- Fenomena embun es kembali terjadi di kawasan Dieng, Jawa Tengah.
- Embun es atau embun upas terjadi dari embun yang membeku karena suhu permukaan sama atau di bawah 0 derajat celsius. Biasanya terjadi pada bulan Juli hingga September
- Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memiliki salju alami tropis di wilayahnya, yaitu di pegunungan Jayawijaya, Papua.
- Salju terbentuk karena uap air di udara membeku menjadi salju akibat suhu yang dingin dan tingginya permukaan. Tumpukan salju tersebut kemudian memadat membentuk glester yang prosesnya terjadi selama jutaan tahun
Fenomena embun es kembali terjadi di kawasan Dieng. Hamparan rumput yang seharusnya hijau, pada pagi hari tampak memutih. Tanaman pertanian seperti kubis dan kentang tak luput dari taburan embun es.
Foto dan video yang beredar lewat media sosial memperlihatkan butiran seperti garam halus yang menutupi terpal, di atas kap mobil, atau permukaan daun. Lapisan es juga menutupi tempayan air yang diletakkan di luar ruangan.
Pemandangan yang kerap muncul pada musim kemarau ini pun menarik banyak wisatawan lokal. Mereka ingin melihat dan merasakan langsung fenomena alam yang jarang ini. Beberapa usaha tur wisata menawarkan paket wisata dan menjual kesempatan langka ini sebagai melihat salju di Dieng.
Di media sosial, tampaknya netizen juga banyak yang menganggap embun es di Dieng sebagai salju. Mereka menyamakan embun es di Dieng seperti salju di Eropa, atau kawasan yang memiliki empat musim lainnya.
Tapi benarkah embun es di Dieng adalah salju?
Terkenal dingin
Secara administratif, dataran tinggi Dieng terletak di Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, Jawa Tengah. Berada lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut, membuat kawasan Dieng bersuhu dingin. Kawasan ini terkenal sebagai obyek wisata yang menawarkan tujuan wisata yang beragam. Antara lain Kawah Sikidang, Telaga Warna, juga Candi Arjuna.
Jangan coba-coba ke sana tanpa memakai baju hangat. Terutama pada malam dan pagi hari. Bahkan penduduk lokal terlihat banyak yang memakai jaket, melilitkan sarung di leher, dan memakai sarung tangan saat beraktivitas.
Pada musim kemarau antara Juli hingga September, suhu terendah di kawasan ini bisa melebihi titik beku alias di bawah 0 derajat. Suhu terendah yang tercatat di musim ini mencapai kurang dari minus 1 derajat celsius. Tak perlu susah payah memasukkan balok-balok es untuk membuat segelas teh dingin!
Baca : Fenomena Embun Es Dieng Hadir di Bulan Juni, Akankah Masih Terjadi Lagi?

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan fenomena udara dingin yang menyelimuti beberapa daerah di Indonesia hingga di bawah titik beku memang kerap terjadi pada puncak musim kemarau seperti saat ini. Penyebabnya antara lain angin Monsun Australia yang kering dan dingin bertiup menuju benua Asia melewati wilayah Indonesia, juga Samudera Hindia yang relatif dingin.
Angin yang kering dari timur dan tenggara itu kurang mendukung proses pertumbuhan awan. Nah, akibatnya langit cenderung cerah. Kurangnya tutupan awan pada malam hari membuat radiasi panas permukaan bumi terpancar tanpa hambatan. Terjadilah penurunan suhu yang signifikan.
Pada musim kemarau kali ini fenomena embun es di Indonesia terjadi di beberapa tempat. Selain terjadi di dataran tinggi Dieng juga dilaporkan muncul di Gunung Merbabu dan Bromo.
Di dataran tinggi Dieng, embun es terbentuk akibat kelembapan udara yang tinggi dan rendahnya suhu di permukaan. Mengutip penjelasan BMKG Stasiun Geofisika Banjarnegara, tingginya kelembapan udara di dataran tinggi Dieng sendiri akibat kompleksitas pegunungan dan tutupan lahan di sana.
Kelembapan udara menjadi jenuh dan terkondensasi menjelang pagi hari. Uap air di udara pun berubah menjadi titik-titik air, dan di saat yang bersamaan suhu udara berada di titik minimum. Akhirnya embun berubah bentuk menjadi kristal es.
Jadi lanskap putih mirip salju yang menakjubkan itu sebenarnya adalah embun yang menempel di permukaan, membeku dan menjadi es. Masyarakat lokal menyebutnya sebagai embun upas atau embun racun. Disebut demikian karena embun es ini jika menutupi tanaman kentang terutama yang masih muda, membuat tanaman akan layu dan mati.
Wisatawan yang berburu embun es kadang kecele. Meski dingin sampai menusuk tulang, tidak selalu pada pagi harinya bisa ditemukan embun es. Apalagi dalam jumlah banyak. Sebab kelembapan udara jenuh tidak selalu berlangsung massif, dan suhu minimum belum tentu menyentuh titik beku. Namun salah satu yang bisa menjadi tanda akan kehadiran embun es di pagi hari adalah langit yang tak berawan pada malam hari.
Baca juga : Mengapa Embun Beku di Dataran Tinggi Dieng Lebih Kerap Muncul Tahun Ini?

Salju di Papua
Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memiliki salju alami tropis di wilayahnya. Salju alami itu ada di pegunungan Jayawijaya, Papua. Namun karena berbagai faktor, antara lain pemanasan global, sayangnya luasnya semakin berkurang. Para ahli memperkirakan mungkin kita tak lagi melihat salju alami di pegununan Jayawijaya di 2026 atau bahkan lebih cepat dari itu.
Warna putih di beberapa puncak pegunungan Jayawijaya adalah gletser yang terbentuk dari salju yang menumpuk dan memadat selama jutaan tahun. Suhu yang dingin dan tingginya permukaan membuat uap air berubah menjadi salju. Seperti hujan air, pembentukan salju diawali dengan penguapan air (berbentuk gas) dan menjadi awan. Lalu jatuh ke bumi berupa kristal es (padat), tanpa melalui fase cair.
Jika saat jatuh melewati lapisan udara yang lebih hangat maka terjadilah hujan. Jika lapisan udaranya sangat dingin namun saat menyentuh permukaan baru menjadi es disebut hujan beku (freezing rain). Jika saat turun ke bumi berubah menjadi butiran es maka disebut hujan es (sleet).
Tahun lalu beredar video turunnya hujan salju di area pertambangan PT Freeport Indonesia di Grasberg, Mimika. Video di tiktok yang dibagikan akun @endreevav44 itu memperlihatkan pekerja tambang yang tengah menikmati hujan salju. Butiran halus berwarna putih tampak melayang jatuh. Sementara permukaan tanah terlihat memutih tertutup salju.
Fenomena hujan salju rupanya dulu masih sering terjadi di area tambang Freeport. Jika pada tahun tujuh puluhan hingga delapan puluhan bisa terjadi delapan hingga sepuluh kali dalam setahun, maka akhir-akhir ini hanya dua hingga tiga kali dalam setahun. Hal itu dikatakan Yohanes Kaize, dari divisi lingkungan PT Freeport Indonesia dalam video yang diunggah kanal info BMKG.
Baca juga : The Last Glacier, Runtuhnya Salju Abadi Papua

Dalam penjelasan Balai Besar MKG V Jayapura waktu itu, turunnya salju merupakan imbas musim penghujan. Kawasan yang ditambang merupakan dataran tinggi lebih dari empat ribu meter di atas permukaan laut. Suhu di permukaan cukup rendah, sementara suhu di atmosfer di bawah 0 derajat celsius. Sehingga kristal es yang terbentuk jatuh ke permukaan bumi masih berbentuk kristal es.
Di area pertambangan Grasberg bukan hanya fenomena hujan salju yang kadang ditemui. Namun juga hujan es sebesar kelereng. Ini bisa terjadi karena lapisan udara yang cukup dingin, sehingga kristal es berubah wujud menjadi cair, lalu membeku di lapisan udara ini sebelum jatuh ke permukaan bumi.
Jadi, embun es di Dieng bukan salju. Embun es di Dieng berasal dari embun yang membeku karena suhu permukaan sama atau di bawah 0 derajat celsius. Menjadi es setelah menempel di permukaan. Sementara salju seperti yang ada di Papua terbentuk dari uap air yang naik ke atas lalu menjadi kristal es yang langsung turun ke permukaan bumi tanpa mencair lebih dulu. (***)
Cuaca Dingin sampai Embun Es di Musim Kemarau, Fenomena Apa?