- Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu-satunya subspesies tersisa di Indonesia. Jumlahnya yang sedikit, makin terancam akibat perburuan beserta rusaknya hutan.
- Jika ancaman terus berlanjut, harimau sumatera di alam liar bisa punah dalam beberapa dekade mendatang.
- Populasi harimau terbesar, diperkirakan berada di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang terletak di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, lalu Taman Nasional Kerinci Seblat yang meliputi Provinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Kedua kawasan ini sebagai populasi utama, karena memiliki jumlah betina produktif cukup besar.
- Harimau sumatera jantan bernama Bakas yang dievakuasi dari Lampung Barat setelah terjadi konflik dengan warga, dilaporkan mati pada Jumat (7/11/2025), setelah dipindahkan ke kandang perawatan di Lembaga Konservasi (LK) Lembah Hijau Lampung.
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu-satunya subspesies tersisa di Indonesia. Jumlahnya yang sedikit, makin terancam akibat perburuan beserta rusaknya hutan.
“Jika tren ini berlanjut, harimau sumatera di alam liar bisa punah dalam beberapa dekade mendatang,” ujar Iding Achmad Haidir, Ketua Forum HarimauKita (FHK), pada Kamis (13/11/2025).
Populasinya terbesarnya, diperkirakan berada di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang terletak di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, lalu Taman Nasional Kerinci Seblat yang meliputi Provinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Kedua kawasan ini sebagai populasi utama, karena memiliki betina produktif.
“Selain wilayah tersebut, sebagian besar populasi harimau hidup terisolasi di fragmen-fragmen hutan kecil yang dikepung perkebunan dan jalan. Dengan populasi sekecil itu, kehilangan satu betina dewasa bisa mengganggu kelangsungan genetik.”
Harimau butuh ruang luas dan mangsa yang cukup.
“Ketika habitat rusak, mereka terpaksa turun ke ladang atau desa,” jelas Iding.
M. Irfansyah Lubis, Ketua Bidang Data dan Keilmuan Forum HarimauKita, mengatakan dari 2018 hingga 2024, sebanyak 17 individu harimau ditemukan mati. Data ini, tidak termasuk yang diperdagangkan secara ilegal.
“Umumnya, disebabkan jerat atau racun,” jelasnya, Kamis (13/11/2025).
Ancaman terbesar adalah hilangnya habitat. Selama dua dekade terakhir, Sumatera kehilangan hutan akibat pembalakan, perluasan perkebunan, dan pembangunan infrastruktur.
“Padahal hutan yang hilang itu koridor penting untuk wilayah jelajah harimau.”
Lukmanul Hakim, Manager Geographic Information System (GIS) HAkA, menyebutkan dari 3,5 juta hektar kawasan hutan di Aceh yang ditetapkan Menteri Kehutanan, hingga Desember 2024, luas tutupan hutan tersisa sekitar 2.936.525 hektar
“Tutupan hutan yang hilang pada 2024 mencapai 10.610 hektar, naik 19 persen dari 2023 yang sekitar 8.806 hektar,” ungkapnya, Kamis (13/11/2025).

Ancaman jerat
Jerat juga menjadi ancaman serius. Sebelumnya, satu individu harimau ditemukan mati di kebun masyarakat, tepatnya di Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh, pada Sabtu (11/3/2023).
Mahyuddin, masyarakat Kecamatan Meukek, mengatakan, harimau mati karena jerat babi yang dipasang masyarakat untuk menjaga kebun mereka.
“Namun, justru harimau yang kena,” ujarnya, Minggu (12/3/2023).
Sejauh ini, kebijakan konservasi harimau sumatera dinilai belum ideal. Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Harimau Sumatera terakhir adalah periode 2007-2017.
“SRAK harus segera diperbarui agar bisa menjadi dasar kebijakan dan anggaran yang lebih kuat,” ujar Iding.

Kabar pilu dari Lampung
Harimau sumatera jantan bernama Bakas yang dievakuasi dari Lampung Barat setelah terjadi konflik dengan warga, dilaporkan mati pada Jumat (7/11/2025), setelah dipindahkan ke kandang perawatan di Lembaga Konservasi (LK) Lembah Hijau Lampung.
Bakas dievakuasi pada 29 Oktober 2025 dari Talang Kali Pasir, Pekon Sukabumi, Kecamatan Batu Brak, Lampung Barat, dalam keadaan terluka dan ditempatkan di PPS Lampung. Saat dimasukkan ke kandang perawatan di LK Lembah Hijau, Bakas menabrakkan tubuhnya ke dinding dan pintu kandang tiga kali.
Pada benturan ketiga, Bakas jatuh, kejang, dan tidak menunjukkan respons gerak. Dokter hewan segera melakukan pemeriksaan dan menyatakan ia mati.
Himawan Sasongko, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, dikutip dari RMOL Lampung membenarkan hal tersebut.
Pemindahan Bakas dari PPS Lampung ke LK Lembah Hijau dilakukan dengan pertimbangan keamanan dan keselamatan masyarakat sekitar. Ini dikarenakan kandang angkutnya mengalami kerusakan dan berisiko dijebol.
“Pemindahan bertujuan agar perawatan maksimal,” jelasnya, Sabtu (8/11/2025).
Forum HarimauKita menilai, perilaku harimau menabrak tubuh ke kandang bukan tindakan bunuh diri, tetapi reaksi stres ekstrem akibat gangguan sekitar.
“Harimau dikenal memiliki sifat elusif, sangat sensitif terhadap kehadiran manusia. Karena itu, dalam setiap proses pemindahan, kandang harus tertutup rapat untuk menghindari kontak visual dan suara gaduh. Pelanggaran prinsip dasar kesejahteraan satwa, seperti bebas dari ketakutan dan tekanan, dapat menyebabkan stres fatal bagi satwa,” jelas Iding.
FHK juga menyoroti minimnya informasi tahapan pemindahan Bakas, termasuk waktu, metode, otorisasi, dan penggunaan sedasi atau pembiusan.
“Translokasi satwa besar seperti harimau dewasa agresif, tidak bisa dilakukan mendadak tanpa keterlibatan dokter hewan sebagai penanggung jawab.”
Setiap individu harimau merupakan aset genetik dan simbol moral perjuangan konservasi bangsa.
“Kehilangan Bakas harus menjadi pelajaran kolektif agar setiap penyelamatan satwa dilakukan dengan kehati-hatian dan tanggung jawab tinggi,” tegasnya.
*****
Catatan Akhir Tahun: Melindungi Harimau Sumatera Harus Ada Strategi Komunikasi