Seekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dipaksa berjalan di atas egrang menggunakan topeng. Atraksi ini dikenal luas dengan sebutan topeng monyet.
Monyet yang memiliki peran penting di hutan, seharusnya hidup bebas di alam liar.
Elisabet R.R.B. Hutabarat, Asisten Manager Konservasi Macaca Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), menjelaskan dari perspektif kesejahteraan satwa, praktik itu tidak seharusnya dilakukan.
Itu yang membuat efek traumatis dan menghilangkan etika kesejahteraan satwa,” ujarnya, usai memberikan kuliah umum konservasi satwa di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Di Jakarta pertunjukan topeng monyet sudah dilarang dan dianggap ilegal sejak 2013. Dasar hukumnya jelas, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 302, terkait tindakan penyiksaan terhadap hewan.
Pijakan lain, Peraturan Kementan Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Ada juga Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Pasal 66 Ayat 2 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Serta, Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1995 tentang Pengawasan Hewan Rentan Rabies dan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2007 Pasal 11 Ayat 2 tentang Ketertiban Umum juga memperkuat pelarangan tersebut.
Selain melanggar hukum, praktik topeng monyet juga bersumber dari perburuan monyet di alam liar. Anak-anak monyet ditangkap, dipisahkan dari induk dan kelompok sosialnya.
Kajian Putri dan kolega di Jurnal Biologi Indonesia (2023) tentang “Pengamatan Perilaku Grooming pada Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Taman Wisata Tlogo Putri Kaliurang dan Kaitannya dengan Isu Eksploitasi” menjelaskan bahwa praktik ekploitasi sangat berpengaruh terhadap perilaku dan kondisi psikis monyet.
Eksploitasi kerap menyiksa, apalagi banyak individu hanya dipelihara sendirian tanpa pasangan. Kondisi tersebut berdampak pada perilaku keseharian mereka, terutama perilaku grooming. Monyet yang hidup sendirian hanya bisa melakukan autogrooming (membersihkan diri sendiri), padahal secara alami mereka memerlukan allogrooming (saling membersihkan antarindividu) untuk menjangkau bagian tubuh tertentu, seperti punggung dan kepala bagian belakang, area yang justru paling banyak kotoran dan parasit.
“Akhirnya, menyiksa kesehatan monyet, baik secara fisik maupun psikis,” jelas laporan tersebut.
Fahma Wijayanti, pengajar Primatologi UIN Jakarta, menjelaskan seperti primata lainnya, monyet ekor panjang punya peran penting di alam. Mereka adalah penebar biji alami, karena sering memakan buah dan memancarkan melalui kotoran, serta jadi bagian pengendali serangga tertentu.
“Kehadirannya juga menjaga keseimbangan populasi spesies lain melalui mekanisme kompetisi,” jelasnya.