- Sejak tahun 2000, kopi Flores baik arabika maupun robusta, mulai diperkenalkan ke berbagai pembeli luar negeri. Pemerintah setempat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), berkolaborasi melatih dan mendampingi petani menjaga kualitas kopi.
- Tahun 2004 setelah terbentuk kelompok tani Fa Masa (Bahasa Ngada artinya sejuk semua), para petani di Desa Beiwali, mulai menaman kopi. Jenis yang dipilih adalah arabika varietas S759, kopi yang sudah ditanam sejak awal 1970-an.
- Data BPS NTT menunjukkan, produksi kopi NTT tahun 2021 sebanyak 25.896 ton. Pulau Flores terbanyak dengan jumlah produksi 21.822 ton, Sumba (3.209 ton), Timor (547 ton), dan Alor (318 ton).
- Kopi Flores Bajawa dan Kopi Flores Manggarai pernah dipamerkan dalam Sidang Majelis Umum Ke-65 Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) di Jenewa, Swiss pada 9-17 Juli 2024. Juga, dinikmati para delegasi KTT ASEAN ke-42 dan G20 di Labuan Bajo, NTT.
Menjelang siang, kabut menerpa kawasan taman wisata rohani di Bukit Wolowio, Flores, NTT. Di utara taman ini, membentang kebun kopi arabika (Coffea arabica) yang dinaungi pohon ampupu (Eucalyptus urophylla).
“Banyak perkebunan kopi di bawah lembah ini,” terang Anselmus Menge, mantan ketua Kelompok Tani Fa Masa, kepada Mongabay Indonesia, Senin (4/8/2025).
Sejak tahun 2000, kopi Flores baik arabika maupun robusta, mulai diperkenalkan ke berbagai pembeli luar negeri. Pemerintah setempat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), berkolaborasi melatih dan mendampingi petani menjaga kualitas kopi.
Tahun 2004 setelah terbentuk kelompok tani Fa Masa (Bahasa Ngada artinya sejuk semua), para petani di Desa Beiwali, mulai menaman kopi. Jenis yang dipilih adalah arabika varietas S759, kopi yang sudah ditanam sejak awal 1970-an.
Anselmus yang merupakan warga Desa Beiwali, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, mengatakan sebelumnya petani menanam kopi dengan jarak antarpohon 1-1,5 meter. Setelah mendapat pelatihan, jarak tanam diatur 2,5×2,5 meter.
“Ini penting, agar setiap tanaman mendapatkan akses yang cukup terhadap cahaya matahari, air, dan nutrisi tanah,” ujarnya.

Petani juga diajarkan menjaga kualitas kopi yaitu yang dipetik harus 95% matang (berwarna merah). Pemetikan dilakukan per buah kopi, bukan ditarik sekaligus satu ranting.
Rini So’o, warga Desa Beiwali, mengatakan curah hujan yang tinggi membuat banyak bunga kopi gugur.
“Di Indonesia, umumnya panen buah kopi pada April atau Mei hingga September dan Oktober,” jelasnya, awal September 2025.
Terdapat dua metode pemetikan kopi, yaitu selektif (selectively pick) dan petik racutan (strip pick). Biji kopi difermentasi selama 38 jam, sebelum dijual ke pasar. Ada dua jenis yang dijual yaitu Hard Skin (HS) basah dan kering.
HS basah adalah biji kopi yang kulit tanduknya baru saja dikupas menggunakan proses basah dengan kadar air sekitar 45-50%. Sementara HS kering, biji kopi yang kulit tanduknya/skin sudah kering dan diproses dengan cara pengeringan atau metode pengolahan kopi kering dengan kadar air maksimal 12 persen.
“Harga kopi arabika basah Rp25 ribu per liter, sementara kering satu kilogram sekitar Rp80 ribu dengan kadar air 12 persen,” ungkapnya.

Perawatan dan peremajaan
Rata-rata, tanaman kopi petani di Desa Beiwali dan Kabupaten Ngada berumur 20 tahun. Banyak petani yang mulai melakukan peremajaan.
Anselmus mengaku, dari tiga kebunnya, satu kebun sudah dilakukan peremajaan pada 2023. Setelah peremajaan, tinggi pohon rata-rata 1,5 meter dan 2 tahun sudah berbuah.
“Sebelum peremajaan, ada yang tingginya 5 meter dan harus menggunakan tangga memetiknya,” ungkapnya.
Peremajaan dilakukan dengan sambung pucuk dan sambung tunas. Pemangkasan rutin dilakukan tiga bulan sekali, agar pohon cukup mendapat sinar matahari.
“Satu hektar lahan kopi arabika bisa menghasilkan 1,5 bahkan 1,7 ton dari sebelumnya hanya 1 ton,” jelasnya.

Bernadinus Dhey Ngebu, Wakil Bupati Ngada, saat ditemui Mongabay Indonesia, Selasa (5/8/2025) mengakui, dulu susah mengajak masyarakat untuk tidak menggunakan bahan kimia. Namun, belakangan ini para petani perlahan beralih ke pupuk organik, sebab harga jual kopinya lebih mahal.
“Edukasi terus dilakukan, sebab satu petani saja tidak mau bisa berdampak ke anggota kelompok lain,” ungkapnya.
Di Desa Beiwali, sudah ada Peraturan Desa yang melarang menggunakan bahan kimia untuk menyemprot rumput. Selain itu, petani juga dilarang membakar lahan dan minimal tiga kali setahun membersihkan kebun. Petani dianjurkan membuat lubang rorak dan menyimpan pupuk kandang di dalamnya.
“Ini penting untuk menjaga keseimbangan alam dan ekosistemnya.”
Bernadinus berharap petani kopi konsisten dan tidak tergiur menanam jenis lain karena harga jualnya lebih tinggi. Petani diharapkan tetap menjaga kualitas kopi.
“Saat tertentu, kopi arabika agak sulit berproduksi karena itu harus kita antisipasi,” pesannya.

Data BPS NTT menunjukkan, produksi kopi NTT tahun 2021 sebanyak 25.896 ton. Pulau Flores terbanyak dengan jumlah produksi 21.822 ton, Sumba (3.209 ton), Timor (547 ton), dan Alor (318 ton).
Data tahun 2020, produksi kopi NTT sebanyak 24.237,35 ton, di peringkat kedua setelah kelapa (70.235,17 ton). Kabupaten Manggarai Timur produksinya 6.421,76 ton disusul Ende (3.446,80 ton), Ngada (3.316,40 ton), Manggarai (2.569,68 ton), Sumba Barat Daya (2.215,66 ton), Manggarai Barat (2.164,50 ton), dan Flores Timur (1.439,13 ton).
Kopi Flores Bajawa dan Kopi Flores Manggarai pernah dipamerkan dalam Sidang Majelis Umum Ke-65 Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) di Jenewa, Swiss pada 9-17 Juli 2024. Juga, dinikmati para delegasi KTT ASEAN ke-42 dan G20 di Labuan Bajo, NTT.
*****
Kopi Bajawa, Wajah Kopi Flores yang Mendunia dan Tantangan Perubahan Iklim