- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bakal merevitalisasi 78.000 hektar akuakultur (tambak) di kawasan Pantai Utara Jawa (Pantura). Nota kesepakatan sudah dilakukan di Jawa Barat (Jabar). Kini giliran Pemerintah Jawa Tengah (Jateng) tagih janji revitalisasi tambak mangkrak dipercepat di tengah rob dan abrasi yang semakin parah di pesisir utara.
- Susan Herawati, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan revitalisasi tambak bakal menjadi kiamat ekologis bagi warga pesisir Jawa Tengah. Pasalnya kondisi pesisir utara Jateng sudah mengalami abrasi sangat parah. Desa-desa sudah banyak yang tenggelam.
- Revitalisasi tambak bakal meningkatkan resistensi pantai utara Jawa. Terlebih beberapa kabupaten di Jateng selama ini sudah langganan banjir rob dan abrasi terus terjadi. Data yang dihimpun Mongabay, kurun waktu 10 tahun terjadi penurunan tanah 8-10 sentimeter (cm) per tahun di kota-kota seputar pantura seperti Semarang, Demak, dan Pekalongan. Bahkan setiap tahun, satu hektar tanah di pesisir Demak hilang akibat kenaikan permukaan laut.
- Mila Karmila, Pakar Lingkungan dan Tata Kota Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang mengatakan puluhan ribu tambak mangkrak di pesisir utara Jawa tak lepas dari peran pembukaan tambak besar-besaran di era tahun 1980-an melalui Program Intensifikasi Tambak (INTAM). Selain membuat puluhan ribu tambak mangkrak, efek dominonya menjadikan pesisir utara Jawa Tengah mengalami abrasi parah dan beberapa desa bahkan tenggelam.
Narasi peningkatan kesejahteraan melalui proyek revitalisasi tambak Pantau Utara (Pantura) Jawa mulai perluasan di Jawa Tengah (Jateng), setelah Jawa Barat memulai proyek kali pertama. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng, pun mulai siapkan lahan di pesisir untuk proyek ini.
Ahmad Luthfi, Gubernur Jateng klaim, 17 kabupaten/kota di Jateng sudah menunggu revitalisasi untuk mendorong investasi perikanan.
“Dengan harapan, Jateng mempunyai daya saing,” katanya saat bertemu Sakti Wahyu Trenggono, Menteri KKP di sela Pelantikan Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Jateng, 13 Oktober 2025.
Revitalisasi tambak merupakan program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang akan merevitalisasi 78.000 hektar akuakultur (tambak) ‘mangkrak’ di Pantura Jawa. KKP klaim telah susun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Tahap awal, proyek ini menyasar lahan 20.413,25 hektar di Jabar tersebar di Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu. Nota kesepakatan pun sudah KKP dan Pemprov Jabar buat Juni 2025.
Berbagai kritikan terus mengalir terkait penyelenggaraan proyek ini. Mereka khawatir, proyek bernilai Rp26 triliun ini bakal meningkatkan resistensi Pantura Jawa. Terlebih beberapa kabupaten di Jateng selama ini sudah langganan banjir rob dan abrasi terus terjadi.
Data Mongabay, kurun 10 tahun terjadi penurunan tanah 8-10 sentimeter (cm) per tahun di kota-kota seputar pantura seperti Semarang, Demak, dan Pekalongan. Bahkan setiap tahun, satu hektar tanah di pesisir Demak hilang akibat kenaikan permukaan laut.

Kiamat ekologis
Susan Herawati, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, saat ini, banyak desa-desa di Pantura Jateng, seperti Demak, Jepara, hingga Kendal yang berjuang agar tidak tenggelam oleh air laut.
Dia khawatir revitalisasi tambak hanya akan memperparah situasi itu.
“Kalau kemudian pemerintah mendorong adanya revitalisasi atau perluasan area budidaya sebenernya ini lagi-lagi pemerintah yang menyiapkan kiamat bagi kawan-kawan di pesisir,” katanya kepada Mongabay.
Susan mempertanyakan, peruntukan budidaya tambak di 11 kabupaten/kota di Jateng itu. Dia curiga, kebijakan itu bukan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional apalagi mensejahterakan warga pesisir. Malah, justru menjadikan warga pesisir terisolir.
“Kita tahu orientasi terkait ekspor. Kalau kita ngomongin tambak, luasan puluhan ribu hektar ini sudah pasti gak mungkin dikelola petambak tradisional. Mereka hanya akan menjadi buruh tambak.”
Menurut Susan, revitalisasi tambak hanya akan membuat warga terjebak dalam perbudakan. Tak memiliki kedaulatan pangannya sendiri karena semua kebutuhan dipasok perusahaan.
“Warga pesisir gak punya hak utuh melakukan budidaya secara mandiri. Kemudian menjual produknya dan sudah pasti ini diatur untuk pembelian pakan. Jadi untuk tambak ini rantainya panjang dan kebutuhan pakan besar,” katanya.
Belum lagi persoalan lingkungan yang ditimbulkan dari proyek ini. Baik dari proses pembangunan proyek ini maupun ketika tambak-tambak hasil revitalisasi nanti beroperasi. Kehadiran tambak berskala besar seperti itu, kata Susah, berpotensi sebabkan lingkungan pesisir tercemar.
“Cenderung dibuang secara sembarangan ke laut dan ini akan menambah kerusakan di pesisir. Kita bisa bayangkan pakan mengandung kimia ini akan membuat ikan dan pesisir jadi tercemar, kalau ada coral sudah pasti mengalami coral bleaching dan bisa jadi mati terumbu karang.”
Berkaca pada kasus revitalisasi tambak di Karawang Jabar, menurutnya tak menutup kemungkinan bakal membuka lahan baru dengan membabat hutan mangrove. Meskipun, pemerintah klaim bahwa revitalisasi hanya akan dilakukan pada tambak existing.
“Lagi-lagi yang dirugikan kawan-kawan pesisir. Ini adalah kiamat baru bagi Jawa Tengah. Semakin tenggelam dan semakin berada di kiamat ekologi yang diciptakan oleh oligarki dan ini udah pasti bukan skala petambak tradisional ini tuh perusahaan besar.”
Susan tak bisa membayangkan wilayah Jateng yang selama ini sudah tergempur oleh investasi dan ekspansi oligarki bakal ditambah dengan program revitalisasi ribuan hektar tambak.
Dia bilang akan berujung kiamat di pesisir dan alih profesi berjamaah karena kebijakan yang berorientasi pada kepentingan pasar.

Abrasi kian parah
Mila Karmila, Pakar Lingkungan dan Tata Kota Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang mengatakan kondisi pesisir utara Jateng telah alami abrasi parah. Beberapa desa bahkan tenggelam dipicu oleh kebijakan pemerintah di masa lalu. Tenggelamnya pesisir utara Jateng tak lepas dari peran pembukaan tambak besar-besaran di era tahun 1980-an.
“Program yang namanya Intensifikasi Tambak (Intam), tahun 80-an lah kira-kira begitu. Jadi itu tidak hanya ada di Jawa Tengah, sebenarnya hampir di seluruh Indonesia waktu itu.”
Program Intam terpicu permintaan produk laut dari Amerika Serikat. Pada 1977, Amerika Serikat berupaya mengurangi beban perawatan kesehatan warganya yang terus memburuk akibat gaya hidup. Maka, diatur rekomendasi diet dalam dokumen Dietary Goals for The United States yang dipimpin oleh Senator George McGovern.
“Memang di Amerika itu banyak orang yang obesitas. Nah, terus kemudian salah satunya itu adalah suruh makan makanan yang rendah kalori dan sebagainya,” katanya.
Salah satu makanan sangat terkenal ialah sushi dari Jepang yang kemudian ada ledakan sushi (sushi boom). Karena Jepang tak mampu memenuhi kebutuhan udang di AS, maka Pemerintah Indonesia kala itu menangkap peluang itu.
“Waktu itu sudah ada tambak tapi bukan yang intensif. Ya tambak nelayan masih sedikit. Nah tapi dengan adanya program Intam itu akhirnya mangrove itu berubah menjadi tambak semua.”
Perubahan hutan mangrove menjadi tambak yang sangat masif menjadikan pesisir utara Jateng tergerus dari tahun ke tahun.
Mangrove sebagai sabuk laut hilang, abrasi semakin maju ke darat. Rob yang awalnya anugerah karena petambak membutuhkan air payau, berubah ganas.
“Dari mangrove menjadi tambak ya akhirnya gak ada lagi penahan pantainya. Lama-kelamaan karena abrasi sehingga tambaknya sekarang juga sudah hilang. Kalau mau revitalisasi tambak ya berarti harus melihat modelnya seperti apa.”
Efek pembukaan tambak yang masif memang tak bisa terlihat langsung dalam hitungan hari atau bulan. Butuh jangka panjang. Kini, pesisir utara Jateng mulai terlihat tenggelam akibat keputusan di masa lalu.
Tambak yang awalnya merupakan bisnis yang menjanjikan dan memberikan keuntungan besar, namun jika tak mengindahkan dampak lingkungan maka efek yang terjadi dirasakan oleh generasi berikutnya.
“Apakah kesalahan di masa lalu akan terulang lagi? Pesisir utara Jawa semakin tenggelam?”

Di tengah berbagai dampak atas intensifikasi tambak di masa lalu, Pemprov Jateng kini ikut mendesak pemerintah pusat segera merevitalisasi tambak mangkrak di tengah kondisi pesisir wilayahnya yang makin memprihatinkan.
Total tambak mangkrak yang teridentifikasi seluas 15.110 hektar. Endi Faiz Effendi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jateng mengatakan target revitalisasi tambak dimulai pada 2026. Namun belum ada petunjuk teknis pelaksanaan hingga Oktober 2025.
“Belum dapat detailnya (anggaran dan teknis, Red),” katanya kepada Mongabay Indonesia.
KKP menunjuk Tim Lahan Revitalisasi Tambak Pantai Utara Jawa melalui Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan No 3 Tahun 2025. Di Jateng, ada 11 kabupaten/kota yang teridentifikasi tambak mangkrak. Meliputi Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Kota Pekalongan, Batang, Kendal, Demak, Jepara, Pati, dan Rembang.
Endi bilang, tambak mangkrak di Jateng kepemilikannya beragam. Ada perseorangan, perusahaan swasta, maupun aset negara. Menyoal mekanisme pembebasan lahan, Endi belum mengetahui lebih lanjut. Masih menunggu arahan pemerintah pusat.
“Itu adalah tambak-tambak, dulunya bekas tambak udang di Pantai Utara Jawa. Tahun 90-an kan booming udang monodon (windu) dan udang vaname. Tapi pelaksanaannya tidak secara bertanggung jawab. Tidak dengan pengelolaan budidaya yang ramah lingkungan.”
Menurut dia, revitalisasi bakal menata ulang konsep budidaya ikan dengan baik, dari hulu-hilir. Tak seperti tata kelola tambak tradisional yang sangat rentan jika ada virus di satu tempat berimbas ke tempat lain.
Sisi hulu, bakal ada hatchery atau unit pembenihan dan pabrik pakan. Lalu di hilir terdapat cold storage, pabrik es, dan unit pengolahan.
Kemudian di lahan budidaya atau on farm-nya bakal ada tandon, saluran inlet, dan outlet yang terpisah. Selain itu bakal ada mekanisasi kincir, penerapan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan pemantauan ambang batas pH air.
“Ada IPAL-nya, jadi begitu dibuang ke badan air itu tidak akan merusak lingkungan. Kemudian menggunakan intervensi teknologi intensif,” ujarnya.
Endi meyakini pengolahan di hilir, akan menjadi nilai tambah bagi hasil produksi ikan. Misalnya saja dicontohkan nilai jual ikan yang telah diproses fillet, harganya bisa meningkat dibandingkan yang tidak.
Salah satu ikan yang akan dibudidayakan ialah nila salin karena dianggap tahan penyakit, proses budidaya mudah. Selain itu dapat hidup di air payau.
*****
Harapan Penyelamatan Mangrove Ditengah Ancaman Tenggelamnya Pesisir Pantura