Sejumlah peneliti dalam dan luar negeri bergabung dalam proyek solusi krisis air Bali. Mereka akan mengisi ulang air tanah dengan tahap awal membuat 136 sumur air hujan di 13 lokasi.
Cara ini, diyakini memberi hasil cepat mengembalikan level air hingga 90% dalam lima tahun di area krisis air bersih dan terancam intrusi air laut. Inisiatif ini disiapkan sejak 2012 usai penelitian menyatakan lebih 60% cadangan air Bali kering. Permukaan air turun drastis, 50 meter kurang dari 10 tahun.
Dengan biaya kurang dari US$1 juta, program penyelamatan air Bali atau Bali Water Project (BWP) dirintis Politeknik Negeri Bali (PNB) dan Yayasan IDEP ini dimulai 2016. Keduanya mengajak pemerintah Bali dan masyarakat bekerja sama serta turus berkontribusi dalam penggalangan dana.
Ida Bagus Putu Bintana dari PNB dan IDEP Foundation Special Project Advisor Florence Cattin memaparkan soal proyek ini.
Diawali pembuatan tujuh sumur imbuhan di Denpasar, yakni Desa Penatih dan Peguyangan. Pembuatan prosedur standar (SOP) sumur imbuhan untuk kalangan industri/perhotelan di Denpasar dan Badung untuk mereplikasi membuat sumur sendiri. Lalu, diikuti kampanye hemat air dalam berbagai bentuk.
Desainnya, sumur imbuhan dangkal berfungsi memanen air hujan. Lalu, mengebor sumur minimal enam meter, diberi filter luar atau dalam berupa lapisan ijuk, pasir, dan kerikil untuk menyaring air hujan yang masuk bersama sampah serta limbah lain.
“Pembuatan biopori tak terlalu banyak menyerap air saat curah hujan tinggi,” kata Bintana, peneliti Jurusan Teknik Sipil PNB ini. Sumur imbuhan dirancang diameter dan kedalaman lebih seperti sumur gali. Guna efektif menyimpan air, sejumlah peneliti PNB sudah memetakan dan menentukan lokasi sumur imbuhan ini.
Perkiraan biaya per sumur sekitar Rp15-20 juta. Dia meyakini, cara mudah dan murah menjaga cadangan air bersih Bali. “Pemerintah jangan hanya undang turis tapi tak ada air,” kata Bintana. Dia heran kenapa, pemerintah fokus mengeksploitasi air permukaan seperti sungai untuk baku air bersih.
Florence Cattin, peneliti perempuan ini mengatakan, jika industri terutama pariwisata terus-terusan dibiarkan menarik air dengan membuat sumur bor sedalam-dalamnya akan mempercepat intrusi air laut. “Kalau sudah intrusi air laut parah sulit dikembalikan seperti semula. Ini bahaya.”
Solusi global atas krisis air, katanya, ada dua model. Pertama, teknologi salinasi air tercampur air laut, kedua, pembuatan sumur penangkapan air hujan. “Yang terakhir sangat mudah, sederhana dan murah. India contoh sukses, mereka mulai 25 tahun lalu.”
Ketika cara ini diterapkan di beberapa daerah di India, menurut data dalam dua tahun kenaikan air bawah tanah naik 5-10 meter di Delhi dan sekitar.
Prinsipnya keep it balance, keep the water in and out. Cara ini bisa dibuat dalam skala besar dan rumah tangga.“Teruslah dorong pemerintah bertanggung jawab pada penyediaan air bersih.”
Tahap awal akan membangun 136 sumur imbuhan di 13 daerah krisis air. Lalu, dilatih 10 pembuat sumur dengan teknik benar guna memudahkan industri mengadopsi dan membuat sumur sendiri.
Dari skema awal, BWP ini memerlukan dana Rp9,8 miliar, sekitar 77% pembuatan sumur. BNP dan Yayasan IDEP sudah membuat penggalian dana warga dan menghasilkan US$6.350 dalam lima bulan. Sejumlah pengusaha sudah berkomitmen berdonasi untuk inisiatif seperti adopt a well, adopt a river, dan adopt a water.