Masyarakat Sekitar Hutan Tak Pernah Dilibatkan Dalam Pengelolaan

Maraknya perusakan serta penghancuran hutan lindung, hutan produksi, dan taman nasional tidak terlepas dari pengabaian pemerintah terhadap masyarakat yang menetap di sekitar kawasan hutan. Mereka yang tinggal di penyangga hutan diminta menjaga tanpa disertai pemberian kesempatan menjadi bagian dari pengelolaan kawasan tersebut.

”Akibatnya, masyarakat penyangga cenderung mengambil manfaat ekonomi dari hutan. Kesadaran mereka akan pentingnya kelestarian dan keberlanjutan hutan tak pernah dibangun. Saat ada pemodal datang menggoda dengan memberikan sejumlah uang untuk melakukan perambahan, mereka langsung mengikutinya,” kata ahli ekologi tropis Universitas Bengkulu, Dr Yansen, di Bengkulu, Jumat (20/4).

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, lebih sering menjadi penonton dalam berbagai kebijkan yang melibatkan ruang tinggal mereka. Foto: Aji Wihardandi

Perusakan dan penghancuran hutan terus meningkat setiap tahun, tetapi jarang ditindak. Dari 12,3 juta hektar (ha) kawasan taman nasional darat di Indonesia, sekitar 30 persen di antaranya hancur akibat perambahan. Pemerintah pusat dan daerah masih saling lempar tanggung jawab mengatasi persoalan itu.

Dampak perusakan hutan kian nyata diderita masyarakat di Provinsi Aceh. Selama empat tahun terakhir, kejadian banjir terus meningkat, yaitu 46 kali pada 2007, 170 kali pada 2008, 213 kali pada 2009, dan 250 kali pada 2010. Longsor pun demikian, yaitu 12 kejadian pada 2007, 37 kejadian pada 2008, 56 kejadian pada 2009, dan 47 kejadian pada 2010.

Ancaman kehancuran mengintai 112.000 ha Taman Hutan Rakyat Sultan Adam di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, akibat diserbu ribuan penambangan emas ilegal oleh rakyat. ”Saya minta tambang emas ilegal ditangani serius. Jika perlu, dilakukan operasi penertiban secara berkala setiap bulan agar aktivitas ilegal itu berhenti,” kata Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin.

Di Kalimantan Barat, dari 9,1 juta ha hutan yang ada, sekitar 2,3 juta ha di antaranya segera diputihkan. Lahan ini bakal menjadi perkebunan kelapa sawit, seperti 200.000 ha di Kabupaten Ketapang dan 28.000 ha di Bengkayang. ”Di kedua tempat tersebut tidak ada izin pelepasan kawasan dari Menteri Kehutanan, tetapi hutan sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit,” kata pengamat kehutanan di Kalimantan Barat, Soenarno.

Sumber: Kompas.com

Kredit

Topik

Indonesia dan Darurat Mikroplastik

Indonesia menghadapi peningkatan paparan mikroplastik di udara, air hujan, tanah, pangan, dan tubuh manusia. Partikel ini muncul dari sampah plastik yang tidak terkelola, pembakaran terbuka, gesekan ban kendaraan, tekstil sintetis, aktivitas industri, serta produk harian seperti kosmetik dan deterjen. Mikroplastik bergerak melalui atmosfer lalu turun bersama hujan. Ia mencemari sumber air, masuk ke rantai makanan, […]

Artikel terbaru

Semua artikel