- Perahu tradisional nelayan-nelayan di Desa Kusamba, Kabupaten Klungkung, Bali mulai beralih dari mesin bertenaga BBM ke mesin listrik. Mesin-mesin itu merupakan bantuan dari Azura Indonesia, lembaga sosial yang fokus pada inovasi kelautan ramah lingkungan untuk mendukung transisi energi bersih di sektor perikanan kecil.
- Sudiarta, salah satu nelayan mengatakan, ada banyak keuntungan gunakan mesin listrik ini. Selain tidak menimbulkan polusi, biaya melaut jauh lebih murah walau kecepatan jukung berkurang. Misalnya sekali berlayar dia bisa menghabiskan Rp100.000 untuk 10 liter BBM. Namun, dengan mesin listrik ini dia hanya perlu biaya charging Rp10.000.
- Nadea Nabila, CEO dan Co Founder Azura IDN mengatakan, bantuan mesin perahu tenaga listrik merupakan bagian dari upaya mendukung Koalisi Bali Nol Emisi melalui transisi energi sektor kelautan. Koalisi ini adalah kolaborasi sejumlah LSM bidang transisi energi terbarukan dan dekarbonisasi dengan koordinasi WRI Indonesia
- Desa Kusamba yang berjarak sekitar 45 menit berkendara dari Kota Denpasar sangat potensial menjadi area pengembangan perikanan terpadu. Selain penangkapan dan pengolahan ikan, ada juga pelabuhan logistik ke Nusa Penida. Selain itu, dermaga-dermaga semi permanen menuju kepulauan Nusa Penida juga ada disini.
Pagi itu ombak membuat jukung, perahu tradisional nelayan di pesisir Desa Kusamba, Kabupaten Klungkung, Bali, Rabu (27/8/25). Desa ini adalah sentra nelayan, pengolahan ikan dan garam laut tradisional di Bali.
Beberapa warga dengan sigap membantu nelayan mengangkat jukung dengan mesin bertenaga listrik.
“Mesinnya sudah nyala pak?” tanya penumpang jukung pada Nengah Sudiarta, nelayan yang mengantar peserta Jelajah Inovasi Pekan Iklim Bali.
“Sudah, memang tidak kencang suaranya.”
Seharusnya, suara mesin bisa lebih halus lagi karena ada sesuatu yang mengganjal di mesin masih terdengar kasar, meski tak sebising mesin berbahan bakar minyak (BBM) yang mengalahkan suara deburan ombak.
Mesin listrik Sudiarta berdaya rendah dengan keluaran 2 kW dan tegangan sistem 72 V. Tenaga mencapai kecepatan hingga 6 knot, setara performa mesin ketinting sekitar 5 PK.
Sumber tenaga pakai baterai lithium berkapasitas 20 Ah dengan ukuran 120x120x400 mm dan berat 8 kg per unit. Setiap nelayan membawa tiga baterai, yang masing-masing dapat terisi penuh dalam waktu sekitar 1,5 jam. Dengan konfigurasi itu, mesin dapat beroperasi secara optimal selama hingga tiga jam pemakaian.
Sudiarta mengatakan, tidak takut ketika mencoba mesin listrik ini pertama kali. Dia justru lebih takut ketika sendirian di tengah laut saat gelombang besar.
“Hidup mati di laut sama besarnya, saya nelayan. Kapal terbalik pernah, tapi takut juga saat sendiri di tengah gelombang besar.”

Lebih hemat
Dia bilang, banyak keuntungan gunakan mesin listrik ini. Tak hanya kurangi polusi, biaya melaut jauh lebih murah walau kecepatan jukung berkurang. Misl, sekali berlayar dia bisa menghabiskan Rp100.000 untuk 10 liter BBM, dengan mesin listrik biaya charging Rp10.000.
Sebagai nelayan, dia mengakui tak pernah bisa berkecukupan karena biaya melaut makin tinggi, sementara hasil tangkapan tidak menentu. Seperti, terakhir menangkap ikan Sudiarta mendapat 22 kg tuna yang jual ke pengepul Rp400.000. Biaya BBM saja Rp150.000, setelah itu tak ada hasil, jadi penghasilan sebelumnya juga harus dia tabung untuk biaya BBM.
Sudiarta dapat mesin perahu bertenaga listrik bersama sembilan kelompok nelayan Desa Kusumba lain dari oleh Azura Indonesia, lembaga sosial yang fokus pada inovasi kelautan ramah lingkungan untuk mendukung transisi energi bersih di sektor perikanan kecil. Bantuan itu sebagai upaya dekarbonisasi sektor perikanan kecil yang jadi bagian program Koalisi Bali Bersih Nol Emisi.
Koalisi ini adalah kolaborasi sejumlah LSM bidang transisi energi terbarukan dan dekarbonisasi dengan koordinasi WRI Indonesia. Jelajah Inovasi adalah salah satu event dalam Pekan Iklim Bali pada 25-30 Agustus 2025 yang menunjukkan upaya-upaya yang sudah dilakukan koalisi untuk menuju target Bali nol emisi 2045.
Ketut Suartika, Koordinator Koperasi Unit Desa Kusamba mengatakan, desanya memiliki banyak potensi di sektor perikanan dan kelautan sejak nenek moyangnya. Di antaranya pembuatan garam tradisional, pemindangan ikan tongkol yang juga memerlukan garam, penangkapan ikan, dan warung-warung penjual olahan ikan.
Begitu juga sentra pemindangan masih berdenyut hingga kini. Tak heran para nelayan menargetkan ikan tongkol sebagai tangkapan utama.Sejak dini hari, pusat pemindangan ini penuh asap karena proses pemindangan manual dengan kompor gas atau kayu bakar. Kendaraan pengangkut hasil pindangan pun sudah bersiap untuk membawa ke pasar-pasar tradisional atau distributor.

Para nelayan merespons positif bantuan mesin perahu bertenaga listrik karena menghemat biaya operasional. Namun, nelayan masih memerlukan tunnel atau saluran charging agar nelayan lebih mudah mengisi daya baterai. “Rencana bikin tunnel charging karena pakai baterai,” harap Suartika.
Kelompok nelayan berencana membuat kegiatan rekreasi seperti lomba memancing untuk menggairahkan desa. Di awal percobaan penggunaan mesin listrik ini menurut Suartika ada juga nelayan yang takut korsleting.
Tahun ini nelayan paceklik tangkapan 4 bulan karena cuaca buruk. Jumlah nelayan saat ini di Desa Kusamba 183 orang yang terbagi jadi 11 kelompok. Namun hanya 78 orang yang punya jukung. Mesin listrik dipakai secara bergantian.
Fachry Ahmad dari Azura menunjukkan mesin yang terpasang di jukung. Bentuknya lebih kecil dibanding mesin tempel. Dekat mesin ada 3 baterai yang berpotensi mudah kena percikan air laut atau air hujan. Namun menurutnya mesin listrik ini dan baterainya mudah karatan karena sebagian materialnya anti karat.
Menurut Fachry, sengaja tak menambah dengan panel surya karena akan menambah berat beban perahu. Selain itu, harga pun mahal. Setidaknya, penggunaan mesin listrik ini menjadi bagian penting transisi energi sektor kelautan perikanan.
“Bagi kami, transisi energi bisa dimulai dari komunitas seperti nelayan. Kami menganggap teknologi benar-benar bermanfaat ketika bisa dipakai langsung oleh orang-orang yang hidupnya dekat dengan alam,” kata Nadea Nabila, CEO dan Co Founder Azura IDN dalam siaran persnya.
Desa Kusamba yang berjarak sekitar 45 menit berkendara dari Kota Denpasar sangat potensial menjadi area pengembangan perikanan terpadu. Selain penangkapan dan pengolahan ikan, ada juga pelabuhan logistik ke Nusa Penida. Selain itu, dermaga-dermaga semi permanen menuju kepulauan Nusa Penida yang jaraknya lebih dekat dibanding Pelabuhan Sanur juga ada disini.
*****