- Terpicu habitat yang makin rusak, ratusan kawanan monyet ekor panjang “menyerbu” markas Polda Kepulauan Riau (Kepri), Sabtu (4/10/2025). Mereka merangsek masuk dan menaiki atap rumah para pejabat polda yang berada di dalam komplek untuk mencari makanan.
- Salah seorang penghuni mengatakan, kejadian ini sudah dianggap biasa di lingkungan Mapolda Kepri. Dia duga, monyet-monyet itu merangsek masuk lantaran habitat mereka kian rusak. Banyak area hutan yang sebelumnya menjadi tempat tinggal mereka, makin terkikis oleh pembangunan perumahan, infrastruktur maupun kawasan industri.
- Tommy Steven Sinambela, Kepala Seksi Wilayah II Batam BKSDA Riau akui, “serbuan” monyet ke markas Polda Riau itu akibat alih fungsi lahan di sekitar. Sebelumnya, area tersebut adalah hutan. Monyet ekor panjang kata Tommy, punya koridor atau jalur hutan yang selalu rutin dilintasi. Saat ini, koridor itu terputus akibat alih fungsi lahan.
- Amir Hamidy, pakar monyet dalam sebuah diskusi bertajuk penanganan monyet ekor panjang di Yogyakarta mengatakan, secara global monyet ekor panjang kini berstatus endangered dan masuk dalam daftar merah IUCN sejak 2022. Artinya, satwa ini beresiko sangat tinggi untuk punah di alam liar, berdasarkan penurunan populasi, fragmentasi habitat, dan ancaman lainnya yang signifikan.
Kuat dugaan habitat yang makin rusak, ratusan kawanan monyet ekor panjang “menyerbu” Markas Polda Kepulauan Riau (Kepri). Mereka merangsek masuk dan menaiki atap rumah para pejabat polda yang berada di dalam komplek untuk mencari makanan.
Pemandangan itu terjadi pada Sabtu (4/10/25) petang. Ratusan monyet dari hutan tersisa di belakang mapolda itu mulai terlihat berhamburan masuk sekitar pukul 18.30. Mereka membagi diri dalam beberapa kelompok yang masing-masing terdiri dari 20-30 monyet.
Di dalam komplek, satwa dengan nama latin Macaca fascicularis itu berjalan di atap rumah dinas para pejabat Polda Kepri. Sebagian terlihat memukul-mukul atap menciptakan suara bising, menggoyang-goyang tiang listrik, hingga melintas di kabel-kabel di komplek perumahan. Beberapa berjalan sambil melompat-lompat di atas mobil yang terparkir di garasi rumah.
Suasana perumahan kala itu terlihat lengang karena tidak ada aktivitas berarti di sekitaran rumah, hanya beberapa mobil terparkir. Salah seorang penghuni mengatakan, kejadian ini sudah biasa di lingkungan Mapolda Kepri.
“Setiap hari seperti ini, dan sudah berlangsung lama,” katanya menolak menyebut nama.

Meresahkan
Untung saja, aksi para monyet itu tak berlangsung lama. Sekitar 30 menit kemudian, mereka kembali bergerak ke dalam hutan.
Seorang polisi yang enggan sebut nama mengatakan, peristiwa malam itu sudah berlangsung bertahun-tahun karena hutan di sekitar Polda Kepri sudah gundul. Dia resah dan terganggu lantaran monyet-monyet itu juga sebabkan jaringan kabel internet dan CCTV rusak.
“Bahkan pernah HP dan kunci mobil diambil. Itu kejadian baru tahun-tahun 2025 ini juga,” katanya.
Menurut dia, monyet-monyet itu biasanya datang dua kali dalam sehari, antara pukul 07.00-16.00. Sebagian dari mereka juga masuk ke dalam rumah. “Kadang ada barang bentuk makanan juga diambil, dikira bisa mereka makan.”
Tommy Steven Sinambela, Kepala Seksi Wilayah II Batam BKSDA Riau akui, “serbuan” monyet ke Markas Polda Riau itu akibat alih fungsi lahan di sekitar.
Sebelumnya, area itu bertutupan hutan. Monyet ekor panjang, kata Tommy, punya koridor atau jalur hutan yang selalu rutin mereka intasi. Saat ini, koridor itu terputus karena alih fungsi lahan.
“Sekarang koridor itu terputus, satwa yang biasanya berputar-putar akhirnya tidak bisa, dan mencari makan di tempat yang terdekat,” katanya.
Soal frekuensi kedatangan monyet yang biasa berlangsung pada pagi dan sore hari, kata Tommy, itu lebih karena bersamaan dengan waktu mereka makan. Biasanya, monyet ini keluar cuaca dingin ke panas, kalau panas mereka masuk ke hutan.
“Secara tata ruang memang kawasan itu bukan hutan lindung lagi,” katanya.
BKSDA klaim melakukan mitigasi dengan cara memindahkan beberapa monyet ekor panjang ke kawasan hutan lindung di Batam. Salah satunya ke hutan lindung Muka Kuning.
“Supaya mereka dapat pakan pas dan cukup disana, itu langkah yang sudah kami buat. Kami juga selalu koordinasi dengan polda terkait hal ini,” katanya.
Relokasi, katanya, dengan cara memasang kandang jebak. Saat ini, prioritas pemindahan monyet yang mungkin mengganggu, yakni monyet jantan. Si jantan cenderung usil dan lebih berani ke manusia.
“Memang kita dilema juga, satwa inikan tidak dilindungi, tetapi kita lakukan upaya relokasi untuk sementara ini. Karena tidak dilindungi kami belum ada prioritas perhitungan populasi,” kata Tommy.
Selain merelokasi, BKSDA juga mengimbau kepada penghuni perumahan untuk tidak membuang sampah sembarangan dan tak memberi makanan.
“Kalau bisa kami minta rumah terkunci, karena ada beberapa kejadian di perumahan lain monyet masuk ke rumah. Meskipun ada orang di rumah tetap pintu dikunci, kalau pakai teralis ditutup.”
Monyet ekor panjang, katanya, termasuk satwa dengan masa reproduksi cepat dan banyak turunan. Karena itu, bila populasi berlebihan, balai merencanakan untuk melakukan sterilisasi indukan. Terutama jika tempat untuk relokasi tak lagi mumpuni.

Punah secara global
Amir Hamidy, pakar monyet dalam diskusi bertajuk penanganan monyet ekor panjang di Yogyakarta mengatakan, secara global monyet ekor panjang kini berstatus endangered dan masuk dalam daftar merah IUCN sejak 2022.
Artinya, satwa ini beresiko sangat tinggi untuk punah di alam liar, berdasarkan penurunan populasi, fragmentasi habitat, dan ancaman lainnya yang signifikan.
“Dulu masih dalam kondisi kritis, lalu naik menjadi vulnerable, dan kini endangered,” akta Hamidy seperti dikutip dari laman Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan.
Tak hanya terancam akibat penggundulan hutan tetapi juga konflik dengan manusia, perdagangan ilegal dan risiko zoonosis atau penyakit menular.
Ironisnya, saat di tingkat global terancam punah, populasi monyet ekor panjang di wilayah urban atau kota justru meningkat. Menurut Hamidy, situasi itu terjadi karena kemampuan adaptasi ekstrem satwa ini hingga mampu bertahan hidup di pasar, obyek wisata, bahkan kampus.
“Mereka menjadi satwa di ambang kepunahan global, tetapi sering dianggap hama di level lokal.”
*****
Konflik Satwa dan Manusia: Siapa yang Sebenarnya Mengganggu?