Terlepas dari Kandang Sempit, Akankah Elang Hitam Ini Menikmati Alam Bebas?

Elang hitam ini sudah sekitar setahun dalam kandang sempit. Foto: Ayat S Karokaro
Elang hitam ini sudah sekitar setahun dalam kandang sempit. Foto: Ayat S Karokaro

Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), menyita satu elang hitam (Ictinaetus Malaiensis) dari MT, warga Dusun IV, Sembahe, Sibolangit, Deli Serdang. Penyitaan dibantu tim Indonesia Species Conservation Program (ISCP).

Herbert Aritonang,  Kepala Seksi Wilayah II Stabat, BBKSDA Sumut,  Kamis (12/6/16), mengatakan, pemilik awalnya tak mau menyerahkan elang. Dengan komunikasi persuasif,  dan menjelaskan larangan memelihara atau memperjualbelikan satwa, akhirnya, MT hanya melihat kala elang disita petugas.  “MT baru satu bulan memeliharanya.  Dia gak tau kalau elang hitam dilindungi UU.” Sifat liar elang tak terlihat lagi jadi sementara dititipkan di Medan Zoo, untuk menjalani rehabilitasi.

Untuk bisa dilepasliarkan, BKSDA akan menggandeng akademisi, peneliti burung,  dan organisasi sejenis yang mengetahui cara-cara melatih elang hitam kembali liar.

Sebelum ini mereka menyita elang bondong. Kedua elang secara psikis tidak lagi bisa terbang dan naluri memangsa hampir hilang karena lama berada dalam kandang sempit. Ruang gerak terbatas.

“Selama ini kita punya beberapa mitra yang membantu rehabilitasi satwa sitaan.  Dari biologi USU juga bisa kita minta bantu nanti,” kata Herbert.

Di Sumut, elang hitam hidup di pegunungan lebat, salah satu di hutan Barumun, Cikecike, Sirangras, Taman Nasional Gunung Leuser, hutan Sibolangit, dan Tapanuli Utara. Populasi satwa ini sangat terancam, karena habitat banyak rusak.

Selain itu kemampuan berkembangbiak rendah, ia hanya bertelur satu butir dalam dua tahun.  Kembangbiak rendah, hancur habitat, dan perburuan tinggi, mengakibatkan penurunan populasi.

Dokter hewan Sucitrawan, Kepala Urusan Kesehatan Hewan dan Konservasi Medan Zoo, mengatakan, tim medis memeriksa kesehatan untuk mengantisipasi penyakit-penyakit, seperti penularan wabah flu burung, parasit atau infeksi lain. “Ini penting, agar tak menularkan pada satwa lain, baik di Medan Zoo ataupun alam liar jika nanti rilis.”  Setelah itu, elang akan masuk isolasi dan observasi, untuk mengetahui apa ada kelainan atau tidak.

Kemudian, upaya pengembalian sifat liar. “Jadi nanti dilihat bagaimana mencari makan sendiri. Kita letakkan makanan ditempat mudah, sulit, hingga lebih sulit. Ini untuk memancing naluri mencari makan. Kalau belum bisa, bahaya jika rilis. Sama saja membunuh elang karena tak bisa bersaing.” Untuk penyakit, katanya, yang diantisipasi, seperti penularan wabah flu burung, parasit atau infeksi lain.

Herbert Aritonang, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Stabat, BBKSDA Sumut memimpin penyitaan seekor Elang hitam dari seorang warga di Sibolangit. Foto: Ayat S Karokaro
Herbert Aritonang, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Stabat, BBKSDA Sumut memimpin penyitaan seekor Elang hitam dari seorang warga di Sibolangit. Foto: Ayat S Karokaro
Habitat rusak, perburuan yang tinggi, menjadi antara lain penyebab populasi elang hitam ini terus berkurang. Foto: Ayat S Karokaro
Habitat rusak, perburuan yang tinggi, menjadi antara lain penyebab populasi elang hitam ini terus berkurang. Foto: Ayat S Karokaro

Kredit

Topik

Potret Buram Nelayan Tradisional

  Kondisi nelayan tradisional di Indonesia memprihantinkan. Negara makin tidak berpihak pada nelayan saja. Demi tingkatkan ekonomi, pemerintah izinkan privatisasi ruang laut dan pesisir serta sumber daya alam di dalamnya. Hingga perampasan ruang laut dan pesisir terus terjadi. Upaya-upaya masyarakat mempertahankan lahan pun tak jarang berakhir dengan jerat hukum. Belum lagi  wilayah tangkap  nelayan tradisional/kecil […]

Artikel terbaru

Semua artikel