- Kekhawatiran akan dampak pembangunan infrastruktur jalan di sekitar habitat satwa liar akhirnya terjadi. Belum lama ini, satu individu bekantan ditemukan mati di pinggir jalan tol Balikpapan-Samarinda. Kuat dugaan bekantan tersebut tertabrak oleh kendaraan yang melintas.
- Stanislav Lhota, peneliti primata asal Ceko mengatakan, jalan tol Balikpapan-Samarinda dibangun dengan melewati habitat bekantan dan sejumlah areal konservasi. Salah satu titik esensialnya, yakni bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam. Proyek ini mengabaikan aspek keselamatan satwa liar. Seharusnya jalan yang melewati kawasan konservasi atau habitat satwa lindung, dibuat dengan konsep jalan layang atau terowongan di bawah tanah.
- Benfica, Direktur Jakarta Animal Aid Network (JAAN) katakan, pembuatan koridor satwa sangat perlu untuk mengembalikan ruang jelajah satwa yang hilang. Bahkan seharusnya, antisipasi itu sudah ada sebelum proyek berlangsung demi meminimalisir dampak lingkungan yang mungkin terjadi.
- Ari Wibawanto, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur (Kaltim) sepakat dengan pembuatan koridor tersebut, meski pelru kajian mendalam. Untuk mencegah kejadian serupa terjadi, balai akan rekomendasikan pemasangan rambu-rambu lalu lintas di titik-titik yang menjadi perlintasan satwa.
Dampak buruk pembangunan infrastruktur jalan di sekitar habitat satwa liar tak memunggu lama. Belum lama ini, satu bekantan mati di pinggir Jalan Tol Balikpapan-Samarinda. Kuat dugaan bekantan tertabrak kendaraan yang melintas.
Kabar kematian bekantan itu pertama kali akun @raeatillah di platform media sosial Threads unggah akhir Agustus 2025 dengan membagikan foto dan video bekantan yang tengah tergeletak di jalan tol. Kondisi bekantan penuh luka, hidung dan mulut tampak mengeluarkan darah.
Ari Wibawanto, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur (Kaltim) mengaku berusaha maksimal menyelamatkan dan mengevakuasi bekantan itu. Namun, kondisi bekantan cukup kritis ketika pengguna jalan melaporkan peristiwa itu kepada balai.
“Terlambat. Bekantan tersebut, ketika kita temukan di pinggir jalan itu sudah mati. Iya, diduga tertabrak, indikasi awalnya,” katanya.
Pukul 10.00 WITA, tim penyelamat dari BKSDA Kaltim sampai di lokasi. Bekantan sudah berada di tepi jalan dengan kondisi yang mengenaskan, tewas. Balai kemudian membawa tubuh bekantan tersebut untuk dilakukan nekropsi guna mengetahui penyebab kematiannya.
Ari bilang, kejadian ini akan menjadi bahan evaluasi pihaknya untuk menyusun rencana antisipasi dan pencegahan.
“Ini menjadi bahan tindak lanjut kita juga. Bagaimana yang terbaik, dari sisi jalan tol bisa berjalan dengan baik. Tapi memperhatikan juga perlintasan satwa. Kita akan tindaklanjuti ini dengan pihak Jasa Marga atau pengelola jalan tol,” katanya kepada Mongabay.

Tak ada koridor
Pembangunan infrastruktur jalan, kerap kali memutus dan menghilangkan sebagian wilayah jelajah atau perlintasan alami satwa liar. Bahkan kawasan konservasi sekalipun.
Stanislav Lhota, peneliti primata asal Ceko mengatakan, Jalan Tol Balikpapan-Samarinda memang dibangun dengan melewati habitat bekantan dan sejumlah areal konservasi. Salah satu titik esensialnya, yakni, bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam.
“Kawasan konservasi pun dipotong oleh jalan tol tersebut. Yaitu, Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Juga Hutan Lindung Manggar. Tidak ada koridor perlintasan satwa berupa hutan yang disisakan satupun, maupun yang dibuat di sepanjang jalan tol itu,” ujar Stan, sapaan akrabnya.
Pembangunan jalan tol itu, katanya, mengabaikan aspek keselamatan satwa liar. Akibatnya, kecelakaan yang mengakibatkan satu individu bekantan tewas pun menjadi tak terelakkan.
“Ini menyebabkan beberapa populasi satwa jadi terisolasi karena tidak bisa menyeberang jalan dan terancam tertabrak oleh kendaraan ketika mencoba menyeberang.”
Stan bilang, seharusnya jalan yang melewati kawasan konservasi atau habitat satwa lindung, dibuat dengan konsep jalan layang atau terowongan di bawah tanah.
Dia menyayangkan, infrastruktur penunjang mobilitas manusia, justru harus mengorbankan dan mempersempit ruang jelajah satwa liar.
Pembangunan yang berada di kawasan ekosistem hutan dan habitat satwa, kata dia, perlu memperhatikan kajian lingkungan untuk menghindari ancaman keselamatan. Baik pada satwa, juga manusia sebagai pengguna jalan.
Senada, Benfica, Direktur Jakarta Animal Aid Network (JAAN). Pembuatan koridor satwa sangat perlu untuk mengembalikan ruang jelajah satwa yang hilang. Bahkan seharusnya, antisipasi itu sudah ada sebelum proyek berlangsung demi meminimalisir dampak lingkungan yang mungkin terjadi.
“Seharusnya pengembang pembangunan jalan maupun (penyelenggara) jalan tol itu harus memikirkan juga satwa-satwa yang ada di sana, apa nih yang akan menjadi dampak. Karena pembangunan itu akan membawa dampak. Tapi bagaimana meminimalkan dampak tersebut,” katanya.
Satwa seperti bekantan yang melintas di jalan, kata dia, merupakan risiko dari pembangunan infrastruktur yang berada di sekitar habitat satwa liar dan telah menghilangkan sebagian ekosistem hutan.
Benfica bilang, koridor satwa buatan dapat menjaga kelestarian keanekaragaman hayati dan keselamatan satwa liar. Kombinasi koridor, menurut dia, juga bisa dibuka untuk dapat mengakomodir satwa lain.
Penyelenggara jalan tol, dan pemerintah, dalam hal ini BKSDA, perlu mengidentifikasi perlintasan satwa untuk dapat mengantisipasi kejadian serupa terjadi.
“Dan bagaimana caranya, semuanya, baik dari pengguna (jalan) maupun satwanya itu bisa selamat, kondisinya aman dan lain sebagainya,” kata Benfica.

Pasang rambu-rambu
Ari menyatakan, akan memberikan rekomendasi pembangunan koridor satwa liar buatan untuk dapat mengakomodir perlintasan alami yang terputus.
“Kalau misalkan itu ada (perlintasan alami yang terputus), kami akan menyarankan mereka (penyelenggara jalan tol) untuk membuat koridor-koridor satwa atau jalur lintasan satwa seperti yang dilakukan pada Jalan Tol Balikpapan-IKN.”
Meski begitu, pembangunan koridor satwa buatan juga membutuhkan kajian mendalam. Termasuk upaya inventarisasi hutan dan spesies yang hidup di dalamnya serta identifikasi wilayah jelajah satwa liar.
“Ini kan perlu juga ada kajian khusus (pembangunan koridor satwa). Nanti saya akan meminta bantuan juga teman-teman dari pengelola jalan tol, terutama Samarinda-Balikpapan untuk mengidentifikasi, apakah ada perlintasan-perlintasan yang sering dilewati oleh satwa-satwa.”
Dia mengindikasikan, bekantan yang tertabrak kendaraan di jalan tol Balikpapan-Samarinda itu karena terpisah dari kelompoknya. Karena lokasi kejadian, cukup jauh dari aliran sungai maupun pesisir yang merupakan habitat spesies mangrove.
Bekantan, diketahui memang cukup bergantung pada spesies mangrove. Sebagai sumber pakan dan tempat berlindungnya.
“Kemungkinan ada bekantan yang keluar dari kelompoknya. Kemudian melanglang buana untuk mencari kelompok baru atau membentuk kelompok baru. Dugaan saya seperti itu. Dari pesisir dari sungai cukup jauh, sungai besar apalagi,” kata Ari.
Untuk mencegah kejadian serupa terjadi, katanya, akan melakukan upaya jangka pendek dengan memberikan rekomendasi pemasangan rambu-rambu lalu lintas di titik-titik yang menjadi perlintasan satwa. Termasuk di sekitar lokasi kejadian tewasnya bekantan tersebut.
“Paling tidak, kalau perlintasan (buatan) belum ada, ketika melintasi di suatu tempat yang menurut kami sering dilalui oleh satwa, akan kita kasih rambu-rambu (imbauan) untuk sementara. Selanjutnya, mungkin bisa jangka panjangnya kita akan merekomendasikan perlintasan satwa lagi.”

*****
Menebas Hutan, Proyek Tol Samarinda-Balikpapan Terpaksa Ubah RTRW