- Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Republik Indonesia menemukan pelanggaran lingkungan serius di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
- Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Irjen. Pol. Rizal Irawan, menyatakan bahwa KLH/BPLH akan menerapkan multi-instrumen hukum atas temuan pelanggaran tersebut
- Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulteng menilai sanksi terhadap IMIP atas kerusakan lingkungan belum cukup kuat dan kurang transparan. Mereka mempertanyakan metode dan jenis sanksi yang diberikan, serta dampaknya terhadap perusahaan.
- Lukman, Tokoh Masyarakat dusun pesisir Kurisha yang lingkungannya terdampak cemaran aktivitas IMIP, menilai sanksi administratif dan audit lingkungan tidak cukup untuk menimbulkan efek jera terhadap IMIP. Dia mendesak izin IMIP dicabut.
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menemukan pelanggaran lingkungan serius kawasan industri nikel, PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Temuan itu didapat setelah KLH melakukan pangawasan terhadap pusat pengolahan nikel di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) itu.
“Hasil pengawasan menunjukkan terdapat beberapa fasilitas yang tidak terlingkup di dalam dokumen amdal IMIP. Pengawas lingkungan hidup mendapati adanya bukan lahan seluas lebih kurang 179 hektar yang berbatasan langsung dengan IMIP,” kata Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup, baru-baru ini.
Menyusul temuan itu, dia meminta IMIP, selaku pengelola kawasan menaati persetujuan lingkungan dan dokumen lingkungan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Hanif juga meminta IMIP menghentikan seluruh kegiatan di luar persetujuan lingkungan.
Tim pengawas juga menemukan penimbunan slag nikel dan tailing tanpa izin seluas 10 hektar dengan volume yang diperkirakan mencapai lebih dari 12 juta ton.
Kualitas udara di industri IMIP juga tidak sehat. Pemantauan udara ambien menunjukkan kadar TSP (dust) dan PM 10 melebihi baku mutu. Hal ini karena 24 sumber emisi pada tenant IMIP yang tidak memasang alat continuous emissions monitoring system (CEMS).
IMIP tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal, mengakibatkan air limbah mencemari lingkungan. Tim pengawas juga menemukan, tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Bahomakmur yang belum memiliki persetujuan lingkungan. Pengelolaan air lindi yang buruk berpotensi mencemari lingkungan sekitar.
Irjen. Pol. Rizal Irawan, Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, menyatakan, KLH akan menerapkan multi-instrumen hukum guna merespons temuan itu. “Kami akan menerapkan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah dan denda administratif,” katanya.
Audit lingkungan terhadap seluruh kawasan industri IMIP juga akan dilakukan. Untuk temuan penimbunan limbah B3 tailing, akan lanjut proses hukum pidana dan perdata.
KLH/BPLH berkomitmen menegakkan hukum lingkungan dan memastikan keberlanjutan lingkungan di kawasan industri IMIP. “Langkah-langkah tegas akan diambil terhadap perusahaan yang terbukti melanggar peraturan lingkungan.”

Desak penghentian PLTU
Walhi Sulteng menilai sanksi terhadap IMIP atas kerusakan lingkungan belum cukup kuat dan kurang transparan. Mereka mempertanyakan metode dan jenis sanksi yang diberikan, serta dampaknya terhadap perusahaan. Ketiadaan transparansi ini menghambat upaya perbaikan lingkungan dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
Walhi mendesak, KLH mempublikasikan secara detail sanksi yang diberikan kepada IMIP. Informasi yang transparan akan memungkinkan pengawasan publik dan memastikan akuntabilitas perusahaan. Sebaliknya, kurangnya informasi publik menimbulkan kekhawatiran bahwa sanksi yang diberikan terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera.
Wandi, Manager Kampanye Walhi Sulteng, salah satu dampak paling nyata dari kerusakan lingkungan di IMIP adalah penggunaan PLTU batubara yang menyebabkan peningkatan penyakit ISPA di masyarakat sekitar. “Ini (PLTU) perlu diberhentikan,” katanya.
Dia minta, ke pemerintah segera melakukan transisi energi ke sumber energi yang lebih ramah guna melindungi kesehatan masyarakat dan mengurangi polusi udara.
Begitu pula dengan masalah pembuangan limbah beracun yang terus terjadi di IMIP.
Wandi desak, pemerintah menindak tegas praktik-praktik yang merusak lingkungan. Selain itu, perusahaan juga dinilai harus bertanggung jawab atas berbagai dampak negatif yang timbul akibat aktivitasnya. Dia khawatir, situasi itu akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
“Pemerintah perlu mengambil langkah yang lebih efektif untuk melindungi kesehatan masyarakat. Perbaikan lingkungan harus menjadi prioritas utama, dan perusahaan harus bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan.”

Cabut izin IMIP
Muhammad Qadar, warga Desa Bahomakmur mengkritik sikap pemerintah yang hanya fokus pada pemberian sanksi ke IMIP dan mengabaikan hak masyarakat terdampak. “Harusnya, hak-hak masyarakat yang terlanggar dikembalikan, termasuk kompensasi atas dampak kesehatan dan lingkungan,” katanya.
Dia kecewa karena selama ini masyarakat hanya menerima dampak negatif tanpa pernah menerima bantuan dari perusahaan. Dia merasa suaranya tidak didengar hanya karena dia masyarakat biasa.
Lukman, tokoh masyarakat dusun pesisir Kurisha, menilai sanksi administratif dan audit lingkungan tidak cukup untuk menimbulkan efek jera terhadap IMIP.
“Kalau memang perusahaan ini tidak taat terhadap aturan atau hanya mau bikin propaganda, mau hancurkan daerah kami, ya mendingan cabut izinnya.”
Menurut Lukman, pencemaran udara dan laut telah menyebabkan kerusakan ekosistem laut, sehingga para nelayan kesulitan mencari nafkah. Mereka tidak lagi bisa menangkap ikan atau memancing karena laut tercemar lumpur dan menutupi karang.
Dia menekankan bahwa pencemaran berasal dari debu batubara yang dikelola di atas pemukiman mereka. Debu batubara menyebabkan masalah kesehatan serius bagi penduduk, terutama anak-anak.
Kondisi ini menyebabkan banyak anak-anak dirawat di rumah sakit IMIP dengan diagnosa yang menyatakan lingkungan tidak layak huni. Bukti medis ini mendukung tuntutan relokasi atau kompensasi bagi masyarakat yang terdampak.
“Karena sudah berapa anak-anak kami di sini yang masuk di rumah sakit IMIP dengan keterangan dokter bahwa di Khurisha sudah tidak layak huni,” katanya sambil memperlihatkan dokumen hasil pemeriksaan beberapa anak yang dia peroleh dari puskesmas.
Dia menuntut relokasi atau kompensasi bulanan untuk kebutuhan pangan dan pengobatan. Mereka merasa menderita sebagai masyarakat yang tinggal di zona merah industri batubara, sementara perusahaan menikmati keuntungan. “Jangan cuman mereka (Investor) yang hidup enak, sementsara kami yang di sini menderita.”

Respons IMIP
Dedy Kurniawan, Head of Media Relations IMIP merespons berbagai temuan yang disampaikan KLH. Dia klaim, pengembangan kawasan IMIP yang berlangsung saat ini telah sesuai dengan dokumen Amdal yang diajukan tahun 2020. Mereka memastikan penggunaan teknologi yang tepat guna menekan emisi.
“IMIP melakukan pemantauan kualitas udara secara berkala dan real- time menggunakan CEMS (Continuous Emission Monitoring System) dan pemantauan manual oleh laboratorium terakreditasi dan dilaporkan ke instansi yang berwenang,” katanya melalui keterangan tertulisnya.
Secara real-time juga, pemantauan kualitas udara ini termonitor langsung oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLH RI, khususnya pada bagian Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri secara Terus Menerus (SISPEK). Saat ini terdapat 58 titik yang sudah terpasang CEMS. Sisanya masih dalam progress pemasangan.
IMIP juga berinvestasi dalam teknologi ramah lingkungan, termasuk bertransisi ke sumber energi yang lebih ramah guna mengurangi ketergantungan pada batubara. Seperti PLTS (mulai berjalan) dan PLTM (dalam tahap penelitian).
Dalam konteks kawasan industri, IPAL Komunal (Instalasi Pengolahan Air Limbah Komunal) industri adalah fasilitas pengolahan air limbah yang dibangun secara terpusat untuk melayani banyak perusahaan dalam satu lokasi atau kawasan industri. Sistem ini memungkinkan pengolahan limbah industri secara efisien, dengan biaya yang lebih terjangkau.
Kenyataannya, di Kawasan IMIP terdapat kendala topography pada masing-masing smelter yang tidak memungkinkan untuk menerapkan IPAL terpusat. Atas hal tersebut, IMIP kemudian berkonsultasi dan menyampaikan kendala itu kepada KLH. Hasilnya, IMIP boleh memiliki IPAL komunal klaster, sebagaimana berita acara nomor 182/KLH-IMIP/BA/MWL/VI/2023.
Sebagai catatan, para tenant di kawasan IMIP telah melakukan pengelolaan IPAL secara mandiri, dan selanjutnya disalurkan ke kanal yang dikelola oleh IMIP.
“Kami menyadari pentingnya peningkatan pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Atas hal itu, kami akan memaksimalkan koordinasi dan pengawasan,” kata Dedy.
*****