- Pohon Kehidupan di Bahrain adalah pohon mesquite yang telah bertahan hidup lebih dari 400 tahun sendirian di tengah gurun, meskipun tidak ada sumber air permukaan di sekitarnya.
- Para ilmuwan meyakini pohon ini mengakses air dari akuifer bawah tanah melalui akar yang sangat dalam dan memanfaatkan adaptasi biologis seperti defoliasi, struktur daun hemat air, dan hubungan simbiosis dengan mikroorganisme tanah.
- Selain menjadi keajaiban ekologi, pohon ini juga memiliki nilai budaya dan spiritual tinggi bagi masyarakat lokal, sehingga kini dilindungi sebagai situs warisan nasional.
Di tengah bentang pasir Bahrain yang sunyi dan panas yang menyengat, berdiri satu-satunya makhluk hidup yang bertahan hidup selama ratusan tahun: sebuah pohon tua yang menghijau sendirian. Tidak ada sungai, tidak ada rumput, dan tidak ada pohon lain dalam radius bermil-mil. Namun, pohon ini hidup dan tumbuh subur selama lebih dari empat abad, meskipun tampaknya tanpa pasokan air yang jelas. Pohon ini dikenal sebagai Tree of Life atau Shajarat al-Hayat, yang dalam bahasa Arab berarti “Pohon Kehidupan.”

Keberadaannya telah membingungkan ilmuwan, menarik minat arkeolog, dan menjadi magnet spiritual serta wisata bagi puluhan ribu pengunjung setiap tahunnya. Terletak sekitar 10 kilometer dari kota terdekat dan berdiri di atas bukit kecil tandus, pohon ini menjadi anomali ekologis di lingkungan yang secara alami tidak mendukung vegetasi sebesar itu. Dengan curah hujan tahunan rata-rata di Bahrain hanya sekitar 80 mm, hampir mustahil bagi tanaman biasa untuk bertahan hidup. Fakta bahwa satu pohon ini tidak hanya bertahan, tapi juga terus tumbuh, menjadikannya fenomena yang layak dikaji secara ilmiah.
Identifikasi Spesies dan Adaptasi Biologis
Pohon Kehidupan ini diduga berasal dari genus Prosopis, yang merupakan bagian dari famili Fabaceae. Spesies yang paling mungkin adalah Prosopis cineraria, yang tersebar luas di wilayah Timur Tengah dan Asia Selatan, atau Prosopis juliflora, yang berasal dari Amerika Tengah dan Selatan namun telah diperkenalkan ke banyak wilayah kering dunia. Kedua spesies ini dikenal memiliki kemampuan bertahan hidup luar biasa di lingkungan gurun. Salah satu kunci adaptasi utama mereka adalah sistem akar yang sangat dalam dan luas. Beberapa studi mencatat bahwa akar Prosopis dapat menembus hingga 50 meter ke dalam tanah, memungkinkan pohon ini mengakses kantong air tanah atau akuifer dalam yang tidak dapat dijangkau oleh tanaman lain.

Selain akar yang dalam, daun pohon ini juga menunjukkan adaptasi terhadap kondisi kering. Daunnya berbentuk majemuk dengan banyak anak daun kecil, yang membantu mengurangi luas permukaan penguapan dan menurunkan kehilangan air melalui transpirasi. Dalam kondisi ekstrem, pohon ini mampu melakukan defoliasi—menggugurkan daunnya secara strategis untuk mempertahankan kelembaban internal. Tidak hanya itu, akar Prosopis juga diketahui membentuk hubungan simbiosis dengan mikoriza (jamur tanah) dan bakteri pengikat nitrogen seperti Rhizobium, yang membantu menyerap nutrien dan air secara lebih efisien dari lingkungan sekitar, meskipun tanahnya miskin unsur hara.
Baca juga: Sahara, Gurun Pasir yang Dulunya Danau Raksasa
Sumber Air Bawah Tanah dan Temuan Arkeologis
Misteri utama dari keberlangsungan hidup Pohon Kehidupan terletak pada sumber airnya. Tidak ada sungai, waduk, ataupun sumur aktif di sekitar lokasi. Namun, berbagai teori ilmiah telah mencoba menjawab pertanyaan ini. Yang paling banyak didukung adalah hipotesis bahwa akar pohon ini menembus hingga ke akuifer bawah tanah yang tersembunyi. Bahrain sendiri memiliki lapisan batuan dasar berpori yang memungkinkan penyimpanan air dalam kantong-kantong tersembunyi di bawah permukaan gurun. Dalam penggalian arkeologis pada tahun 2010 oleh Kementerian Kebudayaan Bahrain, ditemukan sisa-sisa permukiman kuno dan kemungkinan sistem perairan seperti sumur atau saluran bawah tanah tepat di area pohon. Ini menunjukkan bahwa pohon ini mungkin tumbuh di atas lokasi yang dulunya memiliki sumber air aktif, yang kini tersisa dalam bentuk air tanah yang masih bisa diakses oleh akar dalamnya.

Selain itu, ada pula teori yang menyebut bahwa pohon ini dapat memanfaatkan embun malam dan kelembaban udara. Bahrain memiliki kelembaban relatif yang tinggi pada malam hari, dan suhu yang lebih dingin bisa menyebabkan kondensasi uap air pada permukaan tanah. Beberapa tanaman gurun dikenal mampu menyerap air melalui struktur daun atau batang mereka dari embun ini. Meskipun jumlahnya sangat kecil, jika dikombinasikan dengan sistem penyerapan air yang efisien dan metabolisme rendah seperti pada Prosopis, jumlah tersebut bisa cukup untuk mendukung kelangsungan hidup dalam jangka panjang.
Baca juga: Terkuak, Misteri Kematian Beruntun Baobab si Pohon Abadi
Nilai Budaya dan Kepercayaan Lokal
Pohon ini tidak hanya menjadi bahan studi ilmiah tetapi juga bagian penting dari identitas budaya Bahrain. Dalam masyarakat lokal, pohon ini dianggap memiliki makna spiritual yang mendalam. Beberapa legenda menyebut bahwa lokasi ini adalah bagian dari Taman Eden, tempat suci dalam berbagai narasi keagamaan. Legenda Mesopotamia mengaitkan pohon ini dengan dewa air bernama Enki, yang diyakini menjaga mata air bawah tanah. Dalam kerangka ini, pohon tersebut bukan hanya pohon biasa, tetapi simbol kehidupan abadi yang dijaga oleh kekuatan ilahi. Dalam praktiknya, pohon ini pernah menjadi lokasi ritual spiritual dan tempat berkumpulnya komunitas lokal, meskipun saat ini aktivitas semacam itu telah dibatasi untuk melindungi kondisi ekologisnya.

Di era modern, pohon ini telah dinominasikan sebagai salah satu keajaiban alam oleh pemerintah Bahrain dan dimasukkan dalam berbagai kampanye konservasi nasional. Dengan lebih dari 65.000 pengunjung per tahun, ia telah menjadi ikon wisata dan warisan ekologis yang tak ternilai. Citra pohon ini juga digunakan dalam pendidikan lingkungan untuk menggambarkan pentingnya konservasi air dan adaptasi ekologis dalam menghadapi perubahan iklim.
Upaya Pelestarian dan Status sebagai Landmark Nasional
Karena meningkatnya tekanan dari aktivitas wisata dan vandalisme, pemerintah Bahrain mengambil langkah konkret untuk melindungi pohon ini. Sekitar tahun 2013, pemerintah memasang pagar pelindung, membangun pusat informasi, dan memberlakukan pembatasan akses langsung ke batang pohon. Langkah-langkah ini diperlukan setelah laporan adanya pembakaran, ukiran di batang pohon, dan kerusakan fisik lain akibat kurangnya kesadaran pengunjung. Upaya konservasi ini dilakukan bersamaan dengan monitoring kesehatan pohon oleh ahli botani dan insinyur lingkungan.
Yang menarik, lokasi pohon ini tidak jauh dari sumur minyak pertama di Teluk Persia yang mulai beroperasi pada tahun 1931. Keberadaan dua simbol ini—pohon yang hidup karena air, dan sumur yang menghasilkan kekayaan dari minyak—menggambarkan kontras antara era pramodern dan dunia industri modern Bahrain. Keduanya menjadi landmark yang saling melengkapi dalam narasi sejarah ekologis dan ekonomi negara ini.