- Ular Garter adalah ular paling utara di dunia, mampu bertahan di lingkungan bersalju Kanada dengan suhu ekstrem hingga -10 °C. Adaptasi fisiologisnya memungkinkan ular ini menjalani hibernasi (brumasi) dengan metabolisme yang sangat rendah, bahkan di dalam hibernakulum yang penuh sesak oleh ribuan ular saling berbagi kehangatan.
- Ular ini melahirkan anak hidup sebagai strategi reproduksi yang cerdas di habitat bersuhu rendah, dengan induk betina mengatur suhu tubuhnya secara aktif selama masa kehamilan. Anak-anak ular lahir siap berburu dan langsung mandiri, membantu mempertahankan populasi di lingkungan yang keras.
- Sebagai predator oportunis, garter snake memainkan peran penting dalam ekosistem dengan memangsa cacing tanah, amfibi, ikan kecil, dan serangga. Kemampuannya bertahan di suhu ekstrem menjadikannya contoh luar biasa dari plastisitas fisiologis
Di tengah bentang alam bersalju Kanada yang bisa mencapai suhu minus 40 °C, siapa sangka ada ular yang tetap bisa bertahan hidup — bahkan berkembang biak — di sana? Inilah ular garter (Thamnophis sirtalis), ular paling utara di dunia, yang memiliki kemampuan luar biasa untuk menghadapi musim dingin ekstrem. Mereka tidak hanya mampu bertahan di dalam tanah beku, tetapi juga melahirkan anak hidup setelah melewati musim dingin yang brutal, sesuatu yang sangat jarang ditemukan pada reptil.
Bagaimana mungkin reptil berdarah dingin, yang metabolismenya sangat tergantung pada suhu lingkungan, justru menjadi penghuni tetap kawasan bersalju? Kisah adaptasi ular ini adalah contoh menakjubkan bagaimana evolusi mendorong batas kemampuan fisiologis makhluk hidup. Di saat sebagian besar reptil lain tak mampu bertahan di suhu rendah, ular garter justru menaklukkan tantangan yang tampaknya mustahil bagi spesies berdarah dingin.
Adaptasi untuk Bertahan di Musim Dingin
Adaptasi ular ini terhadap iklim ekstrem dimulai dari strategi bertahan hidup yang luar biasa. Di musim dingin yang panjang, ular ini memasuki masa hibernasi, atau lebih tepatnya brumasi, sejenis hibernasi pada reptil, bersembunyi di tempat perlindungan yang disebut hibernakulum. Tempat ini bisa berupa gua batu, celah bebatuan, retakan tanah, atau lorong-lorong tua di bawah permukaan bumi, yang secara alami menawarkan insulasi terhadap suhu beku ekstrem.
Suhu di dalam hibernakulum biasanya bertahan di sekitar 0–5 °C, meskipun suhu di luar bisa mencapai -40 °C. Bahkan, ada catatan ular ini dapat bertahan hidup di suhu hingga -10 °C dalam kondisi tertentu, sebuah capaian fisiologis yang mengagumkan bagi reptil. Untuk menghadapi kondisi ini, mereka memperlambat metabolisme hingga ke tingkat yang mendekati mati suri, menekan aktivitas organ tubuh seminimal mungkin. Denyut jantung bisa melambat hingga hanya beberapa kali per menit, sementara pernapasan berlangsung sangat pelan. Sementara jaringan tubuh dilindungi dari kerusakan akibat pembentukan kristal es. Ini dicapai melalui produksi protein anti-beku alami yang mencegah pembekuan cairan tubuh.

Fenomena ini sangat langka di dunia reptil dan menjadi salah satu contoh terbaik adaptasi fisiologis terhadap suhu dingin. Ketika musim semi tiba, proses metabolisme kembali meningkat. Ular-ular keluar dari hibernakulum dalam jumlah besar, menciptakan pemandangan yang spektakuler. Momen ini juga menjadi waktu penting untuk kawin, memperkuat dinamika populasi mereka yang bergantung pada keberhasilan bertahan selama musim dingin.
Lebih menarik lagi, satu hibernakulum bisa berisi ratusan hingga ribuan ular. Mereka saling melilit, membentuk bola raksasa untuk berbagi kehangatan tubuh, memaksimalkan peluang bertahan hidup kolektif. Ketika musim semi tiba dan suhu mulai menghangat, ular-ular ini keluar secara massal. Fenomena migrasi ini tidak hanya spektakuler, tetapi juga menjadi momen penting untuk kawin, memperbarui populasi di habitat yang ekstrim.
Adaptasi garter snake adalah contoh nyata plastisitas fisiologis ekstrem. Studi oleh Dr. Patrick T. Gregory menunjukkan bahwa ular ini memiliki mekanisme biokimia yang melindungi jaringan tubuh dari kerusakan akibat suhu beku. Pemahaman tentang adaptasi ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana spesies berdarah dingin dapat mengatasi batas fisiologis yang selama ini dianggap mustahil.
Di era perubahan iklim yang semakin cepat dan tidak terduga, pelajaran dari ular kecil ini menjadi sangat relevan. Mereka menunjukkan bahwa dengan strategi adaptif yang cerdas, spesies bahkan bisa menaklukkan habitat yang paling tidak ramah. Namun, keberhasilan mereka tetap bergantung pada kondisi habitat yang mendukung.
Apakah Ular Garter Berbisa?
Untuk waktu yang lama, ular garter dianggap sebagai spesies ular yang tidak berbisa. Namun, penemuan pada awal tahun 2000-an mengungkap bahwa ular ini sebenarnya memproduksi bisa neurotoksin dalam jumlah kecil. Meskipun demikian, ular garter tidak mampu melukai atau membunuh manusia karena jumlah bisa yang dihasilkan sangat sedikit dan toksisitasnya tergolong rendah. Selain itu, mereka tidak memiliki mekanisme pengiriman bisa yang efektif seperti taring berongga pada ular berbisa sejati. Dalam beberapa kasus gigitan ular garter, hanya terjadi pembengkakan ringan dan memar.

Ular ini memiliki gigi posterior yang membesar di bagian belakang mulutnya, namun gusi mereka jauh lebih besar, dan sekresi dari kelenjar Duvernoy hanya sedikit beracun. Fakta menarik lainnya adalah adanya bukti bahwa populasi ular garter dan salamander beracun (newt) menunjukkan hubungan evolusi dalam tingkat resistansi terhadap tetrodotoksin. Hal ini mengindikasikan adanya proses ko-evolusi antara pemangsa dan mangsa.
Lebih mengejutkan lagi, ular garter yang memakan salamander beracun dapat menyimpan racun tersebut dalam hati selama beberapa minggu. Akibatnya, ular ini tidak hanya menjadi berbisa, tetapi juga dapat menjadi beracun bagi predator lain yang mencoba memangsanya.
Baca juga: Ular Vipera berus, Satu-satunya Spesies Ular yang Hidup di Lingkar Kutub
Strategi Reproduksi di Habitat Ekstrem
Adaptasi luar biasa lainnya dari garter snake adalah kemampuannya untuk melahirkan anak hidup, bukan bertelur. Di habitat yang memiliki musim panas yang sangat singkat, bertelur akan sangat berisiko. Telur bisa gagal menetas karena suhu tanah yang tidak stabil atau karena waktu inkubasi yang terlalu lama dibandingkan durasi musim hangat.
Dengan melahirkan anak hidup, ular garter memastikan bahwa anak-anaknya langsung lahir dalam kondisi yang memungkinkan mereka bergerak, mencari makanan, dan menghindari predator. Selama masa kehamilan, induk betina secara aktif mengatur suhu tubuhnya dengan berjemur di bawah sinar matahari. Mereka kerap berpindah tempat, mencari area dengan suhu optimal agar embrio berkembang dengan baik. Proses ini memperlihatkan tingkat kontrol perilaku yang luar biasa pada seekor reptil.

Anak-anak ular lahir hidup dengan panjang sekitar 15–25 cm. Dalam waktu singkat, mereka sudah menunjukkan kemampuan berburu yang kuat. Insting predator mereka sangat berkembang, memungkinkan mereka segera mandiri di lingkungan yang penuh tantangan dan berfluktuasi secara musiman.
Baca juga: Mengungkap Misteri: Lebih dari 75.000 Ular Berkumpul di Narcisse Setiap Tahun
Pola Makan dan Peran Ekologis
Sebagai predator oportunis, garter snake memanfaatkan berbagai sumber makanan yang tersedia di habitatnya. Pola makan mereka yang fleksibel membantu mereka bertahan di lingkungan yang keras, di mana sumber daya sering kali tidak dapat diprediksi. Mereka mengonsumsi berbagai jenis cacing tanah, yang menjadi sumber nutrisi penting di awal musim semi.
Selain itu, katak dan berudu merupakan mangsa utama saat musim penghujan, ketika perairan dangkal penuh kehidupan. Mereka juga memanfaatkan ikan kecil yang tertangkap di perairan dangkal, serta memangsa lintah, siput, dan serangga air. Tidak berhenti di situ, garter snake bahkan memakan serangga darat seperti belalang dan kumbang, serta berbagai invertebrata kecil lainnya.
Fleksibilitas pola makan ini menjadi kunci keberhasilan ular garter di habitat yang berfluktuasi. Anak-anak ular garter sejak hari pertama sudah aktif berburu mangsa kecil, sebuah kemampuan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup mereka. Dengan menjadi predator yang lincah dan adaptif, ular ini juga berkontribusi dalam menjaga keseimbangan populasi mangsa di ekosistem tempat mereka hidup.
Garter snake adalah salah satu dari sedikit spesies ular yang habitatnya meluas hingga mendekati lingkar Arktik, menjadikannya ular paling utara di dunia. Mereka tersebar di berbagai ekosistem di Amerika Utara, mulai dari hutan gugur, padang rumput terbuka, hingga lahan basah di Kanada bagian utara. Keberadaan mereka di berbagai zona iklim ini menunjukkan fleksibilitas ekologis yang luar biasa.
Menurut IUCN Red List, ular garter saat ini berstatus Least Concern (LC), dengan populasi yang stabil di seluruh wilayah sebarannya. Namun, seperti banyak spesies lain yang hidup di habitat sensitif, mereka menghadapi ancaman yang kian meningkat. Hilangnya habitat akibat urbanisasi, pembangunan infrastruktur, serta dampak perubahan iklim seperti pergeseran pola salju dan suhu tanah, bisa mengubah kondisi ideal untuk hibernasi dan berkembang biak ular ini. Oleh karena itu, perlindungan habitat alami tetap menjadi prioritas.