- Pekan Iklim Bali (PIB) yang dihelat akhir Agustus berakhir. Sejumlah inisiatif baik dalam mengurangi emisi menjadi sajian kegiatan yang berlangsung selama sepekan. Salah satunya dari Desa Sanur, salah satu pusat wisata teramai di Bali yang mulai menerapkan kawasan rendah emisi.
- Di PIB, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali juga luncurkan Bali Climate Financing Platform (BCFP), sebagai wadah perumusan strategi penyiapan dan pembiayaan proyek berbasis iklim di sela kegiatan Pekan Iklim di Bali. Platform ini didesain untuk menghubungkan pemerintah, pelaku proyek, lembaga keuangan, dan investor dalam satu ekosistem yang lebih terarah.
- Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, menambahkan, Indonesia butuh investasi Rp4 triliun untuk transisi iklim hingga tahun 2030 mencapai sekitar 4 triliun. Sedangkan APBN hanya mampu menutup sekitar 34%, yaitu sekitar Rp1,5 triliun.
- Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup melalui layar konferensi mengakui pemerintah daerah belum banyak yang memahami implementas penurunan gas rumah kaca (GRK). Menurutnya, secantik apapun dokumen di dunia internasional tidak bermakna jika aktor kunci di tingkat tapak tak mengambil aksi signifikan.
Sanur, desa yang kini sudah menjadi salah satu pusat wisata teramai di Bali memulai kawasan rendah emisi dengan sejumlah perubahan. Dua desa adat yang jadi pengelola, Desa Adat Sanur dan Intaran melakukan sejumlah akselerasi.
Desa Adat Intaran, misal, pada perhelatan Bali Climate Week of Action atau Pekan Iklim Bali pada 25-30 Agustus 2025, memperlihatkan sejumlah aksi mengurangi emisi di kawasan yang makin macet, seperti penggunaan shuttle listrik. Kendaraan semi terbuka siap mengantar warga yang bermobilitas di seputaran Sanur.
Gede Robi, Wakil Bhaga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) Intaran, badan usaha milik Desa Adat Intaran yang kelola sektor riil, jasa, dan pelayanan umum mengatakan, upaya ini untuk mengurangi kendaraan lalu lalang.
“Ada juga larangan parkir di jalanan karena sudah ada kantong parkir dan shuttle listrik,” katanya.
Saat ini, ada enam shuttle listrik sumbangan dari Pemerintah Kota Denpasar. Uji coba antar pengunjung, pekerja di Sanur, dan turis sudah berlangsung. Shuttle ini akan berhenti di sejumlah titik dan terhubung dengan bus Trans Metro Dewata yang menempuh jarak lebih jauh di luar Sanur.
Robi juga memasang sumber energi surya (PLTS) di sejumlah ruang publik. Misal, balai desa yang jadi aktivitas warga sehari-hari seperti duduk santai, kegiatan perempuan, anak-anak belajar rmenari, sampai pelaksanaan ritual.
Sebelumnya, desa menggunakan genset sebagai cadangan listrik saat ada kegiatan besar. Kini, PLTS terpasang sudah menggantikan genset dan juga mengurangi biaya listrik PLN.
Ada juga pemasangan PLTS di pasar tradisional desa, meski terbatas pada pompa air karena kebutuhan utama dan paling banyak di pasar adalah air. Terlihat ada dua pompa air di areal kantor pengelola pasar, pompa eksisting dengan listrik PLN dan pompa dari PLTS.
Untuk pengelolaan sampah, pengelola pasar sedang memperbanyak sumur komposter yang terkenal dengan sistem teba modern. Sistem ini, bekerja dengan memendam sampah organik dalam sumur-sumur komposter dan memanennya 3-4 bulan kemudian.
Pemasangan PLTS juga ada di lokasi lain seperti persawahan dan tempat pengelolaan sampah terpadu.

Platform pendanaan aksi iklim
Pemerintah Bali meluncurkan Bali Climate Financing Platform (BCFP), sebagai wadah perumusan strategi penyiapan dan pembiayaan proyek berbasis iklim di sela Pekan Iklim di Bali. Platform ini untuk menghubungkan pemerintah, pelaku proyek, lembaga keuangan, dan investor dalam satu ekosistem yang lebih terarah.
Dengan demikian, proyek-proyek energi bersih, transportasi rendah emisi, hingga solusi berbasis alam dapat dipadankan dengan sumber dana yang tepat, dan lebih cepat.
Beberapa lembaga keuangan turut mendukung BCFP, termasuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), HSBC Indonesia, Maybank Indonesia, dan JETP Indonesia.
“Program mitigasi maupun adaptasi iklim membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Melalui platform ini, kami ingin membuka potensi skema pembiayaan inovatif yang dapat mendukung pemangku kepentingan dari berbagai sektor,” ujar Dewa Made Indra, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Bali, saat pembukaan.
Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, mengatakan, Indonesia butuh investasi Rp4 triliun untuk transisi iklim hingga tahun 2030 mencapai 4 triliun. Sedangkan APBN hanya mampu menutup sekitar 34%, yaitu Rp1,5 triliun.

Kondisi ini, katanya, menjadikan skema pembiayaan daerah seperti BCFP makin mendesak. Bappenas kemudian mengambil langkah membentuk PMO Transformasi Ekonomi Kerthi Bali melalui SK Menteri No.109/2023, untuk mengawal mekanisme BCFP sekaligus mendukung enam Agenda Transformasi Ekonomi Kerthi Bali.
IGW Samsi Gunarta, Kepala Sekretariat PMO Transformasi Ekonomi Kerthi Bali katakan, BCFP tidak hanya wadah pencarian dana, juga ruang kolaborasi untuk memperkuat koordinasi lintas aktor, membangun jaringan proyek yang layak finansial, sekaligus meminimalisir risiko investasi.
“Kami ingin memastikan proyek-proyek berbasis iklim benar-benar bankable, berdampak, dan bisa berjalan hingga financial closing,” katanya.
Suzanty Sitorus, Direktur Eksekutif Viriya ENB, menambahkan, pemimpin daerah perlu mengintegrasikan aksi iklim dengan pertumbuhan ekonomi melalui adopsi ekonomi regeneratif berbasis lokal, mandiri, inklusif, dan berkelanjutan.
“Pembangunan ekonomi tidak lagi bisa terpisah dari pemulihan lingkungan. Kita perlu mengadopsi model ekonomi regeneratif yang berbasis lokal, inklusif, dan berkelanjutan.”
Di Forum Investasi Iklim, hadir pula Retno Marsudi, Utusan Khusus PBB untuk Air bersama Nirarta Samadhi, Direktur Eksekutif WRI Indonesia. Retno membahas peran pembiayaan internasional dalam memperkuat strategi adaptasi iklim di tingkat daerah melalui ketahanan sumber daya air.
Nirarta yang juga Anggota Komite Pengarah Koalisi Bali Emisi Nol Bersih, menyebut, pembiayaan iklim dapat bersumber dari berbagai kanal, mulai dari dana lingkungan hidup, perbankan, lembaga keuangan internasional, dukungan filantropi, sektor swasta, dan modal ventura.

Pada pembukaan Pekan Iklim Bali, Sekdaprov menjanjikan target ambisius nol emisi 2045. Mereka membuat sejumlah regulasi untuk melahirkan inovasi dengan motor kepemimpinan daerah. “Pertumbuhan ekonomi biasanya berhadapan dengan eksploitasi lingkungan, tapi sekarang tidak bisa,” janjinya.
Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup melalui layar konferensi mengakui pemerintah daerah belum banyak yang memahami implementas penurunan gas rumah kaca (GRK).
“Secantik apapun dokumen di dunia internasional tidak bermakna jika aktor kunci di tingkat tapak tak mengambil aksi signifikan.”
*****
Bali Targetkan Pengurangan Emisi 5 Kali Lipat dengan Kendaraan Listrik