- Pemerintah kecolongan dalam pengawasan impor logam bekas ( besi dan baja) hingga ada kontaminasi zat radioaktif Cesium-137 di Kawasan Industri Modern Cikande, Serang, Banten. Pemerintah pun setop sementara izin impor scrap besi dan baja.
- Untuk mencegah kasus serupa, pemerintah menghentikan sementara izin impor scrap besi dan baja hingga seluruh industri memenuhi standar keselamatan.
- Sebelumnya, pemerintah menyatakan sebaran kontaminasi ada di 10 titik, ternyata berkembang jadi 32 titik di Cikande. Paparan radiasi zat radioaktif Cesium-137, antara lain, ada di 22 area pabrik, dan 10 titik lapak rongsokan di sekitar kawasan.
- Yuyun Ismawati Drwiega, Co-Chair International Pollutants Elimination Network (IPEN), menilai, pemerintah kecolongan, baik dari sisi pengawasan maupun aturan yang belum cukup kuat. Scrap metal semestinya tidak masuk melalui green lane (jalur hijau) dalam sistem impor meskipun ada rekomendasi dari tiga kementerian teknis seperti Kementerian Perindustrian, KLH, dan Kementerian Perdagangan.
Pemerintah kecolongan dalam pengawasan impor logam bekas (besi dan baja) hingga ada kontaminasi zat radioaktif Cesium-137 di Kawasan Industri Modern Cikande, Serang, Banten. Pemerintah pun setop sementara izin impor logam bekas ini.
“Kita akui ada kontrol pemerintah yang terlewat dalam sistem pengawasan. Dulu, mungkin kita tidak pernah membayangkan ada radionuklir sampai ke Indonesia, tapi faktanya sekarang radionuklir bisa lolos masuk lewat scrap metal,” kata Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), kepada Mongabay, di Serang, Selasa (7/10/25).
Soal sumber kontaminasi, katanya, pemerintah belum dapat memastikan apakah Cesium-137 berasal dari scrap metal impor atau pelimbahan komersial alat industri yang mengandung zat itu.
“Ini sedang didalami oleh Bareskrim. Tidak menutup kemungkinan berasal dari kedua sumber itu,” katanya.
Untuk mencegah kasus serupa, pemerintah menghentikan sementara izin impor logam bekas besi dan baja hingga seluruh industri memenuhi standar keselamatan.
“Kami minta para pelaku industri melengkapi diri dengan radiation portal monitoring dan perubahan sistem pemeriksaan (changes). Kalau dua hal itu terpenuhi, baru izin impor bisa diberikan kembali,” kata Hanif.
Selama ini, katanya, pemerintah fokus menangani limbah B3, namun belum mengantisipasi potensi masuknya limbah radioaktif melalui jalur perdagangan logam bekas.
Dia katakan, seluruh radiation portal monitoring di pelabuhan kini sudah aktif, dan puluhan kontainer yang terdeteksi terkontaminasi Cesium-137 telah dikembalikan oleh Bapeten.
“Bapeten sudah mengembalikan puluhan kontainer yang terkontaminasi Cesium-137,” katanya.

Ada 32 titik! Terus lakukan dekontaminasi
Sebelumnya, pemerintah menyatakan sebaran kontaminasi ada di 10 titik, ternyata berkembang jadi 32 titik.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Gegana Polri, memastikan proses dekontaminasi bertahap dan penuh kehati-hatian setelah terdeteksi di 32 titik di Kawasan Industri Cikande.
Paparan radiasi zat radioaktif Cesium-137, antara lain ada di 22 area pabrik, serta 10 titik lapak rongsokan di sekitar kawasan.
“Proses dekontaminasi kami lakukan dengan sangat hati-hati karena risiko paparan radiasi cukup tinggi,” kata Hanif kepada wartawan.
Terdapat pula 14 truk dan kontainer yang terkontaminasi radiasi setelah pengecekan menggunakan radiation portal monitoring di pintu keluar kawasan Cikande.
Saat ini, kendaraan itu telah dilakukan dekontaminasi.
KLH mencatat, tahap awal dekontaminasi di dua titik utama. Dalam setiap kegiatan, petugas dibatasi waktu kerja maksimal dua menit di area terkontaminasi.
“Kami menerapkan protokol ketat. Setiap petugas wajib mengenakan hazmat suit (pakaian dekontaminasi).”
Dia juga menyampaikan, masyarakat tak perlu panik sepanjang tidak melanggar batas aman yang telah diberi tanda oleh tim Cs-137.
“Yang penting masyarakat tidak melewati garis pengaman atau tanda bahaya yang sudah dipasang tim di lapangan.”
Saat ini, KLH bersama BRIN dan Bapeten tengah melakukan survei kesehatan dan pemetaan zona paparan radiasi hingga radius lima kilometer dari titik temuan.
“Kami sedang mendata rumah-rumah yang memiliki tingkat pancaran radiasi tinggi untuk dilakukan pelokalisiran,” katanya.
Dia bilang, koordinasi lintas kementerian telah mereka lakukan, termasuk dengan Menko Pangan, Zulkifli Hasan, yang bertugas sebagai satgas penanganan kasus ini.

Apa kata ahli?
Yuyun Ismawati Drwiega, Co-Chair International Pollutants Elimination Network (IPEN), menilai, pemerintah memang kecolongan, baik dari sisi pengawasan maupun aturan yang belum cukup kuat.
Dia menekankan, scrap metal semestinya tidak masuk melalui green lane (jalur hijau) dalam sistem impor meskipun ada rekomendasi dari tiga kementerian teknis seperti Kementerian Perindustrian, KLH, dan Kementerian Perdagangan.
Yuyun juga mengusulkan ada pembatasan impor metal scrap lebih ketat disertai aturan mengenai batas maksimum kandungan kontaminan yang diperbolehkan.
Sebenarnya, kecil kemungkinan sumber kontaminasi radioaktif Cesium-137 di Cikande berasal dari kegiatan ekspor-impor scrap metal. Karena secara internasional, pengelolaan limbah radioaktif, termasuk Cesium-137, memiliki standar pengawasan sangat ketat.
Untuk itu, perlu penelusuran lebih dalam terhadap sumber lain di dalam negeri.
Menurut dia, sumber kontaminasi radioaktif juga bisa berasal dari pusat radioterapi dan kemoterapi di rumah sakit atau klinik.
“Sumber dari perangkat medis bisa saja terjadi akibat lemahnya penegakan hukum dan pengawasan,” katanya kepada Mongabay.
Di Indonesia, katanya, masih sangat sedikit fasilitas dan pengangkut limbah berbahaya yang memiliki peralatan canggih untuk menangani limbah radioaktif, hingga risiko penanganan tidak tepat jadi lebih besar.
Senada Dwi Sawung, dari Walhi Nasional katakan. Dia menilai, kasus kontaminasi radioaktif di Cikande harus dilihat dari dua kemungkinan sumber, yakni, lokal atau impor.
Apabila terbukti berasal dari bahan bekas impor, ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam pengawasan terhadap lalu lintas barang bekas yang masuk ke Indonesia.
“Kita sudah sejak lama memprotes praktik impor bahan bekas, bukan hanya slag atau scrap metal, juga limbah dan sampah,” katanya kepada Mongabay.
Sawung mencontohkan, kasus impor kertas bekas yang ternyata berisi limbah campuran rumah tangga. Menurut dia, praktik semacam ini terjadi karena pemerintah mentolerir impor bahan baku tidak homogen hingga bahan berbahaya bisa ikut masuk.
Dia menilai kalau benar sumber kontaminasi radioaktif berasal dari impor, maka dampaknya akan lebih fatal, karena bisa menyebar ke berbagai tempat bahkan mengancam industri pengolahan makanan di sekitar Cikande.

Langkah ke depan
Untuk mencegah kejadian serupa tak terulang, Sawung mendesak pemerintah menghentikan seluruh praktik impor bahan bekas tak jelas asal-usul dan jenisnya.
“Setop saja impor limbah, mau dalam bentuk apapun, kecuali bahan baku yang benar-benar homogen dan diperiksa secara ketat,” kata Sawung.
Sementara itu, Yuyun menekankan pentingnya pengawasan impor metal scrap lebih ketat, terutama dengan mewajibkan pemeriksaan di jalur merah.
Selain itu, perlu ada revisi regulasi agar ada batas jelas mengenai kadar kontaminan yang diperbolehkan.
Peningkatan kapasitas pengelolaan limbah radioaktif dalam negeri, termasuk di rumah sakit dan fasilitas kesehatan juga perlu perhatian.
Selain itu, perlu meningkatkan koordinasi antar kementerian agar tidak ada tumpang tindih kewenangan yang justru melemahkan sistem pengawasan.
“Jika kita tidak belajar dari pengalaman, potensi bahaya radioaktif akan terus mengancam lingkungan dan masyarakat.”

*****
Cemaran Radioaktif, Pemerintah akan Gugat Pabrik dan Pengelola Cikande