- Akhir November 2025, Sumatera Barat mengalami bencana hidrometeorologi.
- Hampir semua wilayah bencana berada di sekitar lanskap harimau sumatera. Yakni, lanskap Malalak-Maninjau-Palupuh-Rimbo Panti yang berada di sekitar Gunung Tandikat, Gunung Singgalang dan Gunung Talamau.
- Setahun terakhir, sejumah harimau sumatera menampakan diri di kebun, permukiman, dan jalan. Diyakini kemunculan mereka sebagai peringatan atas hutan dan bukit yang mengalami kerusakan, sebagai penyebab bencana hidrometeorologi.
- Bencana hidrometeorologi yang terjadi di Sumatera Barat merupakan pertanda tidak harmonisnya hubungan manusia dengan alam. Diharapkan, masyarakat di Sumatera Barat kembali menjalankan budayanya yang arif dengan alam.
Hujan yang turun sepanjang Senin (24/11/2025), membuat arus Sungai Batang Bubus mengalir deras dan dalam. Susunan batu andesit di tubuh sungai yang biasanya digunakan untuk menuju situs Prasasti Ganggo Hilia tidak dapat dilalui.
Prasasti Ganggo Hilia yang diperkirakan berasal dari abad ke-14 atau 15 Masehi, isinya menjelaskan penggunaan atau pemanfaatan air untuk manusia dan hewan, seperti sapi dan kerbau. Air untuk semua makhluk hidup.
Prasasti tersebut menjadi peninggalan purbakala yang dibahas dalam diskusi budaya dan lingkungan, digelar di Pitamahadara (Peninggalan Purbakala & Budaya) Candi Tanjung Medan, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, Minggu (23/11/2025).
Pada hari yang sama, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan ancaman dampak Siklon Tropis di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk Sumatera Barat. Akan terjadi hujan lebat, angin kencang, dan kilat atau petir.
Sehari sebelumnya, Sabtu (22/11/2025) siang, seekor anak harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) betina, berusia sekitar 9-11 bulan, terperangkap jerat babi di kebun milik masyarakat di Bukit Koto Tabang, Nagari Koto Rantang, Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam. Anak harimau sumatera tersebut diselamatkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat. Pada Oktober 2025, dua individu harimau sumatera juga menampakan dirinya di Palupuh, tepatnya di ruas Jalan Lintas Sumatera Bukittingi-Medan.
Awal 2025, beberapa kali kucing besar ini menampakkan dirinya di Palupuh. Tepatnya di Jorong Pagadih Hilia, yang dikabarkan menerkam seekor sapi milik warga.

Senin (24/11/2025) sore, akibat hujan deras yang turun sejak pagi, beberapa pohon tumbang dan longsor menutupi ruas Jalan Lintas Sumatera Bukittinggi-Medan di Palupuh. Akibatnya, transportasi terputus. Peristiwa yang sama terjadi di beberapa wilayah lain di Pasaman. Seperti di sekitar Suaka Alam Rimbo Panti dan Lubuk Sikaping.
Hujan deras dan angin kencang melanda hampir semua wilayah di Sumatera Barat. Selasa (25/11/2025), beberapa wilayah dikabarkan mengalami banjir dan terisolasi akibat longsor dan pohon tumbang yang menutupi jalan. Antara lain terputusnya Jalan Simpang Empat-Talu, akibat pohon tumbang, longsor dan aspal jalan amblas di Rimbo Kejahatan, Jorong Limpato, Nagari Kajai, Kecamatan Talamau, Pasaman.
Di wilayah kaki Gunung Talamau ini, sering terjadi konflik manusia dengan harimau sumatera. Tahun 2024, BKSDA Sumatera Barat mengevakuasi satu individu harimau sumatera betina di kebun warga di Nagari Binjai, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman.
Panjang tubuh harimau yang berkonflik ini sekitar 160 cm dan berat 70 kilogram. Ia ditangkap menggunakan perangkap dan diberi nama Puti Malabin. Beberapa bulan kemudian, BKSDA Sumatera Barat bersama Balai Besar KSDA (BBKSDA) Riau melepasliarkannya di Rimbang Baling.
Rabu (26/11/2025) sore, banjir bandang melanda Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam. Puluhan korban jiwa, dan puluhan orang dinyatakan hilang. Hingga Sabtu (29/11/2025), korban jiwa tercatat 85 orang. Terbanyak di Kecamatan Palembayan yakni 67 jiwa. Kemudian Malalak (10), Matur (1), Tanjung Raya (6), dan Palupuah (1). Sementara yang hilang atau belum ditemukan sebanyak 78 orang.

Lanskap Malalak merupakan habitat harimau sumatera. Di wilayah ini sering terjadi konflik manusia dengan harimau sumatera. Terakhir, pada Maret 2025, satu individu harimau sumatera, yang diperkirakan berusia 3-4 tahun, masuk kandang jebak yang dipasang BKSDA Sumatera Barat di Kecamatan Matur. Kondisinya memprihatinkan. Kaki kiri depannya cacat. Telapak tangannya putus, dan tersisa satu kuku. Yang kemungkinan cacat setelah meloloskan diri dari jerat babi yang dipasang warga. Matur berada di kawasan Malalak.
Bencana tidak berhenti. Kamis (27/11/2025) dini hari, banjir bandang melanda kawasan Jembatan Kembar, Kelurahan Silaing Bawah, Kecamatan Padang Panjang Barat. Air bah yang datang tiba-tiba menghantam badan jalan, rangka jembatan hingga hancur. Termasuk sejumlah warung dan rumah warga. Peristiwa ini menyebabkan puluhan korban jiwa. Ditemukan 21 jenazah di aliran Sungai Batang Anai.
Jumat (28/11/2025), badan jalan di kawasan pemandian Mega Mendung, Lembah Anai, amblas. Jalan Padang-Bukittinggi putus total. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat, mencatat hingga 28 November 2025, 14 kabupaten dan kota terdampak bencana hidrometeorologi di Sumatera Barat.
Iding Achmad Haidir, Ketua Forum HarimauKita (FHK), menyatakan bencana hidrometeorologi yang dialami di Sumatera Barat, Sumatera Utara, hingga Aceh, merupakan kabar duka bagi semua makhluk hidup.
“Bukan hanya manusia, termasuk harimau sumatera. Kawasan hutan yang mengalami kerusakan tersebut merupakan habitat atau koridor harimau sumatera, serta ratusan flora dan fauna lainnya,” ujarnya, Senin (1/12/2025).
Dengan kondisi tersebut, kerugian bencana hidrometeorologi bukan hanya terkait manusia, juga semua makhluk hidup.
“Pemulihan atau perbaikannya, bukan hanya membutuhkan biaya, juga tenaga, dan waktu. Dalam menjalankan upaya tersebut, dibutuhkan satu kesadaran bersama. Menjadi tanggung jawab bersama. Bukan hanya pemerintah, pegiat lingkungan, juga pelaku budaya, sehingga alam kembali menjadi guru bagi manusia.”

Peringatan
Wilayah yang terdampak longsor dan banjir, hampir semua berada di lanskap harimau sumatera. Tepatnya lanskap Malalak-Maninjau-Palupuh-Rimbo Panti. Lanskap ini terhubung hingga ke Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera Utara.
Lanskap Malalak-Maninjau-Palupuh-Rimbo Panti berada sekitar Gunung Tandikat, Gunung Singgalang, dan Gunung Talamau. Bagi masyarakat Minangkabau, wilayah tersebut disebut Agam dan Pasaman.
Hubungan masyarakat Agam dan Pasaman dengan harimau sumatera sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Manusia sangat menghormati keberadaan kucing besar tersebut, menyebutnya sebagai “inyiak” atau nenek.
“Di Sumatera Barat dikenal dengan harimau Agam, harimau Pasaman, dan harimau Kerinci. Penyebutan ini untuk menunjukan ruang hidupnya, yang juga untuk manusia. Mereka diyakini sebagai penjaga ruang hidup,” kata Arbi Tanjung, pekerja budaya dan sastrawan yang menetap di Pasaman, Minggu (30/11/2025).
Dijelaskan Arbi, selama setahun terakhir harimau sumatera sudah memberi peringatan akan datangnya bencana hidrometeorologi. “Peringatan tersebut dengan cara mereka menampakan diri. Mereka turun ke perkampungan, kebun warga, hingga ke jalan. Kepercayaan masyarakat lokal, jika harimau menampakan diri dengan manusia, itu artinya pertanda akan ada bencana atau persoalan di masyarakat.”
“Sayangnya, saat ini kehadiran harimau sumatera dianggap ancaman. Sebagian warga ingin menangkap atau menjeratnya,” kata Arbi yang juga seorang datuk di Kenagarian Limo Koto, Kecamatan Bonjol.
Sikap ini, bertentangan dengan apa yang diamanahkan leluhur masyarakat Minangkabau. Manusia harus melihat alam sebagai guru, sehingga mereka menjaga hubungan harmonis dengan harimau, serta menjaga keberadaan mata air, sungai, dan danau.

Menjaga alam
Hariyo T. Wibisono, Direktur Sintas Indonesia, menjelaskan pascabencana hidrometeorologi di Sumatera Barat, ruang hidup harimau sumatera kian terancam. Sebelum bencana terjadi, ruang hidup harimau sudah sempit. Kondisi sekarang, mungkin bertambah tidak baik.
Beberapa upaya yang harus dilakukan adalah mempertahankan atau menjaga hutan tersisa. Kemudian, memperluas kawasan lindung sebagai habitat atau koridor harimau.
“Misalnya, melakukan penelitian kemungkinan membangun koridor harimau di Alahan Panjang. Antara kawasan Danau Diatas dengan kawasan hutan yang berada di sekitarnya. Alahan Panjang berada di Bukit Barisan, tepatnya di lereng bagian timur kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS),” terangnya, Senin (1/12/2025).
Selanjutnya, megembalikan budaya luhur masyarakat Minangkabau yang memberikan pengetahuan akan hidup harmonis dengan alam, khususnya harimau. “Misalnya, menghidupkan kembali tradisi silek, sastra tutur, dan lainnya,” jelasnya.

Sejumlah pekerja seni di Sumatera Barat, memandang bencana hidrometeorologi pertanda agar masyarakat Minangkabau kembali hidup dalam ajaran adat istiadat yang menjunjung nilai-nilai luhur.
Apalagi bencana tersebut terjadi di sekitar gunung yang selama ini dihormati masyarakat Minangkabau. Gunung-gunung yang disebut sebagai penyanggah langit Minangkabau, yakni Gunung Tandikat, Gunung Singgalang, Gunung Merapi, serta Gunung Talamau.
“Nilai-nilai luhur tersebut terkait hubungan manusia dengan alam. Alam dijaga, maka alam akan menjaga manusia yang hidup di sekitarnya. Peradaban Minangkabau lahir dan tumbuh atas hubungan harmonis manusia dengan alam,” kata Fajar Eka Putra, pekerja teater dari komunitas Actoridea, Sabtu (29/11/2025).
Ahmad Ridwan Fadjri dari Teater Balai, menyebutkan kerusakan hutan di Sumatera Barat cukup memprihatinkan. Bahkan, pohon andalas (Morus macroura Miq) yang menjadi ikon Sumatera Barat, keberadaannya terus berkurang di berbagai kawasan hutan.
“Berdasarkan penelusuran kami, pohon andalas yang selama ini digunakan sebagai tiang Rumah Gadang, rumah adat Minangkabau, jumlahnya sudah sulit didapatkan. Hanya beberapa wilayah didapatkan, seperti di Nagari Andaleh,” terangnya, yang tengah melakukan penelitian pohon andalas, proyek pertunjukan Teater Balai tahun 2026.
“Kuncinya, masyarakat Minangkabau mengembalikan kondisi hutan seperti semula dan tidak lagi merusak hutan demi kepentingan apa pun,” tandasnya.
*****