Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) kembali melepasliarkan orangutan ke habitat alaminya di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur. Pelepasliaran ini menjadi momen penting karena dilakukan bertepatan dengan peringatan Hari Bumi, 22 April 2025. Keseluruhan, pelepasliaran ini merupakan yang ke-27 sejak program dimulai.
Sejak 2012, BOSF telah melepasliarkan 539 individu orangutan dari dua pusat rehabilitasi mereka: Nyaru Menteng di Kalimantan Tengah dan Samboja Lestari di Kalimantan Timur. Dari jumlah tersebut, 409 individu dilepasliarkan dari Nyaru Menteng dan 130 dari Samboja Lestari.
Upaya konservasi ini bukan tanpa tantangan. Saat ini, masih terdapat 355 orangutan yang menjalani rehabilitasi — 237 individu di Nyaru Menteng dan 118 di Samboja Lestari. Dari jumlah tersebut, sekitar 100 individu tidak dapat dikembalikan ke alam liar karena berbagai kondisi, seperti trauma akibat terlalu lama dipelihara manusia, penyakit menular, atau kendala fisik seperti kebutaan dan cacat permanen.
Untuk mengatasi tantangan ini, BOSF tengah mengembangkan solusi alternatif. Salah satunya adalah pembangunan pulau-pulau suaka bagi orangutan yang sakit, namun masih mampu hidup semi-liar. Selain itu, kandang khusus berbentuk kubah atau dome juga sedang dirancang untuk menampung orangutan cacat yang tidak memungkinkan untuk dilepas ke hutan maupun ke pulau. Kandang ini dirancang menyerupai habitat alami dengan arena panjat menyerupai pepohonan.
Orangutan yang sakit akan dipindahkan ke pulau suaka untuk mencegah penularan penyakit kepada individu sehat. Sementara itu, orangutan yang buta atau memiliki cacat berat akan ditempatkan di dalam kubah untuk menjamin kesejahteraan mereka seumur hidup.
Jamartin Sihite, CEO BOSF, mengungkapkan bahwa kapasitas Hutan Kehje Sewen untuk pelepasliaran telah mencapai batas maksimum. BOSF tengah menjajaki opsi pelepasliaran baru dengan menggandeng Kementerian Kehutanan dan diskusi telah dilakukan.
Menurut Jamartin, konservasi tidak bisa dijalankan satu pihak saja. BOSF berharap pelepasliaran dan perlindungan orangutan bisa berjalan paralel dengan dukungan pemerintah, sektor swasta, dan organisasi konservasi lainnya.
“Konservasi adalah bentuk perlindungan yang membutuhkan kerja sama lintas pihak. Tanpa sinergi, upaya ini tidak akan berkelanjutan,” ujarnya.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyampaikan bahwa kegiatan pelepasliaran orangutan oleh BOSF merupakan bukti nyata dari upaya menjaga warisan alam Indonesia, terutama spesies yang kini terancam punah seperti orangutan kalimantan. Dia menegaskan komitmen pemerintah dalam memperkuat kebijakan konservasi berbasis ilmu pengetahuan, pemulihan ekosistem, dan partisipasi masyarakat.
Beberapa program prioritas Kementerian Kehutanan saat ini adalah mencakup restorasi ekosistem, penguatan kawasan konservasi, rehabilitasi satwa liar, serta pemulihan habitat yang rusak. Kolaborasi dengan lembaga-lembaga seperti BOSF dinilai krusial untuk menjamin keberhasilan upaya tersebut.
“Konservasi bukan sekadar menyelamatkan spesies, melainkan juga memperkuat hubungan manusia dengan alam. Ini adalah upaya untuk menjaga warisan bagi generasi mendatang dan memastikan kelestarian hutan kita,” tegasnya.
Keberhasilan konservasi orangutan akan sangat bergantung pada dukungan nyata dari seluruh lapisan masyarakat dan para pemangku kepentingan.
Salinan
Pemberitahuan: Transkrip dibuat oleh mesin dan manusia serta diedit dengan ringan untuk akurasi.Mereka mungkin mengandung kesalahan.Ini rilis kita yang ke-27. Kemarin diberangkatkan sama Pak Menteri Kehutanan dan kemudian hari ini Pak Menteri juga datang ke hutan kita di PT RHOI dan melepaskan orangutan di sini. Beliau membuka satu orangutan. Ini adalah rilis pertama kita tahun 2025 di RHOI. Itu juga menunjukkan bahwa RHOI sebagai PT bisa mendukung konservasi dan menjadi bagian dari konservasi orangutan. Kerja ini itu kita lakukan bersama-sama dengan Kementerian Kehutanan da Pak Menteri datang.
Kita sudah melepaskan lebih dari 500 orangutan termasuk hari ini. Tapi, masih ada sekitar 350 orangutan di pusat rehabilitasi yang dikelola BOSF di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Tapi yang perlu kita ingat orangutan itu punya negara. Jadi BOSF atau NGO lain itu adalah tempat penitipan, membantu pemerintah untuk merehabilitasi dan melepaskan.
Tantangan besar kita adalah kita masih punya 250 orangutan yang antri kembali ke hutan, tapi ada sekitar 100 yang gak bisa kembali ke hutan. Mereka itu punya kelemahan. Satu, terlalu lama dipelihara manusia. Kedua, mereka itu terkena penyakit manusia sehingga mereka gak bisa kembali ke hutan. Ketiga punya catat. Nah, untuk orangutan cacat, misalnya buta, enggak mungkin kita masukkan ke pulau karena itu kita akan membuat kandang besar seperti dome sehingga mereka masih bisa bergerak dan menikmati seolah-olah bebas.
Tapi 250 individu yang antri ini masih membutuhkan energi cukup besar dan juga membutuhkan areal pelepas liar. Kita sudah diskusi dengan Pak Menteri dan teman-teman di Kementerian Kehutanan bagaimana kita bisa mensiasati supaya ada areal baru yang bisa digunakan buat pelepasan orangutan.
Konservasi orangutan atau konservasi apapun itu tidak bisa dikerjakan sendiri. 30 tahun BOSF bekerja di Indonesia. Kami membuktikan tidak bisa kami kerja sendiri. Karena itu kerja sama itu bukan hanya NGO dengan pemerintah, NGO dengan swasta, tapi NGO dan NGO juga harus bekerja sama.
Harapan saya kedepan kepada kawan-kawan NGO yang lain, mari kerja sama dan jangan saling jelekkan dan jangan saling menuding bahwa saya lebih baik dari Anda. Kita harus sama-sama.