- Anggrek emas merupakan bunga cantik dan endemik Papua yang tumbuh di ketinggian 250 hingga 2.300 meter dari permukaan laut.
- Disebut anggrek emas karena warnanya kuning emas dan oranye. Masa berbunganya sangat pendek yaitu satu hingga dua hari, bahkan ada yang hanya beberapa jam.
- Bagi Suku Mee di Papua Tengah, anggrek emas bukan sekadar tumbuhan hias. Serat anggrek ini banyak digunakan dalam budaya tradisional, misalnya untuk menghias noken, tali tas, gelang, dan hiasan kepala.
- Di Indonesia, ancaman utama terhadap kelestarian anggrek berasal dari dua faktor: degradasi dan hilangnya habitat alami, serta eksploitasi komersial yang tidak terkendali.
Bunganya berwarna kuning oranye dengan bintik-bintik merah. Tumbuhnya di rimbunnya hutan Papua. Menempel pada pohon dengan ketinggian 250 hingga 2.300 meter dari permukaan laut. Anggrek ini memiliki nama ilmiah Diplocaulobium aureicolor, namun lebih terkenal dengan sebutan anggrek emas.
Jenis ini merupakan spesies endemik Papua. Artinya, secara alami hanya tumbuh di wilayah ini dan tidak ditemukan di belahan bumi mana pun. Sebaran alaminya tercatat di Papua Nugini (Provinsi Sandaun, Madang, dan Morobe) dan ditemukan juga di sisi barat wilayah Indonesia, yaitu Provinsi Papua Tengah wilayah Meepago; meliputi Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai, dan Intan Jaya.
“Disebut anggrek emas karena warnanya kuning emas. Bunganya adalah daya pikat utamanya. Bunganya cantik dengan sepenuhnya kuning oranye, dengan diameter sekitar 6-7 cm,” jelas Hari Suroto, Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN kepada Mongabay Indonesia, Rabu (10/12/2025).

D. aureicoloradalah anggrek epifit, yang berarti hidup menempel pada batang atau dahan pohon di hutan tanpa merugikan inangnya. Ia tumbuh subur dengan menyesuaikan diri pada iklim tropis basah lembap. Struktur bunganya terdiri kelopak, mahkota, benang sari, putik dan bakal buah.
Nama ilmiahnya pertama kali dipublikasikan oleh botanis Johannes Jacobus Smith pada 1911. Masa berbunganya sangat pendek yaitu satu hingga dua hari, bahkan ada yang hanya beberapa jam, dan ada pula yang hanya memperlihatkan kuncup.
“Keindahannya sangat singkat. Meski demikian, tumbuhan ini rajin berbunga sepanjang tahun, dengan setiap tangkai mampu menghasilkan 3-5 kuntum,” ungkap Hari.

Bunga dan nilai budaya
Aada bagian lain yang juga berharga dari tumbuhan ini yaitu seratnya. Bagi Suku Mee di Papua Tengah, anggrek emas bukan sekadar tanaman hias. Seratnya yang berwarna kuning merupakan bahan baku budaya. Serat anggrek ini di daerah Meepago banyak digunakan untuk menghias noken, tali tas, gelang, dan hiasan kepala.
“Suku Mee menggunakannya sebagai bahan tas tradisional atau noken anggrek emas (toya agiya). Noken yang hanya dipakai oleh pria berstatus tinggi atau tonowi,” papar Hari.
Noken dari serat anggrek emas bukan produk biasa. Ia melambangkan kekayaan, kekuasaan, dan identitas. Harganya bisa mencapai hingga Rp10 juta. Suku Mee membudidayakan anggrek emas di Mapia Barat, Piyaiye, dan sebagian di Distrik Kamuu Timur dan Kamuu Utara, Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah. Media tanam bisa memakai batang pakis hutan.
“Bagi Suku Mee, anggrek emas bukan hanya tanaman hias biasa, tetapi bagian budaya dan identitas Papua. Untuk itu perlu dijaga kelestariannya.”

Berdasarkan data terbaru IUCN per Agustus 2024, status konservasi anggrek Indonesia masih sangat kurang terpetakan. Dari total lebih dari 4.300 spesies, baru sekitar 230 spesies (5-6%) yang telah dievaluasi.
Destario Metusala, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN, menyampaikan hal ini dalam diskusi isu terkini anggrek Indonesia. Dari yang telah dievaluasi, kondisi sejumlah spesies mengkhawatirkan: 19 spesies masuk kategori Kritis (Critically Endangered/CR) dan 18 spesies dalam kategori Genting (Endangered/EN). Selain itu, ada 10 spesies Rentan (Vulnerable), 5 spesies Hampir Terancam (Near Threatened), dan 178 spesies Berisiko Rendah (Least Concern).
Meski belum ada catatan kepunahan untuk anggrek Indonesia, hal ini diduga kuat karena mayoritas spesies belum dinilai. Secara global, sudah ada 6 spesies anggrek yang dinyatakan punah. Ancaman utama kelestarian anggrek Indonesia berasal dari dua faktor: degradasi dan hilangnya habitat alami, serta eksploitasi komersial yang tidak terkendali.
Eksploitasi berlebihan, terutama terhadap spesies endemik, mengakibatkan penurunan populasi yang drastis dan mengarah pada kepunahan. Upaya konservasi melalui kolaborasi masyarakat dan komunitas, dinilai sebagai strategi kunci untuk pemanfaatan anggrek yang lestari dan berkelanjutan.
Referensi:
BRIN. (2024). Peneliti BRIN Ungkap Isu Terkini Status, Potensi Pemanfaatan Serta Permasalahan Anggrek Indonesia.
OrchidsNewGuinea.com. (n.d.). Dendrobium auricolor. Orchids New Guinea. https://www.orchidsnewguinea.com/orchid-information/species/speciescode/2704
*****
Di Tengah Ancaman Lingkungan Raja Ampat, Peneliti Temukan Dua Spesies Anggrek Baru