- Penelitian terbaru mengenai orangutan mengungkap bahwa orangutan memiliki kemampuan menjadi ibu asuh bagi anak orangutan lainnya.
- Selama ini, orangutan dikenal sebagai spesies yang hidup soliter atau suka menyendiri, dan sangat bergantung pada induknya hingga bertahun-tahun.
- Studi terbaru mengungkap, perilaku adopsi menunjukan bagaimana orangutan memiliki kemampuan mengatasi tantangan hidup mereka, seperti kehilangan induk.
- Orangutan memiliki kemiripan genetik dengan manusia hingga sebesar 97%. Tidak heran, mereka bisa merasakan emosi seperti halnya manusia. Selain itu, masalah kesehatan mental (mental health), yang sering dialami manusia, ternyata juga dialami orangutan.
Banyak peneliti mengamati perilaku orangutan bertahun-tahun, namun ada hal yang belum terungkap. Riset yang baru dipublikasikan ini, mengungkap temuan bagaimana di kehidupan orangutan, ternyata di antara mereka ada yang bisa menjadi pengasuh ketika anak-anak orangutan kehilangan induk mereka.
Penelitian tersebut dilakukan di pedalaman hutan Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat, yaitu kehidupan individu orangutan betina remaja bernama Rossa yang berubah total. Rossa harus mengambil peran tidak biasa, yakni menjadi pengasuh utama adik perempuannya, Ronnie, setelah induk mereka menghilang yang diduga mati.
Penelitian tersebut mengungkapkan bagaimana pengorbanan Rossa, sang kakak tidak hanya menyelamatkan nyawa adiknya, tetapi juga membuat si kecil tumbuh menjadi pribadi mandiri sebelum waktunya.
Awalnya, para peneliti dari Boston University yang memantau mereka, mengira Rossa adalah induk kandung Ronnie. Pola asuh mereka terlihat normal: bersama-sama mencari dan berbagi makanan, serta tidur dalam sarang yang sama. Namun, ada yang mengganjal. Fitur wajah Rossa masih tampak sangat muda untuk menjadi ibu.
“Rossa masih memiliki warna putih di sekitar mata dan moncongnya yang terang, tanda-tanda yang biasanya dimiliki oleh orangutan lebih muda, dan bagimana mungkin ia memiliki anak berusia 6 tahun,” kenang Amy Scott, ahli biologi evolusi yang terlibat dalam penelitian ini, dikutip dari National Geographic, edisi 25 November 2025.
Kecurigaan akhirnya terjawab, berkat analisis DNA. Sampel genetika membuktikan bahwa Rossa dan Ronnie adalah saudari kandung, bukan ibu dan anak. Mereka berdua adalah anak dari orangutan betina bernama Veli yang tidak pernah terlihat lagi sejak 2016. Rossa, yang saat itu berusia sekitar 12 tahun, memutuskan untuk mengadopsi Ronnie yang berusia 5 tahun.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Ethology itu berjudul, “A Case of Sibling Adoption in Wild Orangutans: Accelerated Development of Independence Following Maternal Loss”, menjadi laporan ilmiah pertama yang detil tentang adopsi pada orangutan liar. Padahal, sebagai spesies yang hidup soliter atau menyendiri, dan sangat bergantung pada induknya hingga bertahun-tahun, kehilangan induk biasanya adalah vonis mati bagi anak orangutan.
“Keberadaan Rossa dan keputusannya untuk mengasuh Ronnie sangat menentukan. Tanpa itu, kecil kemungkinan Ronnie bisa bertahan hidup,” tulis Scott dan kolega dalam laporan mereka, yang dipublikasikan 25 November 2025.

Penelitian jangka panjang yang dipimpin Cheryl Knott, kemudian mengamati dinamika pengasuhan yang unik. Mereka membandingkan pasangan saudari ini dengan pasangan ibu dan anak kandung lainnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa Ronnie, sang adik, menunjukkan percepatan perkembangan. Dia mulai berpindah tempat sendiri dan mencapai tahap perkembangan lainnya sekitar satu tahun lebih awal daripada rata-rata anak orangutan seusianya. Aktivitas bermainnya juga berkurang, mengindikasikan bahwa ia harus “cepat besar” dalam menghadapi hidup.
Di sisi lain, pengasuhan ini tidak menghambat siklus reproduksi Rossa. Di tengah kesibukannya mengasuh sang adik, Rossa justru melahirkan bayi kandungnya pada 2019. Ronnie pun mulai menjaga jarak, tidur di sarang terpisah, namun tetap diizinkan untuk dekat sang kakak dan keponakan barunya. Rossa menunjukkan sikap sangat toleran.
Dalam konteks evolusi, ini adalah sebuah kisah sukses. Rossa berhasil menyelamatkan gen keluarganya (Ronnie), tanpa mengorbankan kesempatannya untuk meneruskan gennya sendiri (dengan memiliki bayi).
Studi ini tidak hanya menyajikan kisah haru tentang pengorbanan keluarga di dunia satwa, tetapi juga menyoroti perilaku adopsi bahwa orangutan memiliki kemampuan untuk mengatasi tantangan, seperti kehilangan induk.
Kisah Rossa dan Ronnie mengajarkan betapa kuatnya ikatan keluarga dan insting untuk bertahan hidup, yang tidak hanya dimiliki manusia, tetapi juga satwa-satwa seperti orangutan yang tinggal di hutan Kalimantan.
“Kehilangan ibu tampaknya mempercepat perkembangan kemandirian, sementara adopsi dan perawatan aloparental (pengasuhan oleh bukan orang tua kandung) yang diberikan oleh kakak perempuannya memungkinkan dia untuk bertahan hidup,” ungkap para peneliti.
Studi ini juga menyoroti nilai analisis identifikasi genetik bersama dengan pengumpulan data jangka panjang. Tanpa penelitian yang dilakukan puluhan tahun dan analisis genetika, hubungan kompleks ini mungkin tidak akan pernah terungkap. Hal yang membuat para ilmuwan bertanya-tanya; masih ada kemungkinan kisah serupa yang terjadi di hutan tanpa kita sadari.

Orangutan adalah primata arboreal (hidup di pohon) terbesar di dunia dan memiliki kemiripan genetik dengan manusia hingga sebesar 97%. Tidak heran, mereka bisa merasakan emosi seperti halnya manusia. Selain itu, masalah kesehatan mental (mental health) yang menjadi permasalahan utama manusia dalam beberapa tahun ini, ternyata juga dialami orangutan. Mereka sangat membutuhkan pemulihan kesehatan mental, tidak hanya secara fisik.
Satwa ini memiliki peran ekologis sangat penting. Mereka dijuluki “arsitek hutan” dan juga “tukang kebun”, karena peran vitalnya sebagai penebar benih. Setelah memakan buah, mereka akan menebarkan bijinya di seluruh hutan, membantu regenerasi pohon dan menjaga keanekaragaman hayati.
Kecerdasan mereka juga luar biasa. Orangutan mampu menggunakan alat untuk mencari makan, membangun sarang yang kompleks setiap malam, dan memiliki masa kecil yang panjang, yaitu anak orangutan akan belajar dari induknya selama bertahun-tahun, suatu proses yang sangat mirip manusia.
Di Indonesia, terdapat tiga jenis orangutan, yakni orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), orangutan sumatera (Pongo abelii), dan orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis). Semua jenis orangutan di Indonesia dilindungi. Menurut IUCN, ketiga jenis orangutan ini masuk Daftar Merah dengan status Kritis (Critically Endangered/CR), atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar.
Referensi:
Scott, A. M., Hurysz, M., O’Connell, C. A., Susanto, T. W., & Knott, C. D. (2025). A case of sibling adoption in wild orangutans: Accelerated development of independence following maternal loss. Ethology. Advance online publication. https://doi.org/10.1111/eth.70020
*****