- Indonesia terus memetakan potensi karbon biru yang menyebar di berbagai perairan nasional melalui ekosistem mangrove dan lamun. Kementerian Kelautan dan Perikanan pun tengah meingintegrasikan peta karbon biru ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional.
- Selama bertahun-tahun pengembangan dan pengelolaan karbon biru seperti berjalan di tempat. Tak ada kejelasan dan kepastian akan seperti apa pengembangan dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia.
- Kini, harapan itu kembali muncul setelah pemerintah mengumumkan sedang melakukan penyusunan dokumen Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu Cadangan Karbon Biru (RZ KSNT CKB)
- Rencana itu akan dilaksanakan dengan membentuk 17 RZ di seluruh Indonesia, termasuk adalah kawasan utara di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Saat ini, fokus dilakukan dengan memperbarui data lamun yang tertinggal dari mangrove
Indonesia terus memetakan potensi karbon biru yang menyebar di berbagai perairan nasional melalui ekosistem mangrove dan lamun. Kementerian Kelautan dan Perikanan pun tengah meingintegrasikan peta karbon biru ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional.
Upaya pemetaan karbon biru itu selaras dengan mitigasi Second Nationally Determined Contribution (SNDC) yang menjadi komitmen Indonesia terhadap pengelolaan iklim.
Melalui SNDC, Indonesia memasukkan karbon biru sebagai bagian dari sub sektor kelautan. Ekosistem karbon biru lebih unggul ketimbang ekosistem hutan di daratan yang umumnya menyimpan potensi cadangan karbon sekitar 200–500 Mg C/hektar. Untuk setiap hektar ekosistem mangrove, tersimpan potensi karbon biru 1.000 Mg C/hektar atau lebih.
Melihat potensi itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai menyusun Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZKSNT) Cadangan Karbon Biru (CKB).
Kartika Listriana, Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut KKP mengatakan, akan memasukkan peta karbon biru ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional dan melekat dalam RZKSNT.
“Saat ini masih proses identifikasi kawasan mana saja yang bisa didorong untuk mengembangkan karbon biru,” katanya.
Proses itu berjalan paralel dengan penyelesaian peta nasional terumbu karang dan padang lamun akhir 2025. Dia berharap, optimalisasi karbon biru ini bisa berkontribusi untuk perekonomian nasional.

Kartika katakan, RZKSNT akan terintegrasi dengan kegiatan lain seperti pelayaran komersial. Dokumen ini tak hanya menyasar kawasan pesisir, tetap juga kawasan di lepas pantai.
KSNT CKB ini sekaligus menjadi komitmen pemerintah dalam mitigasi perubahan iklim secara global, perlindungan ekosistem laut, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Dia menepis penyusunan RZKSNT sekadar instrumen teknokratis. Ia memang dirancang untuk memberi manfaat ekonomi, kepastian hukum bagi investasi, peningkatan kesejahteraan sosial, serta lingkungan dengan koridor perlindungan ekosistem pesisir dan laut.
Saat ini, valuasi karbon biru mencapai US$800.000 per kilometer persegi (m2) untuk padang lamun. “Jadi, selain bermanfaat untuk mengendalikan iklim melalui penyerapan, karbon biru bisa bernilai ekonomi,” kata Kartika.
Namun begitu, perlu elemen pendukung untuk meningkatkan valuasi ekonomi padang lamun. seperti regulasi, hingga menurunkan aktivitas di darat dan laut yang berpotensi menambah tekanan kesehatan ekosistem lamun.

Beda data
Pramaditya Wicaksono, Guru Besar Bidang Penginderaan Jauh Biodiversitas Pesisir Universitas Gadjah Mada menjelaskan, pemerintah perlu data primer dan sekunder untuk menyusun KSNT CKB.
Data-data itu mencakup spesies lamun, kepadatan, persentase tutupan, biomassa, kondisi habitat, aktivitas manusia, regulasi, dan informasi degradasi yang bisa memberi gambaran kondisi dan kesehatan lamun.
“Itu menjadi perencanaan, pengelolaan, dan pemantauan yang efektif,” katanya.
Persoalannya, terdapat perbedaan antara satu dengan instansi lain, meski hasil validasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terakhir luas lamun ditetapkan 290.000 hektar.
“Jadi harus ada pembaruan data segera. Ada yang mengatakan 3 juta hektar, ada juga yang bilang 1,8 juta hektar. Jadi, berapa luas sebenarnya.”
Pakar pemetaan padang lamun itu menjelaskan, saat ini upaya untuk memperbarui data ekosistem padang lamun sudah berjalan sampai fase kedua. Fase pertama sudah berjalan pada 2022-2023, dan fase kedua dari 2023-2025.
Pengumpulan data itu meliputi desain pengumpulan data seperti desain pengambilan sampel dan survei, pengumpulan data primer (foto kuadrat/pengambilan sampel biomassa/pengambilan inti sedimen), analisis laboratorium, penggalian data dari pengetahuan dan informasi yang ada melalui diskusi terpumpun (FGD) atau lokakarya, dan sumber lain seperti warga atau aplikasi.
Abdi Tunggal Priyanto, Direktur Perencanaan Ruang Perairan KKP menjelaskan tentang RZKSNT berkaitan erat dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, situs warisan dunia.
“Aspek utama yakni kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, serta situs warisan dunia.”
Peraturan Pemerintah Nomor 32/2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut, KSNT CKB masuk dalam kelompok KSNT Kepentingan Pengendalian Lingkungan Hidup. Total ada 15 lokasi cadangan karbon biru yang ditetapkan melalui aturan tersebut. Masalahnya, terdapat perbedaan lokasi antara PP itu dengan rancangan PP RTRWN.

Lokasi indikatif
Data paling mutakhir, KKP siapkan 17 lokasi indikatif KSNT CKB sebagai bagian dari RTRWN 2025-20245. Semua lokasi itu adalah ekosistem karbon biru dengan prioritas untuk padang lamun.
“Berdasarkan kepentingannya, KSNT terdiri dari 3 yaitu KSNT untuk kepentingan kedaulatan negara, untuk kepentingan situs warisan dunia, dan KSNT untuk kepentingan pengendalian lingkungan hidup termasuk cadangan karbon biru ini,” terangnya.
Abdi klim, pembentukan RZ KSNT bisa menurunkan emisi gas rumah kaca dan mendorong terwujudnya nol emisi pada 2060. Juga, mewujudkan target pemerintah dalam penanganan perubahan iklim secara global.
RZ KSNT CKB akan meliputi tiga zona, yaitu zona utama dengan fokus pada fitur fisik, geologi, fisiografi, biologi, atau area tertentu; zona penyangga yang mengelilingi atau berdampingan dengan zona utama; dan zona sekitar yang memiliki pengaruh terhadap objek utama KSNT.
“Jadi, tetap memperhatikan keselarasan dan keterpaduan dengan zona-zona lain yang sudah berlaku dan ditetapkan dalam RZ lain.”
Saat ini, KKP juga menyiapkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) untuk mengelola karbon agar bisa lebih fokus untuk memgembangkan ekosistem karbon biru di masa mendatang.

Degradasi mangrove
Lubendik Ramos, National Blue Carbon Action Partnership Secretariat Manager menyebut ekosistem karbon biru di Indonesia adalah salah satu yang terbesar di dunia. Meliputi 3,4 juta hektar ekosistem mangrove dan 1,8 juta hektar padang lamun.
Sayangnya, di waktu yang sama, mangrove mengalami degradasi hingga 180.000 hektar per tahun, dengan lamun mengalami degradasi seluas 90.000 hektar per tahun. “Potensi stok karbon biru di Indonesia mencapai 3,4 miliar ton CO2 atau setara 17% cadangan karbon dunia.”
Untuk itu, perlu rencana aksi nasional (RAN) untuk mengembangkan karbon biru. Termasuk, menyiapkan dana senilai US$460 juta untuk mendukung aksi-aksi selama lima tahun. Salah satunya untuk merestorasi mangrove 45.200 hektar.
*****
Perlu Penelitian Lebih Banyak tentang Karbon Biru di Indonesia