- Bencana longsor terjadi di Jawa Tengah dalam sepekan terakhir, tepatnya di Kabupaten Cilacap dan Banjarnegara.
- Di Cilacap, longsor terjadi di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kamis (13/11/2025). Tim SAR Gabungan telah mengevakuasi 16 korban tewas dan masih mencari 7 korban tertimbun longsor. Di Banjarnegara, longsor terjadi di Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum, Minggu (16/11/2025) sore. Data menyebutkan, dua orang meninggal dunia dan 800 warga mengungsi.
- Kemunculan retakan berbentuk lengkung menyerupai “tapal kuda” pada lereng, merupakan indikator awal sebelum tanah bergerak dan longsor terjadi.
- Longsor di gunung sulit diatasi, kecuali ada bendungan-bendungan kecil alami yang bisa memperlambat laju material. Selebihnya, solusi paling tepat adalah memperingatkan masyarakat mengenai bahayanya.
Bencana longsor terjadi di Jawa Tengah sepekan terakhir, tepatnya di Kabupaten Cilacap dan Banjarnegara.
Di Cilacap, longsor terjadi di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kamis (13/11/2025). Sampai Selasa (18/11/2025), Tim SAR Gabungan telah mengevakuasi 16 korban tewas dan masih mencari 7 korban tertimbun longsor. Di Banjarnegara, longsor terjadi di Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum, Minggu (16/11/2025) sore. Data menyebutkan, dua orang meninggal dunia dan 800 warga mengungsi.
Longsor di Cibeunying menyisakan duka mendalam bagi Daryana (52) yang kehilangan istri, anak dan tiga keponakan. Sebelum terjadi longsor, dia sudah naik ke perbukitan dan melihat retakan tanah.
“Retakannya melingkar dan dalam. Lebarnya sekitar satu meter. Itu saya lihat siang, sebelum kejadian Kamis malam. Saya hanya bisa memberitahu keluarga, nanti kalau ada suara gemuruh langsung lari. Benar saja, malam hari longsor terjadi. Saya terseret lumpur bergerak yang ketinggiannya sampai leher,” jelasnya, Senin (17/11/2025).
Daryana mengatakan, di perbukitan ada tanah terbuka yang warga disebut bubulakan. “Tidak ada pepohonan dan longsoran bermula dari sana.”
Taryo, Kepala Pelaksana BPBD Cilacap, mengungkapkan bahwa longsor terjadi setelah curah hujan ekstrem di lokasi.
“Diduga ada retakan tanah yang membuat longsor terjadi. Peristiwanya sangat cepat, sehingga banyak warga terjebak,” ujarnya.

Dwikorita Karnawati, Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), mengingatkan masyarakat Cilacap untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi longsor di puncak musim hujan.
Kemunculan retakan berbentuk lengkung menyerupai “tapal kuda” pada lereng, merupakan indikator awal sebelum tanah bergerak dan longsor terjadi. Material longsor menimbun permukiman, menyebabkan penurunan tanah dua meter dan retakan sepanjang 25 meter.
“Retakan tapal kuda terbentuk pada batas lereng yang stabil dan bagian mulai bergeser. Begitu retakan muncul, risiko longsor meningkat signifikan,” terangnya, Sabtu (15/11/2025).
Umumnya, longsor didahului gejala awal, yaitu retakan memanjang melengkung di atas lereng, di wilayah hujan intens.
“Peningkatan tekanan air dalam tanah, penyebab utama pergeseran massa tanah dan pemicu longsor. Semakin banyak air meresap, semakin besar dorongan dari dalam lereng hingga akhirnya tanah meluncur.”
Gejala lain adalah pohon, tiang, atau bangunan tiba-tiba miring ke bawah lereng.
“Munculnya rembesan air atau mata air baru pada permukaan lereng, juga menunjukkan peningkatan tekanan air dalam tanah. Lereng tampak menggembung, tanah yang turun atau ambles, serta retakan pada lantai dan dinding bangunan di sekitar lokasi menandakan struktur tanah mulai melemah,” jelasnya.

Mitigasi bencana
Indra Permanajati, pakar geologi Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, mengatakan longsor yang terjadi di Pandanarum hampir sama dengan di Cibeunying.
“Kemiripannya adalah pelapukan batuan breksi yang merupakan jenis batuan sedimen. Ini sangat berbahaya dan menimbulkan longsor. Di Pandanarum, tebingnya sangat terjal dan adanya gaya gravitasi membuat luncuran lebih cepat,” paparnya, Senin (17/11/2025).
Meski kedua daerah memiliki karakter tanah serupa, namun faktor pemicu longsor sedikit berbeda. Di Pandanarum, tebing terjal menjadi faktor dominan. Di Majenang, tinggi air tanah dan curah hujan dari kawasan hutan mempercepat pergerakan tanah.
“Faktor utama tetap kemiringan yang terjal. Di Pandanarum gerakan tanahnya lebih cepat karena langsung menimpa rumah-rumah di bawah tebing.”

Pola longsoran di kedua lokasi, bentuknya tapal kuda atau melingkar. Pola ini umum terjadi pada material tanah yang telah melemah akibat pelapukan batuan gunung api.
Indra menyebut, Pandanarum dan sekitar berada pada Formasi Batuan Kuarter Rogojembangan, yang merupakan batuan gunung api tua. Batuan ini cenderung rapuh ketika melapuk dan sangat rentan mengalami gerakan tanah.
“Banyak kejadian sebelumnya, mulai dari gerakan tanah di Gunung Palihan, Jemblung di Banjarnegara, hingga Petungkriyono di Pekalongan. Zona tersebut berada dalam kategori bahaya tinggi, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus.”
Untuk mencegah jatuhnya korban, penting dilakukan pemantauan retakan di area perbukitan. Retakan menjadi indikator awal yang sangat jelas terkait potensi longsor.
“Mitigasinya harus mencermati retakan-retakan di gunung. Kalau ada, harus dirunut arahnya. Biasanya tegak lurus ke arah yang lebih rendah, seperti lembah atau alur sungai.”
Pemetaan arah potensi longsor harus dilakukan teliti.
“Longsor di gunung sulit diatasi, kecuali ada bendungan-bendungan kecil alami yang bisa memperlambat laju material. Selebihnya, solusi paling tepat adalah memperingatkan masyarakat mengenai bahayanya,” tandasnya.
*****