- Ardin Liko, Ketua Koalisi Aksi Orang Muda untuk Perubahan Iklim (KOPI) Kabupaten Ngada, Flores, NTT, gencar mengkampanyekan dampak krisis iklim.
- Komunitas ini pun gencar melakukan aksi penanaman pohon, memungut dan memilah sampah, serta diskusi tentang krisis iklim.
- Komunitas KOPI Ngada telah membuat produk kopi asli kemasan dengan merek Badjawa, hasil kolaborasi dengan petani kopi di Beiposo, Desa Beiwali, yang dipasarkan hingga ke berbagai wilayah Indonesia.
- Hasil keuntungan penjualan kopi dipergunakan untuk membiayai kegiatan komunitas KOPI agar mandiri dalam menjalankan aksi kepedulian lingkungan.
Cuplikan gambar kebakaran hutan mengawali lagu Adil untuk Bumi. Sebuah lagu bertemakan lingkungan dengan syair yang menyiratkan kegelisahan sang penyanyi dan penciptanya.
Ajakan jaga alam untuk anak cucu, rawat hutan dunia, emisi karbon meningkat, laut bukan penampung sampah, disuarakan melalui syair ini.
Terselip juga kritikan, bencana ulah manusia dan tambang sebagai lahan bisnis. Sang penyanyi mengajak kita menjaga bumi, jangan sampai rusak. Bumi adalah rumah kita.
“Krisis iklim merupakan masalah bersama, kita harus bertanggung jawab,” ujar Ardin Liko, sang pencipta dan penyanyi lagu tersebut, di Bajawa, Senin (4/8/2025).

Ardin juga penulis buku dan puisi. Sejak 2021, dia didapuk menjadi ketua komunitas Koalisi KOPI (Koalisi Aksi Orang Muda untuk Perubahan Iklim), sebuah komunitas anak muda peduli lingkungan di Kabupaten Ngada, Flores, NTT.
Koalisi KOPI hadir di 13 kabupaten dan kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Koalisi KOPI Ngada beranggotakan 18 orang yang tersebar di Kecamatan Golewa, Aimere, Soa, Bajawa, dan Bajawa Utara.
“Rata-rata anggotanya berumur 20 tahun, saya tertua. Ada yang masih SMA, kuliah, dan bekerja,” ungkapnya.
Ardin lahir di Bajawa, 9 Juni 1992. Dia tinggal di kampung Beiposo, Desa Beiwali, yang tidak jauh dari Kota Bajawa, Ibu Kota Kabupaten Ngada.
Saat COVID-19 melanda, lelaki ini memprakarsasi berdirinya Beiposo Learning Center. Rumah baca dan komunitas pembelajaran, yang mengajarkan anak-anak di desanya dari usia TK hingga perguruan tinggi.
Anak-anak desa dikenalkan Bahasa Inggris, keterampilan menulis, komputer, dan public speaking. Sumber dana dari patungan relawan.
“Kami prihatin dengan kondisi pendidikan adik-adik di kampung. Dalam proses pengajaran, kami membagi kelas dan membimbing berdasarkan usia sekolah,” terangnya.

Jaga lingkungan
Aktvitas Koalisi KOPI Ngada tentunya seputar lingkungan. Mereka menggelar diskusi dan berbagi pengetahuan antarkomunitas, maupun pihak lain. Mereka juga menanam pohon di sekitar perbukitan Watu Ata, juga membersihkan sampah di area umum.
“Isu lokal yang sedang hangat dan dibahas adalah kehadiran geothermal atau energi panas bumi di Ngada. KOPI secara tegas menolak,” tegasnya.
Bagi alumni S1 STFK Ledalero, kehadiran geotermal khususnya di Kecamatan Golewa, justru berpengaruh besar terhadap sektor pertanian masyarakat. Sebab, mayoritas masyarakat bertani.
“Bagaimana mereka bisa bangkit kalau ekonominya ambruk. Hadirnya geothermal juga mulai menimbulkan gesekan sosial dan budaya. Ini sangat disayangkan,” ucapnya.
KOPI juga gencar mengedukasi masyarakat terkait dampak krisis iklim dan langkah antisipasi.
“Dampaknya begitu terasa di wilayah kami. Cuaca dan hujan tidak menentu. Produktivitas hasil pertanian menurun bahkan berujung gagal penen,” ungkapnya.

Ardin bersama komunitas gencar melakukan penghijauan di sekitar lahan kopi. Para petani disarankan untuk menanam pohon pelindung lebih banyak seperti lamtoro (Leucaena glauca) dan dadap (Erythrina subumbrans). Namun, petani lebih familiar menanam sengon (Albizia chinensis) sebagai pohon pelindung. Kayunya bisa diambil untuk dijual, namun perlu ada pengganti sebelum ditebang.
“Mereka rata-rata sudah mengetahui proses perawatan kopi agar berbuah lebat, mulai pemangkasan, pemumpukan, pembersihan lahan, peremajaan, hingga pemanenan.”
Ardin mengakui, varietas S795 yang selama ini ditanam bisa dilakukan kembali. Jenis ini dianggap sebagai varietas lokal karena sudah ditanam selama puluhan tahun.
“Bunganya lebih tahan terhadap curah hujan dan angin kencang.”
Dalam situs Dirjen Pertanian dan Perkebunan, Kementerian Pertanian, dijelaskan bahwa pohon naungan tidak boleh dibiarkan terlalu rimbun karena membuat lingkungan terlalu gelap. Disarankan, pohon penaung perlu dipangkas guna memberi cahaya matahari pada tanaman kopi, sekaligus mempermudah peredaran udara.
Pemangkasan juga berguna mengurangi kelembaban udara di musim penghujan atau mengendalikan penyakit tanaman seperti karat daun dan bercak daun cercospora.

Kopi Badjawa
Bermodalkan dana bantuan Samdhana Institute sebesar Rp8 juta, Koalisi KOPI Ngada membuat produk kopi dengan merek Badjawa.
“Kami membuat produk kopi kemasan, karena berdasarkan survei bahan baku kopi tersedia. Kopi kami beli dari petani lalu digiling di UPH Fa Masa,” ungkapnya.
KOPI Ngada membangun kerja sama dengan beberapa unit pengelolaan hasil (UPH) untuk menggoreng dan menggiling kopi. Prosesnya, sesuai standar kualitas nasional.
Sebelum kopi kemasan diluncurkan, Ardin mengurus nomor induk berusaha (NIB) dan label halal. Produk ini dikirim ke pembeli di Jakarta, Kupang, Jawa, Bali dan beberapa wilayah di Pulau Flores.
“Sekali produksi 100 unit, ukuran 150 gram. Harga jual Rp40 ribu per bungkus. Kadang saya packing sendiri, sebab saya tidak memaksa anggota ikut bekerja ketika mereka sibuk,” tuturnya.
Suami Ati Zogara ini mengaku, usahanya sudah balik modal. Keuntungan sudah ada meski sedikit dan dipergunakan untuk membiayai komunitas. Inovasi tersebut tidak hanya membantu generasi muda mandiri, tapi juga menciptakan rantai ekonomi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk petani dan pelaku usaha lokal.

Bernadinus Dhey Ngebu, Wakil Bupati Ngada, menyambut positif kegiatan tersebut.
“Tahun ini, saya memberi komunitas KOPI ruangan khusus di Art Center Bajawa untuk menjual produknya,” ucapnya.
Bernadinus berharap, tempat usaha tersebut bisa dimanfaatkan juga untuk kegiatan diskusi kopi. Kenapa? Perlu ada perdebatan, sebab anak-anak muda sekarang jarang yang mau menjadi petani kopi meski dibiayai dari kebun kopi
“Harus ada anak muda yang terjun jadi petani kopi,” ucapnya.

Kajian Bilen et al. (2019) berjudul “A Systematic Review on the Impacts of Climate Change on Coffee Agrosystems” menunjukkan berdasarkan statistik global, produksi kopi dunia rata-rata melebihi 10 juta ton, dengan total luas panen lebih dari 11 juta hektar.
Amerika menghasilkan lebih dari 55,5 persen produksi kopi dunia disusul Asia sebesr 31,9 persen. Lima besar negara penghasil kopi terbesar 2019 adalah Brasil, Indonesia, Pantai Gading, Kolombia dan Ethiophia. Brasil memproduksi 3,009,402 ton dengan luas area panen 1,823,403 ha. Indonesia memproduksi 760,963 ton untuk luas panen 1,258,032 ha. Sementara Pantai Gading, memiliki produksi 67,697 ton dengan luas 953,972 ton.
Bernadinus Steni dalam tulisan berjudul “Perubahan Iklim Mengancam Budidaya Kopi Arabica Flores, Apa yang Harus Dilakukan?” dikutip dari VoxNTT, menjelaskan bahwa Götz Schroth dkk pada 2015 menganalisis dampak perubahan iklim terhadap produksi kopi arabica di beberapa daerah. Terutama, Aceh, Sumatera Utara, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, serta Flores (Ngada dan Manggarai).
Perubahan iklim diperkirakan berpengaruh signifikan pada kesesuaian lahan tanam. Di Flores, total luas lahan produktif kopi arabika pada 2015 mencapai 16.518 ha dan masih bisa ditingkatkan hingga 24.128 ha.
Dampak perubahan iklim, diperkirakan tahun 2050 luas itu berkurang menjadi 230 hektar lahan efektif, dan hanya bisa ditambahkan seluas 85 hektar dari lahan yang saat ini belum ditanami arabika.
“Rencana pembangunan daerah harus dibenahi, jika ingin Pulau Flores tetap bertahan secara efektif menghadapi gempuran dampak perubahan iklim.”

Bangun kesadaran bersama
Menjelang senja, Ardin mengajak Mongabay Indonesia melihat hutan bambu di pintu masuk desanya. Rumpun betung (Dendrocalamus asper) berderet di sepanjang aliran kali. Beberapa mobil tanki antir menyedot air dari mata air ini untuk dijual ke warga Beiwali dan desa sekita.
Penulis buku Teori Kepribadian ini menunduk dan membasuh wajahnya.
“Kepercayaan kami, air sumber kehidupan sangat penting. Ketika pergi ke suatu tempat, kami mengambil sedikit air guna membasahi rambut dan muka. Maknanya, kami datang dengan niat baik, bukan menganggu lingkungan melainkan membawa hal positif bagi daerah tersebut.”
Sumber mata air Padamese, telah menghidupkan sektor pertanian dan peternakan masyarakat di Kecamatan Bajawa. Masih terjaganya hutan bambu membuat Kabupaten Ngada memilik banyak sumber air. Ada 255 mata air dan 13 sungai yang tersebar di 12 kecamatan. Sungai dengan debit terbesar adalah Waemokel (2,90 m3/detik) sementara debit terkecil adalah Sungai Waewoki (0,25 m³/detik).
“Akhir Agustus, kami bersama komunitas berencana melakukan penghijauan dengan menanam bambu di sekitar sungai.”

Berkat edukasi Ardin, banyak petani dan anak muda di Desa Beiwali mulai peduli krisis iklim. Alumni S2 Universitas Pembangunan Nasional (PUN) Veteran Yogyakarta ini, selalu menekankan pentingnya membangun kesadaran bersama. Terutama, menjaga kelestarian lingkungan.
“Saya ingin, kehadiran Koalisi KOPI Ngada benar-benar berdampak pada masyarakat.”
Adil untuk bumi adil untuk semua. Jaga bumi jangan sampai rusak…
Penggalan syair penutup lagu Adil untuk Bumi yang dibawakan Chiro MC, nama panggung Ardin Liko, seakan menggugah kita untuk mecintai alam, mencintai bumi sebagai rumah kita bersama.
“Mari bersama kita rawat dan jaga bumi sebagai rumah kita bersama yang akan kita wariskan kepada generasi berikutnya,” ucapnya penuh makna.
Referensi:
Bilen, Christine., El Chami, Daniel., Mereu, Valentina., Trabucco, Antonio., Marras, Serena., & Spano, Donatella. 2022. A Systematic Review on the Impacts of Climate Change on Coffee Agrosystems. Plants, 12(1), 1-20. https://www.mdpi.com/2223-7747/12/1/102
*****
Kopi Bajawa, Wajah Kopi Flores yang Mendunia dan Tantangan Perubahan Iklim