- Kalistha Lestari alias Tari, mati karena infeksi Elephant Endotheliotropic Herpes Viruses (EEHV) yang menyerang organ hati. Balai TNTN mengumumkan laporan hasil pemeriksaan laboratorium Medika Satwa Laboratoris, Bogor, Jawa Barat, 15 September 2025. Lima hari setelah kematian gajah berusia 2 tahun itu.
- Muhammad Wahyu, Direktur Yayasan Ganesha Akasara Sumatera, mendesak Pemerintah Indonesia mengadopsi berbagai teknologi dan metode perawatan dan pengobatan EEHV di Thailand yang sudah maju beberapa langkah.
- Fitriani Dwi Kurniasari, aktivis satwa, menjadi yang paling terpukul. Meski tidak pernah bertemu langsung, dia mengaku terikat secara emosional terhadap Tari karena kerap melihat unggahan Instagram Balai Besar TNTN tentang si gajah kecil.
- Kematian Tari hampir saja membuyarkan rencana donasi buat mendukung kebutuhan gajah di Camp Flying Squad Tesso Nilo, Pelalawan, Riau. Namjoon Indonesia dan tim hendak merayakan ulang tahun Rap Monster (RM)—nama panggung Kim Namjoon—dengan menargetkan donasi Rp20 juta. Tenggat pengumpulan dana ini hingga 26 September 2025.
Fitriani Dwi Kurniasari seketika lemas setelah melihat pesan aplikasi berbagi pesan WhatsApp yang masuk ke telepon genggamnya, Rabu (10/09/25) pagi. Isinya kabar kematian Tari, anak gajah betina di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Ani, panggilan akrabnya, tidak pernah bertemu Tari secara langsung. Perempuan yang jadi aktivis satwa independen sejak 2023 itu mengaku menyaksikan tingkah laku hewan tambun itu dari Instagram Balai TNTN.
Dia sempat bertemu induk Tari, Lisa, waktu masih mengandung Tari, sekitar 2023. Kala itu, dia mendampingi jurnalis Italia sekaligus penerjemah dalam liputan karhutla di konsesi perusahaan sekitar TNTN.
Mantan anggota Wildlife Crime Team WWF Riau itu mengaku ikuti tumbuh kembang Tari dari Instagram. Dari situ, dia merasa memiliki ikatan emosional laiknya ibu dan bayi terhadap gajah kecil itu.
Di tengah karut marut perpolitikan Indonesia, saat ini, Ani mengaku terhibur ketika melihat posting-an tentang Tari. Anak gajah itu bahkan dapat menjadi pelipur laranya, menjadi tujuan ketika berhenti sejenak dari rutinitas sehari-hari.
Karena sering menyaksikan tingkah laku anak gajah itu, dia menafsirkan Tari masih penasaran dengan cara dunia bekerja dan bertanya-tanya bagaimana menjalankan kehidupan.
Tari, katanya, ramah dan tidak agresif. Panggilannya ‘Dek Tari’. Gajah kecil itu usil seperti anak kecil. Badannya besar namun suka bermanja-manja dengan mahout.
“Jadi tak mungkin tak menangis dengar Tari meninggal,” katanya, dengan suara parau.

Donasi
Kematian Tari hampir saja membuyarkan rencana donasi buat mendukung kebutuhan gajah di Camp Flying Squad Tesso Nilo, Pelalawan, Riau. Juli lalu, seorang penggemar Kim Namjoon, pemimpin BTS, grup penyanyi pria asal Korea Selatan atau KPop, menghubungi Ani di Instagram.
Orang itu mengatakan, Namjoon Indonesia dan tim hendak merayakan ulang tahun Rap Monster (RM)—nama panggung Kim Namjoon—dengan menargetkan donasi Rp20 juta. Tenggat pengumpulan dana hingga 26 September 2025.
Sebagai Army, sebutan bagi penggemar BTS, Ani sangat mendukung rencana itu dan menerima tawaran bergabung dalam kegiatan amal itu.
Mereka sepakat, for gajah Rahman–gajah TNTN yang pemburu bunuh dan curi sebelah gadingnya, tetapi pelakunya belum terkuak, sejak dua tahun lalu–sebagai media partner.
“Mereka juga ngefans Tari dan Domang. Salah satu album solo Kim kolaborasi dengan Gaeko, Rapper Korea, ada berjudul gajah. Padahal dia orang Korea,” katanya.
Namjoon Indonesia memilih gajah TNTN setelah membaca berita konflik penguasaan hutan di kawasan konservasi itu. TNTN tengah ramai jadi bahan perbincangan di sosial media, beberapa bulan belakangan. Dari informasi itu pula, mereka tahu keberadaan tempat khusus peliharaan gajah.
Alasan lain, karena jumlah mamalia itu makin menurun. Setelah diskusi ringan, mereka memutuskan membuat proyek donasi merayakan ulang tahun RM.
“Jika suatu hari diberi kesempatan, kami terutama saya pribadi, ingin melakukan hal yang sama untuk gajah lain yang ada di Indonesia,” kata Namjoon Indonesia Tim, lewat keterangan tertulis, pada Mongabay, 17 September 2025.
Ide itu sejalan dengan keseharian RM yang kerap menunjukkan kecintaannya pada alam dan hewan. Dia sering mengunggah aktivitasnyadi sebuah tempat penuh pepohonan, atau membagikan momen sedang mendaki bukit.
Selain itu, penggemarnya mengenal RM tidak suka pergi ke kebun binatang karena merasa kasihan dengan hewan-hewan yang terkurung.
Semangat itu, membuat Namjoon Indonesia terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Sebelumnya, penggemar RM di Seoul, lebih dulu membuat proyek bertema alam dan pelestarian lingkungan pada 2019.
Bekerjasama dengan Korean Federation for Environmental Movement, mereka menanam pohon hutan, simbol hadiah ulang tahun RM.
“Berkaca dari project tersebut, kami sebagai penggemar RM juga ingin melakukan sesuatu yang bisa berdampak untuk lingkungan (walaupun sedikit) di negara sendiri. Akhirnya, keinginan tersebut terealisasikan dengan nama the “Kokkiri” Kindness Project,” kata perwakilan Namjoon Indonesia.
RM lahir pada 12 September 1994. Nahas, Tari mati, dua hari sebelum peringatan hari kelahirannya. Kejadian tak terduga itu membuat Ani kepikiran. Sebab tetap harus menyalurkan donasi. Panitia proyek donasi juga sedih mendengar kabar itu. Mereka sempat usul mengalihkan donasi untuk pengembangan vaksin EEHV.
Ani, menolak ide itu. Sebab penyediaan vaksin merupakan tanggung jawab pemerintah. Lagi pula dana segitu tidak akan cukup. Dia meyakinkan panitia tetap fokus pada penyediaan makanan buat gajah. Masih banyak gajah di TNTN yang membutuhkan bantuan tersebut. Seperti Domang, Harmoni dan lainnya.
Duka atas kematian Tari juga menyelimuti Namjoon Indonesia Tim. Beberapa Army ungkapkan itu di X (dulu Twitter) pribadi. Bahkan ada yang menyayangkan Tari belum sampat ‘mencicipi’ hasil donasi mereka.
“Itu yang membuat kami merasa terpukul dan sedih. Tapi hidup terus berlanjut. Walau Tari tidak sempat ‘mencicipi’ hasil donasi ini, kami harap gajah-gajah lain yang masih hidup dan tinggal di Camp Flying Squad Tesso Nilo bisa mewakili hal tersebut,” jelas seorang Namjoon Indonesia Tim.
Donasi buat gajah TNTN akan tetap berjalan setelah tenggat waktu pengumpulan dana berakhir. Namjoon Indonesia Tim telah menghubungi Koperasi Tesso Nilo. Mereka akan menitipkan dana tersebut untuk keperluan para gajah.
Di sela itu, kata Ani, penggemar RM akan buat pernak-pernik menyerupai gajah dan membagikannya ke sesama penggemar. Sekaligus bahan edukasi perlindungan gajah, serta turut menyuarakan keseriusan pemerintah menyediakan vaksin untuk mencegah serangan EEHV.
“Kalau satwa ini dilundungi, kenapa tak ada upaya pencegahan? Apakah vaksin tidak mungkin dibuat? Pembicaraan itu kayaknya belum ada.”
Melihat antusias itu, dia pikir, penggemar atau pengidola juga berfungsi sebagai agen konservasi. Kelompok seperti ini dapat memperluas jaringan untuk menyuarakan keselamatan satwa dilindungi lebih banyak.

Masukan tangani virus
Kalistha Lestari alias Tari, mati karena infeksi Elephant Endotheliotropic Herpes Viruses (EEHV) yang menyerang organ hati. Balai TNTN mengumumkan laporan hasil pemeriksaan laboratorium Medika Satwa Laboratoris, Bogor, Jawa Barat, 15 September 2025.
Muhammad Wahyu, Direktur Yayasan Ganesha Akasara Sumatera juga Direktur Veterinary Society for Sumatran Wildlife Conservation (Vesswic) itu, campur aduk saat membaca pengumuman itu di Facebook Balai TNTN.
Satu sisi, dokter hewan itu senang Laboratorium Medika Satwa masih menjadi rujukan pengecekan EEHV di Indonesia. Sisi lain, belum ada langkah progresif dalam penanganan virus itu.
Dia mengenang perjalanannya pertama kali membuka kasus EEHV gajah Sumatera secara ilmiah pada 2013. Riset itu berangkat dari kasus kematian dua anak gajah di Tangkahan, April 2012.
Dari situ, lahirlah kerjasama Vesswic dengan Laboratorium Medika Satwa, Bogor. Mulai saat itu juga, kasus kematian anak gajah akibat virus ini dapat terpetakan secara sporadis.
“Ternyata apa yang saya kerjakan dulu masih relevan untuk diagnosa EEHV pada gajah Sumatera saat ini,” kata Wahyu, 16 September 2025.
Dia belum puas dengan pencapaian itu. Karena Laboratorium Medika Satwa baru berfungsi sebatas menguji sampel organ anak gajah yang mati. Belum banyak pengerjaan pencegahan, deteksi dini, perawatan hingga pengobatan.
Seharusnya, langkah-langkah tersebut sudah mutakhir dan jadi pekerjaan rumah pemerintah antara lain soal meningkatkan kapasitas dokter hewan dan mahout dengan membuat workshop medis konservasi gajah. Dia mengajak pelatih dan pembicara dari Thailand.
Pemerintah Thailand, katanya, sudah berproses menekuni perawatan pengobatan virus EEHV dengan berbagai metode dan teknologi. Dokter gajah di Indonesia bisa menyerap dan menerapkan keilmuan dan pengalaman itu.
Di negara gajah putih itu, perawatan dan pengobatan gajah terinfeksi EEHV sungguh-sungguh dan terus menerus.
Para dokter hewan mengombinasikan berbagai tahapan dan implementasi pengobatan. Mulai dari acyclovir injeksi, infus plasma darah dari gajah induk yang diduga pernah terinfeksi dan survive, hingga pengobatan dengan stem cell atau sel punca.
“Deteksi dini penyakit ini hanya dengan gejala klinis. Berupa kepincangan gajah, diikuti dengan kelemahan umum, pembengkakan wajah, dan perubahan warna mukosa terutama lidah menjadi ungu.”
Perjalanan infeksi virus EEHV berjalan sangat cepat dan selalu berujung kematian di bawah 24 jam. Di Thailand, beberapa gajah berhasil bertahan hidup dengan teknik pengobatan EEHV Hemoragic Disease (HD) Task Force yang beranggotakan dokter hewan berkeahlian khusus untuk merespon perawatan dan pengobatan anak gajah yang terserang EEHV HD.
Bersama beberapa dokter hewan di Indonesia, dia pernah mendatangkan ahli laboratorium dari Kerala India, Dr. Arun Zakaria, buat transfer metode dan teknologi pengujian atau diagnosa EEHV HD menggunakan mesin Polymerase Chain Reaction (PCR) di Laboratorium Medika Satwa.
Alat itu untuk mendeteksi materi genetik (DNA atau RNA) dari mikroorganisme, seperti virus atau bakteri dalam sampel tubuh gajah. Mengenai vaksin EEHV, Wahyu dapat informasi sudah mulai Amerika atau Eropa kermbangkan.
Dia mendesak Pemerintah Indonesia mengadopsi berbagai teknologi dan metode perawatan dan pengobatan EEHV di Thailand yang sudah maju beberapa langkah.
Di Pusat Latihan Gajah di Sumatera dan UPT Kementerian Kehutanan, terdapat 24 dokter hewan. Peningkatan kapasitas mereka berpotensi berkontribusi mengatasi masalah berulang kemudian hari.
Selanjutnya, Pemerintah Indonesia mesti bentuk EEHV HD Task Force di Sumatera.
“Kita belum punya Satgas itu. Dan harus dibentuk dengan terlebih dahulu melatih 24 dokter hewan gajah yang tersebar di beberapa PLG di Sumatera,.”

Tari bukan anak gajah pertama terkena EEHV. Di Riau, tercatat sudah tiga anak gajah terserang virus mematikan tersebut. Umumnya gajah berusia di bawah lima tahun.
Dari kasus ini, peningkatan kapasitas dokter hewan maupun mahout untuk mengenal gejala klinis, tindakan perawatan, hingga mempersiapkan bahan dan obatan di lapangan jadi mendesak.

*****