- Orang Dayak Meratus membuktikan diri bisa berdaulat secara pangan. Bukan hanya lewat beras, mereka juga lestarikan jewawut (Setaria italica) di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan, dalam aktivitas berladang mereka.
- Meski hanya selingan, pangan kuno ini juga mereka anggap sakral. Usai panen, ia harus melewati upacara adat Aruh Bawanang atau mahanyari (membarui) banih, sebuah pesta panen sebagai wujud syukur kepada Hyang Dewata Langit, sebelum mereka konsumsi.
- Sa’dianoor, salah satu penulis jurnal tentang ketahanan nasional dalam kearifan masyarakat pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, yang rilis 2022 lalu, bilang, pengembangan jantan atau ikur-ikur–nama lainnya–dapat menjadi pendukung, bahkan bahan utama diversifikasi pangan.
- Penelitian bertajuk Kandungan Gizi pada Pangan Lokal Jewawut Jenis Foxtail Millet (Setaria italica) karya Sri Agusty Putri menjabarkan segudang nilai gizi tanaman ini.
Orang Dayak Meratus membuktikan diri bisa berdaulat secara pangan. Bukan hanya lewat beras, mereka juga lestarikan jewawut (Setaria italica) di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan, dalam aktivitas berladang mereka.
Meski hanya selingan, pangan kuno ini juga mereka anggap sakral. Usai panen, ia harus melewati upacara adat Aruh Bawanang atau mahanyari (membarui) banih, sebuah pesta panen sebagai wujud syukur kepada Hyang Dewata Langit, sebelum mereka konsumsi.
Masyarakat di Pegunungan Meratus percaya, nenek moyang mereka yang ajarkan budidaya jantan (sebutan lokal jewawut) dan jadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat adat.
“Kalau jantan ini, Atung (leluhur) kami sudah menanam,” kata Sahrianto, warga Desa Hampang, Kabupaten Kotabaru.
Pria 40 tahun itu hasilkan dua gantang panen kali ini. Estimasinya, satu gantang sama dengan empat kg.
Dia bilang, ritual adat biasa bersama kelompok umbun (keluarga), selama beberapa hari-hari genap. Misalnya, dua hingga delapan malam, dengan doa, tarian, dan penyembelihan hewan persembahan seperti ayam kampung.
Jadi, usai panen, jantan yang biasanya masih dalam bentuk biji, sebelum masuk ritual wangani atau aruh ganal (besar), akan mereka simpan dalam lumbung atau lanjung benih, sejenis wadah besar yang terbuat dari anyaman rotan atau bambu yang kesakralannya terjaga.
“Lumbung dijaga dengan aturan adat, tak boleh diganggu apalagi dilangkahi.”
Ketika sudah bisa mereka konsumsi, jantan juga sering mereka olah jadi berbagai masakan tradisional, dalam bentuk bubur putih atau campur dengan gula merah dan jadi camilan anak-anak atau orang dewasa.
Ada juga yang jadikan tepungnya sebagai bahan adonan berbagai olahan kue. “Jadi, jantan tidak pernah dijual hanya untuk kami konsumsi sendiri sebagai cemilan.”

Sebarannya di Meratus
Selain di Kotabaru, Jewawut juga tumbuh di Desa Loklahung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Yana, salah seorang warga, bilang, hasil panen tahun ini tidak terlalu banyak.
“Hasilnya bagus, kami dapat sebutah (seikat karang),” ujar ibu tiga anak ini, sambil sibuk menumbuk jantan di atas alu, sejenis alat tradisional yang terbuat dari kayu panjang yang kokoh dan berat.
Selain itu, jantan juga terdapat di Hulu Sungai Tengah, Tabalong, serta Balangan. “Ada juga di Tapin,” ujar Sa’dianoor, salah satu penulis jurnal tentang ketahanan nasional dalam kearifan masyarakat pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Yang rilis 2022 lalu, saat Mongabay hubungi.
Dalam tradisi bahuma (menanam padi), orang Dayak Meratus menanam jewawut secara tumpangsari. Penanamannya mengikuti pola musim tanam padi, terutama saat masuk musim kemarau, April-Juni. Karena itu, tanaman ini dapat julukan ‘saudara padi’.

Penanaman bibitnya dengan memasukkan ke dalam lubang tugalan, lubang kecil di tanah untuk benih, atau cukup tebar di sisi-sisi ladang.
Berdasarkan siklus tumbuh, jantan mulai berkecambah sekitar 5-7 hari setelah penanaman. Memasuki fase vegetatif pada umur 30–40 hari, kemudian berbunga pada umur 40–60 hari, dan akhirnya siap panen umur 90–120 hari.
“Keistimewaan jantan terletak pada perannya sebagai penjaga tanaman padi. Sebab, bunganya yang mengeluarkan bau harum menyengat mampu menarik perhatian hama, sehingga padi terhindar dari serangan.”
Selain itu, jewawut pun tahan terhadap penyakit dan cocok untuk tanah dengan unsur hara miskin. Efektif untuk jadikannya tanaman pelindung.
Sehingga, cocok bagi masyarakat Dayak Meratus yang sejak dulu menerapkan sistem ladang berpindah dengan pola tanam organik, tanpa menggunakan pupuk, pestisida kimia, sehingga tetap menjaga unsur alami tanah dan mencegah keretakan metabolik.
Menurut Sa’dianoor, pengembangan jantan atau ikur-ikur–nama lainnya–dapat menjadi pendukung, bahkan bahan utama diversifikasi pangan.
Semua orang, katanya, bisa belajar dari orang Dayak Meratus yang sejak dulu pandai mengelola sumber pangan lokal. Serta, tidak hanya mengandalkan satu jenis pangan dan menjaga keberadaan tanaman lain sebagai sumber gizi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menjaga keseimbangan alam.

Bagaimana nilai gizinya?
Penelitian bertajuk Kandungan Gizi pada Pangan Lokal Jewawut Jenis Foxtail Millet (Setaria italica) karya Sri Agusty Putri menjabarkan segudang nilai gizi tanaman ini.
Penulis mencatat 100 gram Jewawut mengandung energi sekitar 420 kalori yang cukup tinggi sebagai sumber energi bagi tubuh. Kandungan karbohidratnya mencapai 60,9 gram, sebagian besar berupa pati dengan kadar amilosa sekitar 21,1%, lebih rendah ketimbang beras biasa sehingga lebih ramah bagi penderita diabetes.
Protein dalam Jewawut berkisar 12,3 gram per 100 gram, relatif lebih tinggi dari padi, membantu memperbaiki dan membangun jaringan tubuh.
Lemak totalnya sekitar 4,3 gram, termasuk lemak sehat yang tubuh perlukan, sementara serat pangan mencapai 8 gram yang mendukung proses pencernaan dan menjaga kesehatan saluran cerna.
Mineral penting yang terkandung antara lain fosfor 290 mg, kalsium 31 mg, zat besi 6,24 mg, magnesium 143 mg, seng 3,51 mg, tembaga 0,59 mg, dan kalium 364 mg, yang berperan dalam menjaga kesehatan tulang, pembentukan sel darah merah, serta mendukung sistem imun.
Jewawut juga menyediakan vitamin B kompleks seperti B1 (thiamin) 0,26 mg, B2 (riboflavin) 0,09 mg, B6 0,23 mg, niasin 2,21 mg, folat 37,7 µg, asam pantotenat 2,39 mg, vitamin E 0,78 mg, dan vitamin C 2,5 mg. Serta beta-karoten sebagai antioksidan yang membantu melawan radikal bebas dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Dengan kandungan gizi yang lengkap, tanaman ini berpotensi menjadi bahan pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan, terutama untuk diet rendah gula dan kaya serat, serta dapat menjadi alternatif pengganti nasi, mendukung diversifikasi pangan, dan menjaga ketahanan pangan lokal
Pangan lokal ini menjadi opsi terjangkau dan efektif untuk memenuhi kebutuhan izin individu maupun masyarakat.

*****