- Beberapa rumah di wilayah kepulauan di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, rusak parah karena gempa bumi magnitudo 6,5 yang menimpa, 30 September. Pusat gempa yang tidak berpotensi tsunami ini berada di 50 km sebelah tenggara dengan koordinat 25 LS-114,22 BT dan kedalaman 11 km.
- Daryono, Direktur Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), mengatakan, ini gempa bumi jenis dangkal akibat aktivitas sesar aktif di bawah laut.
- Mas’udi, warga Desa pancor, Kecamatan Gayam, mengatakan, bukan kali pertama gempa terjadi di Pulau Sapudi. Tahun 2018, pernah terjadi gempa dengan skala lebih rendah–magnitudo 6,4–tetapi memiliki dampak kerusakan yang lebih tinggi dari kali ini.
- Achmad Laily Maulidi, Kepala BPBD Sumenep, mengatakan, laporan per tanggal 2 Oktober, terdapat 200 bangunan terdampak gempa, namun masih kajian lapangan untuk memastikan data yang masuk sekaligus untuk menilai tindakan apa saja yang perlu mereka lakukan.
Beberapa rumah di wilayah kepulauan di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, rusak parah karena gempa bumi magnitudo 6,5 yang menimpa, 30 September. Pusat gempa yang tidak berpotensi tsunami ini berada di 50 km sebelah tenggara dengan koordinat 25 LS-114,22 BT dan kedalaman 11 km.
Gempa Sumenep jadi yang terbesar di antara 30 gempa yang sempat terjadi di seluruh Indonesia dengan skala magnitudo di atas 5.0, periode 13 Agustus – 1 Oktober.
Achmad Laily Maulidi, Kepala BPBD Sumenep, mengatakan, laporan per 2 Oktober, terdapat 200 bangunan terdampak gempa, namun masih kajian lapangan untuk memastikan data sekaligus menilai tindakan apa saja yang perlu mereka lakukan.
“Data sementara yang masuk ke kami itu kurang lebih 200 … mulai dari rusak ringan sampai rusak berat. Itu data update terakhir. Data itu bisa bertambah atau bisa berkurang setelah kami lakukan asesmen,” kata Laily pada Mongabay, Kamis (2/10/25).
Korban gempa terbanyak ada di Kecamatan Nonggunong dan Gayam (Pulau Sapudi). Selain bangunan yang rusak, laporan terakhir yang masuk, terdapat enam orang luka-luka.
Untuk sementara, BPBD Sumenep, memberikan bantuan makanan instan bagi warga terdampak gempa. Sedangkan masalah teknis pemulihan infrastruktur umum nantinya instansi terkait lakukan setelah melakukan kajian lapangan secara cermat.
Daryono, Direktur Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), mengatakan, ini gempa bumi jenis dangkal akibat aktivitas sesar aktif di bawah laut.
Daerah yang mendapatkan dampak paling parah dari gempa ini adalah di Pulau Sapudi dengan skala intensitas V-VI MMI. Semua orang merasakan getaran dan terjadi kerusakan ringan. Sedangkan untuk Sumenep bagian daratan, skala intensitas IV MII. Di skala ini, jendela atau pintu berderik, dinding berbunyi, dan gerabah pecah.
“Hingga pukul 00.29 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya empat aktivitas gempa bumi susulan (aftershock) dengan magnitudo terbesar M4.4,” katanya, Rabu (1/10/25).
Dia pun mengimbau masyarakat menghindari bangunan retak atau rusak, serta memastikan tinggal di rumah atau bangunan yang cukup tahan gempa.
Mas’udi, warga Desa pancor, Kecamatan Gayam, mengatakan, bukan kali pertama gempa terjadi di Pulau Sapudi. Tahun 2018, pernah terjadi gempa skala lebih rendah–magnitudo 6,4–tetapi memiliki dampak kerusakan lebih tinggi dari kali ini.
Saat itu, terdapat korban empat orang meninggal dan 500 rumah rusak. Kali ini,warga alami luka-luka dan rumah-rumah rusak.
“Kebanyakan rumah yang terdampak yang tidak ada coran,” katanya, Kamis (02/10/25).
Dia bilang, gempa susulan masih datang pagi hari dengan getaran yang jauh lebih kecil. Warga yang panik pun menetap di luar rumah, mencari tempat yang lebih aman.
Dia pun berharap bantuan yang datang bisa tepat sasaran dan penanganannya kompeten.
Sementara di pulau lain, gempa tidak berdampak separah Pulau Sapudi. Saat gempa berlangsung, orang-orang tetap panik dan waspada setelahnya.
Di Pulau Giliraja, misal, tidak ada kerusakan signifikan. Namun, Sahari, warga yang tengah berada di Desa Lombang, bilang, gempa membuat bangunan berderit.
Kala itu, dia hendak sholat, namun gempa yang terjadi membuatnya cepat keluar rumah, Informasi gempa, katanya, tersiar lewat pengeras suara masjid, mengimbau warga waspada. Sebagian warga ke luar rumah, sebagian lain ada yang tetap tidur.
“Abejengah rowah pas jen onjenan (saat mau sholat, lalu goyang-goyang),” kata Sahari.

Bagaimana penanganannya?
Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, mengatakan, telah melakukan koordinasi dengan BPBD Jawa Timur dan Sumenep. Dia bilang, tim gabungan BPBD masih mendata dan penanganan darurat di lapangan sejak 1 Oktober.
“BNPB terus memantau kondisi dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah serta instansi terkait. Informasi resmi perkembangan penanganan gempa akan disampaikan secara berkala,” terangnya, Rabu (01/10/25).
Data BNPB per 1 Oktober, terdapat 30 rumah rusak, termasuk empat fasilitas ibadah dan satu fasilitas kesehatan. Selain itu, listrik sempat padam di Kecamatan Gayam akibat gempa dan sudah tertangani. Tidak ada korban jiwa, hanya tiga orang luka-luka dan mendapat perawatan di Puskesmas terdekat.
“Upaya penanganan darurat dilakukan dengan monitoring pasca gempa, pendataan kerusakan, serta penyampaian himbauan agar masyarakat tetap tenang dan waspada.”

*****
Yogyakarta Sempat Diguncang Gempa, Ancaman Megathrust Masih Tinggi