- Praktik baik ditunjukkan warga Desa Mbatakapidu, Kecamatan Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk melestarikan sumber air. Mereka sepakat untuk melarang penebangan pohon dan perburuan satwa di area sumber air.
- Tidak hanya untuk menyuplai penduduk di dua kecamatan, mata air dari Desa Mbatakapidu itu juga PT. Aquamor Matawai Kahingiru untuk bahan baku produksi air mineral dalam kemasan (AMDK). Perusahaan milik Pemda Sumba Timur dengan saham 70%, sisanya 30% PT.Aquamor.
- Sayangnya, di balik kelimpahan sumber air, 2.109 warga di Mbatakapidu justru kesulitan air karena sulitnya akses. Lili Pakuwali, Bupati Sumba Timur Umbu Lili Pakuwali akui, kesulitan membangun jaringan air bersih bagi warga Desa Mbatakapidu. Alasannya, pemukiman warga berada di ketinggian sementara mata air di lembah. Selain itu, permukiman warga juga tersebar, tidak berada di satu lokasi sehingga menyulitkan pembangunan jaringan air bersih.
- Data Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum Kabupaten Sumba Tahun 2022 menyebutkan, jumlah mata air di Sumba Timur sebanyak 358 dan tersebar di 22 kecamatan.
Alexander Viktor Umbu Retang, menelusuri jalanan beraspal menuju Mata Air (Matawai) Lakulu di Desa Mbatakapidu, Kecamatan Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Terlihat pepohonan rimbun tegak di kanan-kiri jalan.
Ada pohon ara (Ficus racemosa) dan salam (Syzygium polyanthum) dengan usia lebih dari 30 tahun. Setelah 300 meter berjalan, kami akhirnya sampai di lokasi bak penampungan air.
“Dulu air mengalir di samping jalan ini dan, baru tahun 1994 dibangun bak penampung,” kata Alexander.
Jarak antara bak penampungan dengan Mata Air Lakulu sekitar 300 meter. Dari bak itu air kemudian mengalir melalui delapan pipa ukuran 12 inch ke bak penampung. Ada enam pipa plastik dan dua pipa besi.
“Air ini dimanfaatkan untuk warga di dua kecamatan, yakni Waingapu dan Kambera” kata Jacob Tanda, warga Mbatakapidu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumba Timur tahun 2020, penduduk Kecamatan Kota Waingapu 36.549 jiwa dan Kambera 34.507 jiwa.
Tidak hanya untuk menyuplai penduduk di dua kecamatan, mata air dari Desa Mbatakapidu itu juga PT. Aquamor Matawai Kahingiru untuk bahan baku produksi air mineral dalam kemasan (AMDK). Perusahaan milik Pemda Sumba Timur dengan saham 70%, sisanya 30% PT.Aquamor.
Jacob merupakan Sekretaris Kelompok Penjaga Mata Air (Kompair) Matawai Manama. Ketuanya Alexander juga pemilik tanah di lokasi Mata Air Lakulu. Keduanya mantan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sumba Timur dan Kepala Desa Mbatakapidu.
Anggota Kompair berjumlah 20 orang yang bekerja secara sukarela. Selain itu, terdapat tujuh keluarga yang juga menjadi penjaga mata air agar debitnya tidak makin berkurang.
Berjarak ±10 meter ke arah barat bendungan, sebuah batu bulat berada di tengah kolam. Terlihat gelembung-gelembung besar di dekatnya seperti air mendidih.
“Itu air yang keluar dari dalam tanah. Kolam di sebelah barat ini juga biasa menjadi tempat minum ternak,” ucap Jacob.

Jaga keanekaragaman hayati
Masyarakat Desa Mbatakapidu sepakat melindungi pohon, burung dan beragam satwa lain di sekitar mata air. Siapapun yang menebang pohon dan menangkap hewan akan kena sanksi adat. Setiap Agustus warga menggelar ritual adat bagi Marapu (wujud tertinggi).
Jacob bilang, larangan dan sanksi adat membuat lokasi ini terjaga. Pepohonan besar berusia puluhan tahun terlihat di lokasi ini. Suara kicauan burung dan ayam hutan juga terdengar bersahutan.
Di dalam kolam air sering terlihat beberapa belut berbagai ukuran. Warga meyakini belut sebagai penjaga mata air. Karena itu, ada larangan untuk menangkap dan mengkonsumsi belut itu. Siapapun yang melanggar, warga meyakini petaka akan menimpanya.
“Pernah ada pekerja proyek bendungan ini menangkap dan memakannya. Tak lama kemudian orang tersebut pun meninggal dunia.”

Sulit akses
Menjelang senja, Kamis (21/9/25) Mariana Katalepir dan dua perempuan lain bergegas berjalan turun ke lembah. Dia pakai jeriken plastik, ketiganya menadah air yang keluar dari pipa HDPE.
Terdapat kolam penampung air yang sudah tidak berfungsi hingga terus mengalir dari pipa itu. Sebuah bak penampung di ujung kampung pun tidak berfungsi.
“Air tidak bisa dialirkan ke atas perkampungan sehingga kami harus turun mengambilnya. Pernah ada lembaga yang membantu, namun proyeknya pun gagal,” kata Margaretha Takan Djanji, warga Dusun Kambata Tanah Lingu.
Istri Alexander ini merasa miris melihat situasi ini. Bukan saja kesulitan akses air bersih, mereka juga belum bisa menikmati penerangan listrik dari pemerintah.
Padahal, katanya, mama-mama di desa ini cukup produktif dengan membuat berbagai produk anyaman dari daun pandan hutan (Pandanus tectorius) yang banyak di desanya. Saat pesanan melimpah, mereka menganyam di malam hari menggunakan penerangan dari lampu pelita.
Pembeli dari Jakarta selalu memesan produk mereka.
“Ada desainer dari Jakarta yang sampai sekarang masih membeli hasil anyaman kami. Kalau ada listrik tentu kami malam hari bisa manfaatkan waktu untuk menganyam.”
Yohanis Kalikit Maramba Hamu, Kepada Desa Mbatakapidu, menyesalkan 2.109 warga di empat dusun belum juga nikmati listrik dan air bersih. Kendati sudah berulangkali sampaikan keluhan itu, nyatanya tak buahkan hasil hingga kini.
“Ada tiga kolam pemandian alami yang selalu ramai dikunjungi. Kami sedang usahakan dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa agar ada pemasukan buat desa.”
Umbu Lili Pakuwali, Bupati Sumba Timur akui, kesulitan membangun jaringan air bersih bagi warga Desa Mbatakapidu. Alasannya, pemukiman warga berada di ketinggian sementara mata air di lembah.
Selain itu, permukiman warga juga tersebar, tidak berada di satu lokasi sehingga menyulitkan pembangunan jaringan air bersih.
“Untuk listrik itu kewenangan PLN dan sampai saat ini memang belum terlayani,” katanya. Pihaknya berusaha fasilitasi dengan memasang litrik tenaga surya. Terutama untuk sekolah dan puskesmas.

Air melimpah, tapi…..
Hasil pendataan oleh Kompair menyebutkan, terdapat 71 mata air di Desa Mbatakapidu yang tersebar di empat dusun.
Sumber mata air di Pulau Sumba biasa berupa aliran air tanah yang muncul ke permukaan secara alami. Hal itu karena terpotongnya aliran air tanah oleh topografi setempat dan keluar dari batuan.
Kebanyakan sumber air dari mata air yang ada terletak di lereng berbukit atau lereng sungai yang secara topografi membentuk aliran keluar secara alami.
Data Tahun 2022 menyebutkan, jumlah mata air di Sumba Timur sebanyak 358 dan tersebar di 22 kecamatan.
Ada empat mata air yang Perumda Matawai Amahu kelola, yakni, Lakulu, Payeti, Gunung Meja 1 dan Gunung Meja 2, sisanya oleh pemerintah desa. Sistem perpipaannya menggunakan gravitasi 68% dan pompa 32%.
Mata air di Desa Mbatakapidu yakni Lakulu debit 300 ltr/dtk dan Payeti 50 ltr/dtk. Dua lainnya di Desa Kuta, Kecamatan Kanatang, yakni, Gunung Meja 1 debit 15 ltr/dtk dan Gunung Meja 2 debit 50 ltr/dtk.
Mata air besar lain yakni Waimarang, Desa Umalulu debit 200 ltr/dtk dan mata air Patawang, Desa Patawang debit 150 ltr/dtk, keduanya di Kecamatan Umalulu.
Sedangkan debit mata air Kalamba, Desa Kalamba Kecamatan Haharu serta mata air Mata Iang Desa Tanarara,Kecamatan Lewa, debit keduanya sebesar 100 ltr/dtk.
Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi, mantan Direktur Walhi NTT mengatakan, banyak daerah di Sumba dinamakan Wai yang berarti air. Tidak mungkin leluhur mereka menamakan wilayah itu Wai kalau tak ada mata air
“Kami bukan kesulitan air namun kesulitan akses terhadap sumber air karena pemukiman berada di ketinggian sementara mata air berada di lembah,” katanya.
Bagi Alexander, kesulitan akses air bersih warga desanya terasa tak adil. Apalagi, saat sama, pemerintah acapkali meminta mereka senantiasa menjaga keberlanjutan mata air.
“Mungkin ada saatnya pemerintah memperhatikan nasib kami khususnya soal listrik dan ketersediaan air bersih. Leluhur kami mengajarkan kami menjaga mata air ini sebab ini untuk kebutuhan hidup banyak orang.”

*****
Nasib Perempuan Pesisir Makassar Dua Dekade Alami Krisis Air