- Ribuan jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dari empat distrik di Jakarta, Bekasi, Depok-Bogor dan Tangerang-Banten berkumpul di Taman Proklamasi, Jakarta, Senin (18/8). Mereka mengikuti ibadah doa bersama dengan tema “Merawat Alam Tano Batak dan Danau Toba”. Serta, menyerukan penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
- Pendeta Victor Tinambunan, Ephorus HKBP, di hadapan ribuan jemaat bilang, kegiatan doa bersama itu merupakan respons terhadap perubahan iklim dan krisis ekologi. Jemaat HKBP, katanya, tidak boleh berdiam diri dan bersikap pasif, tetapi harus berdoa dan berusaha untuk memelihara bumi.
- Binsar Jonathan Pakpahan, Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta, bilang, gerakan tutup TPL merupakan cara mengembalikan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat lokal. Soalnya, ketika kecil, dia masih bisa menyaksikan keindahan danau toba, dengan air jernih, mujair manis, dan ikan mas yang besar-besar.
- Pendeta Jacklevyn F. Manuputty, Ketua umum PGI, bilang, ibadah doa bersama memperlihatkan gereja, sebagai tubuh Kristus, tidak bisa lagi diam. Gereja, katanya, tidak bisa terus pelihara liturgi yang indah di dalam tembok-tembok gerejawi. Sementara, tanah di luar retak dan hancur.
Ribuan jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dari empat distrik di Jakarta, Bekasi, Depok-Bogor dan Tangerang, Banten berkumpul di Taman Proklamasi, Jakarta, Senin (18/8/25). Mereka mengikuti ibadah doa bersama dengan tema “Merawat Alam Tano Batak dan Danau Toba” serta, menyerukan penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Sebelumnya, jemaat long march dari Gedung Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). Mereka tampak mengenakan kaos bertuliskan “Tutup TPL”, juga bentangkan spanduk berisi pesan penyelamatan Tano Batak dari kerusakan.
Pendeta Victor Tinambunan, Ephorus HKBP, di hadapan ribuan jemaat bilang, kehadiran TPL sejak 40 tahun silam, justru merusak alam dan kekerabatan warga Tano Batak. Karena itu, atas nama pelayan dan seluruh warga HKBP, dia minta pemerintah menutup TPL.
“Secara khusus, dengan ketulusan hati dan segala hormat, melalui pertemuan ini, memohon kepada Presiden Prabowo supaya cabut izin PT TPL,” kata pimpinan tertinggi HKBP itu.
Dia mengatakan, doa bersama itu merupakan respons terhadap perubahan iklim dan krisis ekologi. Jemaat HKBP, katanya, tidak boleh berdiam diri dan bersikap pasif, tetapi harus berdoa dan berusaha untuk memelihara bumi.
“Kita harus berdoa, berseru untuk kebaikan bumi Indonesia, terkhusus Tano Batak yang kita cintai.”
Sebab, katanya, bumi dan segala isinya milik Tuhan yang Maha Kuasa. Manusia hanya menerima mandat untuk memelihara, mengelola, dan menjaga ciptaan Tuhan dengan kasih, kebijaksanaan, dan tanggung jawab yang luhur.
Dia menyebut, konfesi HKBP jelas menentang perusakan lingkungan hidup. Sebagai bagian dari suara kenabian, nyali kenabian, serta karakter dan perilaku kenabian.
Baginya, upaya menjaga Tano Batak dan kelestarian Danau Toba juga sejalan dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yakni, ekonomi hijau dan memperkuat kehidupan harmoni dengan lingkungan dan alam ciptaan Tuhan.
Binsar Jonathan Pakpahan, Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta, bilang, gerakan tutup TPL merupakan cara mengembalikan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat lokal. Ketika kecil, katanya, masih bisa menyaksikan keindahan Danau Toba, dengan air jernih, mujair manis, dan ikan mas yang besar-besar.
Kondisi itu berubah sering waktu. Dia menyaksikan fenomena pendangkalan dan warga yang terusir dari tanahnya. Baginya, sudah cukup 40 tahun TPL membabat hutan, mencemari danau dan menghadirkan konflik di antara masyarakat.
“Saya di sini sebagai ketua STFT Jakarta, tapi sesungguhnya saya juga pendeta HKBP, yang suarakan cukup sudah perusakan lingkungan di kampung kita. Karena itu mari kita satu kata, tutup TPL!”
Ephorus HKBP, Victor Tinambunan, menyerukan tutup TPL dalam doa bersama di Tugu Proklamasi, Jakarta. Foto: Themmy Doaly/Mongabay Indonesia.
Upaya pulihkan lingkungan
Parasman Pasaribu, Ketua Forum Perjuangan Masyarakat Habinsaran, Borbor dan Nassau Kabupaten Toba (Forpemas Habornas), menyatakan, perlu aksi nyata untuk tutup TPL. Soalnya, aktivitas perusahaan mengancam hidup masyarakat lokal.
Padahal, katanya, Bupati Toba sudah sempat kirimkan surat pada TPL untuk hentikan penanaman eukaliptus dan tidak merusak tanaman warga Dusun Natinggir, Desa Simare, Kecamatan Borbor. Namun, perusahaan Sukanto Tanoto ini tidak menggubris surat tersebut dan terus menanam di tanah penduduk.
Karenanya, dia minta presiden dan kementerian terkait mengambil langkah tegas. “Presiden Prabowo, tolong lakukan apa yang bisa dilakukan. Demikian juga Kementerian Lingkungan Hidup tolong pro rakyat. Tutup TPL!”
Catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Sumatera Utara selalu menempati 10 besar daerah sebaran konflik agraria dalam dua dekade belakangan. Bahkan, pada 2024, terdapat 32 kasus yang menempatkannya pada peringkat kedua provinsi dengan sebaran konflik agraria tertinggi di Indonesia.
Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal KPA, bilang, penutupan TPL adalah cara untuk pulihkan kurang-lebih 63.000 hektar tutupan hutan hancur, berdampak bencana longsor, hingga pencemaran sungai-sungai.
Bahkan, kerusakan itu berlangsung ketika ada Putusan MK 35 tahun 2012 yang menegaskan hutan adat bukan hutan negara. Serta, Putusan MK 45 tahun 2011 yang menyatakan penunjukan seluruh kawasan hutan, termasuk di Sumatera Utara, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Karena itu kita sedang menggugat konstitusionalitas dari masyarakat adat Tano Batak, untuk tanah airnya dikembalikan. Tutup TPL! tanah untuk rakyat! Reforma agraria untuk masyarakat adat Tano Batak!”

Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), bilang, Bona Pasogit adalah titipan leluhur yang mesti masyarakat adat jaga dan wariskan untuk generasi mendatang. Ia juga identitas masyarakat adat, yang jika berdaulat, mandiri dan bermartabat, akan merasakan kemerdekaan.
Menurut dia, memulihkan Danau Toba tidak bisa hanya dengan menanam pohon, tetapi dengan memulihkan manusia dan mengembalikan seluruh wilayah adat di Tano Batak pada pemilik sesungguhnya, yakni, masyarakat adat.
“Kita bisa memulihkan Danau Toba setelah usir TPL. Danau Toba tidak bisa dipulihkan kalau TPL masih bercokol di sana. Tutup TPL!”
Riset AMAN pada 2018 menemukan, lebih 100 macam sumber daya alam dan jasa lingkungan, berdasarkan perhitungan valuasi ekonomi di enam wilayah adat. Dengan perhitungan paling minimal, mereka juga mendapati nilai ekonomi masyarakat adat merentang dari Rp28,9 miliar sampai Rp41,23 miliar per tahun.

Panggilan gereja
Pendeta Jacklevyn F. Manuputty, Ketua umum PGI, bilang, ibadah doa bersama memperlihatkan gereja, tidak bisa lagi diam. Gereja, katanya, tidak bisa terus pelihara liturgi yang indah di dalam tembok-tembok gerejawi. Sementara, tanah di luar retak dan hancur.
Menurut dia, mimbar gereja harus berada di tengah alam, mempelajari kembali bahasa ciptaan dan mendengar suara Tuhan melalui angin, hujan dan keheningan hutan. Serta, jadi suara kenabian yang melawan sistem ekonomi merusak.
“Kita harus berani berkata tidak kepada tambang, perusahaan yang meracuni air, kepada pembakaran hutan demi keuntungan, kepada pembangunan yang mengabaikan kehidupan. Kita harus berdiri bersama komunitas yang terpinggirkan, yang tanahnya dirampas, yang udaranya diracuni, yang hidupnya dikorbankan demi laba, demi keuntungan.”
Gereja, katanya, akan kehilangan relevansi jika tidak bicara tentang bumi yang terluka dan tak menangis bersama ciptaan dan masyarakat yang terampas tanahnya.
“Iman kita harus membumi. Surga bukanlah pelarian dari tanggung jawab kita di bumi. Surga adalah janji tetapi bumi adalah panggilan. Kita dipanggil untuk memelihara, bukan menguasai.”
Septemmy Lakawa, akademisi STFT Jakarta, mengatakan, perjuangan HKBP melawan TPL adalah respons terhadap eksistensi identitas spiritual. Hal ini sejalan dengan kisah penciptaan di kitab Kejadian yang menggambarkan manusia sebagai tukang kebun, alam sebagai kebun dan Allah sebagai pemilik kebun.
Dia bilang, identitas yang asali itu, tidak terpisahkan. Sehingga, tanpa tanah, tanpa kebun, maka tidak akan pernah ada manusia. Begitu pula, katanya, tanpa Danau Toba, identitas orang toba tidak punya relevansi.
“Jadi bukan soal tutup TPL, tapi selamatkan who you are. Selamatkan identitas itu. Dan, Danau Toba adalah dimensi paling integral dari menjadi Batak Toba,” ujarnya dalam seminar yang HKBP selenggarakan, di Jakarta, akhir Juli 2025.
Septemmy menilai, perusakan Danau Toba yang mengakibatkan orang-orang tidak bisa bekerja, sama halnya dengan merampas kemanusian. Ketika itu terjadi, maka HKBP harus berseru untuk kembalikan sumber pekerjaan masyarakat yang hilang akibat kehadiran korporasi. Sebab, suara penderitaan akibat Danau Toba yang makin rusak adalah suara panggilan Tuhan.
“Maka perjuangan HKBP untuk katakan TPL tutup adalah bagian dari HKBP merespons bahwa ini adalah panggilan kita. HKBP mesti bilang who we are. Apa yang tidak ibu-bapak lakukan untuk Danau Toba, berarti ibu-bapak tidak lakukan untuk Allah.”
Leo Hutagalung , Ketua Panitia Doa Bersama, mengatakan, visi untuk mengembalikan kelestarian alam Tano Batak jadi jadi dasar kegiatan. Soalnya, HKBP memandang masalah Danau Toba dan Tano Batak merupakan masalah kemanusiaan, serta menyangkut kepentingan bangsa dan negara.
Dia berharap, kegiatan itu dapat memperkuat solidaritas warga batak, termasuk di Jabodetabek, untuk ikut merasakan kesulitan yang masyarakat di Bona Pasogit alami. Karena, setiap orang dapat berkontribusi membangun kampung masing-masing, meski tersebar di perantauan.
“Sekarang kami punya persoalan besar, sehingga harus berdiri, bergandengan tangan untuk menyelesaikan masalah lingkungan di Tano Batak. (Doa bersama) ini momentum, sudahlah, enough is enough (aktivitas TPL),” ujarnya.

Suara buruh dan manajemen PT TPL
Serikat buruh TPL, justru meminta Ephorus HKBP untuk tidak mendengarkan suara dari satu sisi saja. Menurut mereka, pernyataan Ephorus tidak memikirkan nasib mereka.
“Coba dipikirkan, andaikata TPL ditutup, Bagaimana nasib anak-istri kami?” Seru Pesta Manurung, perwakilan serikat buruh, di Youtube KompasTV.
Jadi, lanjutnya, dia meminta agar Ephorus duduk bersama pemerintah dan manajemen TPL untuk mendengar fakta yang ada. Mereka tidak setuju perusahaan tempat mereka bekerja merusak lingkungan.
“Apakah bapak sudah melihat (faktanya)? Kami sangat menyayangkan statement bapak yang bilang tutup TPL.”
Dalam keterangan resmi, pada 10 Mei 2025, TPL menolak tuduhan operasionalnya menyebabkan bencana ekologi. Mereka bilang, seluruh kegiatan perusahaan sesuai izin, peraturan, dan ketentuan yang pemerintah tetapkan. Serta, telah jalankan operasional sesuai dengan SOP yang jelas dan terdokumentasi.
TPL juga menyatakan telah lakukan pemantauan lingkungan secara periodik, bekerja sama dengan lembaga independen dan terertifikasi, untuk memastikan seluruh aktivitas sesuai ketentuan berlaku. Mereka juga lakukan peremajaan pabrik dengan fokus pada efisiensi dan pengurangan dampak lingkungan secara signifikan, melalui teknologi yang lebih ramah lingkungan.
Selain itu, mereka menyebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022-2023, sudah audit menyeluruh. Hasilnya, perusahaan taat mematuhi seluruh regulasi, serta tidak ditemukan pelanggaran terhadap aspek lingkungan maupun sosial.
Soal deforestasi, mereka menegaskan perusahaan melakukan operasional pemanenan dan penanaman kembali di dalam konsesi berdasarkan tata ruang, Rencana Kerja Umum, dan Rencana Kerja Tahunan.
Mereka juga mengaku bikin laporan berkala melalui Laporan Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan. Dari luas konsesi sebesar 169.912 hektar. TPL hanya kembangkan sekitar 46.000 hektar sebagai perkebunan eukaliptus, dan mengalokasikan 48.000 hektar sebagai area konservasi dan kawasan lindung, dengan komitmen menjaga keanekaragaman hayati di dalamnya.
“Kami menghargai hak setiap pihak untuk menyampaikan pendapat, namun kami berharap hal tersebut didasarkan pada data dan fakta yang akurat. Kami membuka ruang dialog dan menerima masukan dari semua pihak guna menciptakan keberlanjutan yang adil dan bertanggung jawab di wilayah Tano Batak,” tulis mereka.
Sementara, perjuangan jemaat HKBP akan terasa lebih berat karena pemerintah justru memberi penghargaan Industri Hijau pada TPL. Mengutip Antara, Kementerian Perindustrian memberikan penghargaan ini karena mereka nilai TPL menunjukkan kinerja nyata dalam transformasi hijau.
*****