. Ciri khasnya ada pada kulit sekitar mata yang kehijauan, di belakang mata kebiruan, iris kemerahan, serta paruh dan kaki kehijauan.
Jenis ini, populasinya diperkirakan 50-249 individu dewasa, dilihat dari data Birdlife International. Informasi mengenai deskripsi kelimpahan dan ukuran jangkauannya sangat minim, membuat statusnya digolongkan Kritis (CR/Critically Endangered) hingga saat ini, berdasarkan IUCN . Tingkat ancamannya yang tinggi pula membuatnya dimasukkan dalam jenis burung terancam di Indonesia. Sebelumnya, pada 1988 hingga 1994 tokhtor sumatera dimasukkan dalam kriteria yang tidak diakui (Not Recognized/NR).