- Shankar, gajah Afrika berusia 29 tahun di Kebun Binatang Delhi, mati pada September 2025 setelah hidup sendirian selama lebih dari dua dekade.
- Hasil otopsi menunjukkan ia terinfeksi encephalomyocarditis virus (EMCV), virus langka yang dibawa tikus dan menyebabkan peradangan fatal pada jantung dan otak.
- Kematian Shankar memicu kritik luas terhadap kebun binatang dan pemerintah India karena dianggap lalai menjaga kesejahteraan satwa, meski sudah ada larangan memelihara gajah sendirian sejak 2009
Shankar, gajah Afrika berusia 29 tahun, menjadi simbol kesepian di Kebun Binatang Delhi. Ia datang ke India pada 1998 sebagai hadiah diplomatik dari Zimbabwe untuk Presiden Shankar Dayal Sharma. Bersama seekor betina, Shankar menjadi daya tarik utama kebun binatang itu. Namun, pada 2001, pasangannya mati mendadak dan sejak saat itu Shankar hidup sendirian di kandang sempit. Upaya menempatkannya dengan gajah Asia gagal karena perbedaan perilaku dan agresivitas antargajah. Shankar akhirnya dipindahkan ke kandang baru pada 2012 dan tetap di sana hingga akhir hayatnya. Padahal, sejak 2009, pemerintah India telah melarang pemeliharaan gajah sendirian lebih dari enam bulan.
Selama bertahun-tahun, aktivis kesejahteraan hewan mendesak agar Shankar dipindahkan ke suaka margasatwa yang memiliki gajah Afrika lain. Mereka menilai isolasi panjang telah menyebabkan tekanan psikologis yang berat bagi Shankar. Pada 2021, sebuah petisi diajukan ke Pengadilan Tinggi Delhi untuk memindahkannya ke tempat yang lebih layak, tetapi pengadilan menolak dengan alasan administratif. Setelah keputusan itu, Shankar tetap hidup sendirian, tanpa teman sejenis, dalam kondisi yang sering digambarkan aktivis sebagai “sunyi dan tidak manusiawi.”
Kebun Binatang Delhi sendiri telah menghadapi kritik lama atas pengelolaan satwanya. Beberapa laporan menyebutkan adanya masalah kebersihan dan keberadaan tikus di area kandang. Namun, hingga kematiannya, tidak ada langkah nyata untuk memperbaiki kondisi tempat tinggal Shankar. Para penjaga menggambarkannya sebagai hewan tenang namun murung, yang sering berjalan mondar-mandir di sekitar kandang tanpa tujuan, tanda umum stres pada gajah penangkaran.
Virus Langka yang Mematikan
Pada 17 September 2025, Shankar ditemukan mati di dalam kandangnya. Awalnya, penyebab kematian belum jelas. Setelah otopsi dilakukan oleh Institut Penelitian Veteriner India (IVRI), hasilnya menunjukkan Shankar terinfeksi encephalomyocarditis virus (EMCV), virus langka yang disebarkan oleh tikus melalui urine dan feses. Virus ini menyerang jantung dan otak, menyebabkan kematian mendadak tanpa gejala berat sebelumnya. Direktur Kebun Binatang Delhi, Sanjeet Kumar, menyebut kasus ini sebagai kematian pertama akibat EMCV yang tercatat di India.

Virus EMCV pertama kali diidentifikasi pada 1945 dari seekor siamang di Florida. Sejak 1970-an, wabah serupa telah dilaporkan di Amerika Serikat, Afrika Selatan, Tiongkok, dan beberapa negara Eropa. Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Virulence menemukan bahwa EMCV dapat menyerang babi, hewan pengerat, kucing besar, dan gajah Afrika. Virus ini berkembang cepat di tubuh inang dan tidak ada obat antivirus yang efektif untuk menanganinya. Wabah sering terjadi di kebun binatang atau fasilitas penelitian yang berdekatan dengan populasi tikus.
Menurut Sanjeet Kumar, mengendalikan populasi tikus di area terbuka seperti kandang gajah hampir mustahil. “Rodent selalu ada, mereka berpindah mencari sisa pakan atau tempat lembap,” katanya. Meski pihak kebun binatang mengaku menerapkan langkah pengawasan kesehatan hewan, tidak ada laporan penyakit sebelumnya dari Shankar hingga hari kematiannya. Pada hari yang sama, ia dilaporkan makan lebih sedikit, menunjukkan gejala lemas, lalu ambruk pada malam hari. Tim medis berusaha memberi pertolongan, tetapi Shankar dinyatakan mati sekitar pukul 8 malam.
Tragedi yang Menyisakan Satu Gajah Afrika
Kematian Shankar memicu reaksi keras dari aktivis hewan di India dan luar negeri. Mereka menilai kasus ini mencerminkan kelalaian sistemik dalam pengelolaan satwa penangkaran. “Kematian Shankar bukan sekadar tragedi, tapi bukti kegagalan moral kita menjaga makhluk hidup yang bergantung pada manusia,” kata Nikita Dhawan, pendiri organisasi Youth for Animals. Ia menambahkan, isolasi panjang membuat Shankar rentan stres dan menurunkan daya tahan tubuh, yang mungkin memperparah dampak infeksi virus.
Kasus Shankar juga membuka kembali perdebatan soal praktik pertukaran satwa antarnegara sebagai simbol diplomatik. Banyak ahli konservasi menilai tradisi tersebut sudah usang dan sering menimbulkan penderitaan bagi hewan. Gajah seperti Shankar bukan hanya kehilangan habitat alaminya, tapi juga dipisahkan dari kelompok sosialnya—sesuatu yang penting bagi kesejahteraan spesies gajah. Di alam liar, gajah hidup dalam kelompok besar dengan struktur sosial kuat, sementara isolasi jangka panjang di kebun binatang dapat memicu depresi dan gangguan perilaku.

Kini, hanya tersisa satu gajah Afrika jantan di India, bernama Richie, yang tinggal di Kebun Binatang Mysore, Karnataka. Richie juga hidup sendirian selama bertahun-tahun. Aktivis mendesak agar kasus Shankar menjadi pelajaran dan mendorong pemerintah India meninjau ulang kebijakan perawatan satwa besar di penangkaran