Penemuan orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) di luar Batang Toru bukan hanya bermakna geografis, tetapi juga biologis.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), orangutan tapanuli tersebut ditemukan di kawasan hutan gambut Desa Lumut Maju, Kecamatan Lumut, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 32 km dari Hutan Batang Toru ke sebelah barat.
Dalam sebuah perjalanan survei pada Jumat, 26 September 2025 lalu, bersama tim YOSL-OIC jurnalis Mongabay Indonesia, Junaidi Hanafiah melihat langsung dua individu orangutan tapanuli di hutan gambut di Desa Lumut Maju, lokasi hutan sekunder yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia itu dan berhasil mengabadikannya.
Habitat baru itu berada di area penggunaan lain (APL), yang rentan berubah menjadi perkebunan sawit. Fragmentasi habitat membuat orangutan kehilangan jalur jelajahnya, dan memaksa mereka mendekati kebun warga untuk mencari makan.
Panut Hadisiswoyo, Direktur Green Justice Indonesia (GJI), mengatakan temuan orangutan tapanuli di habitat baru merupakan hal menggembirakan, namun sekaligus juga memprihatinkan dikarenakan habitatnya yang berstatus APL terus tergerus.
Panut yang juga ahli orangutan mengatakan, solusi jangka panjang adalah memindahkan orangutan di Lumut ke tempat lebih layak secara habitat, pakan, dan keamanan.
Sementara, menghubungkan kembali hutan Lumut dengan Batang Toru juga kecil kemungkinannya, karena jauh serta terfragmentasi perkebunan dan fasilitas publik.
Wanda Kuswanda, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Sistem Biota, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyebut fragmentasi habitat dapat memicu konflik antara manusia dengan orangutan.
Menurut Wanda, konflik masih bisa dikelola. Koeksistensi antara manusia dan orangutan tapanuli bisa tercapai, jika konservasi memperhatikan kebutuhan ekologi satwa dan ekonomi masyarakat, berbasis kearifan lokal dan jasa lingkungan.
“Koeksistensi berarti hidup berdampingan secara damai antara dua pihak yang berbeda kepentingan. Kehidupan berdampingan akan terwujud bila ada penyesuaian perilaku antara manusia dan orangutan, hasilnya populasi satwa meningkat dan masyarakat tetap mendapat legitimasi sosial serta manfaat ekonomi,” jelasnya.
*****





