- Tardigrada adalah hewan mikroskopis dengan daya tahan luar biasa: mampu bertahan dari panas ekstrem, suhu beku, radiasi ribuan kali lipat, bahkan perjalanan luar angkasa. Rahasia ketangguhan ini ada pada kemampuan masuk ke kondisi “tun” dan protein khusus seperti TDP, Dsup, dan TDR1 yang melindungi serta memperbaiki DNA.
- Penelitian terbaru menunjukkan potensi besar untuk manusia. Protein Dsup diuji pada tikus dan melindungi jaringan sehat dari radiasi, sedangkan TDP mampu menjaga obat dan vaksin tetap stabil tanpa pendingin. NASA juga meneliti tardigrada untuk menjaga pasokan makanan dan obat dalam misi luar angkasa.
- Meski tangguh, tardigrada tetap rentan terhadap perubahan iklim, terutama suhu tinggi. Kehilangan mereka bisa mengganggu ekosistem tanah. Studi tentang hewan ini memberi inspirasi medis dan teknologi, sekaligus pengingat bahwa setiap makhluk punya peran penting bagi keseimbangan Bumi.
Tardigrada, atau beruang air, adalah hewan mikroskopis berukuran tak lebih dari satu milimeter. Hingga kini ilmuwan telah mengidentifikasi sekitar 1.500 spesies, dari yang hidup di lumut pekarangan hingga di dasar laut dalam. Bentuknya aneh, dengan kaki pendek bercakar dan wajah bundar yang sulit dibilang lucu. Tetapi di balik tubuh kecil itu, tersembunyi kemampuan bertahan hidup yang membuatnya dijuluki makhluk paling tangguh di Bumi.

Uji coba berkali-kali menunjukkan betapa luar biasa daya tahannya. Mereka mampu melewati panas hingga 150 derajat Celsius, suhu beku mendekati nol mutlak, paparan radiasi ribuan kali lipat dari batas aman manusia, hingga perjalanan ke luar angkasa. Pada 2007, tardigrada terbukti bisa bertahan hidup setelah dibawa ke orbit, bahkan ada yang tetap menetas dari telur di ruang angkasa. Pada 2021, percobaan lain memperlihatkan bahwa sebagian tardigrada masih hidup setelah ditembakkan dengan kecepatan sebanding peluru. Temuan-temuan ini membuat banyak peneliti percaya bahwa tardigrada mungkin masih akan hidup bahkan ketika Matahari suatu hari berhenti bersinar.
Rahasia di Balik Ketangguhan
Kekuatan luar biasa ini muncul dari cara unik mereka menghadapi lingkungan yang keras. Saat kering, tardigrada masuk ke kondisi yang disebut tun. Tubuhnya mengerut, kaki dan kepala ditarik ke dalam, lalu ia tampak mati. Namun sebenarnya hewan ini hanya “berhenti sejenak”. Dalam kondisi tun, metabolisme turun hampir nol, membuatnya bisa bertahan puluhan tahun.
Tubuh tardigrada juga memiliki perlindungan tambahan. Saat masuk ke tun, mereka menghasilkan protein khusus yang menjaga isi sel tetap utuh meski kehilangan air. Penelitian terbaru dari Universitas Tokyo menemukan protein ini berubah menjadi semacam jaring halus yang melindungi bagian penting sel agar tidak rusak.

Mereka juga punya senjata lain: protein bernama Dsup. Fungsinya mirip selimut yang membungkus DNA agar tidak hancur ketika diserang radiasi. Pada 2024, tim ilmuwan di Prancis menemukan satu lagi protein pelindung DNA bernama TDR1. Tidak hanya melindungi, protein ini membantu memperbaiki DNA yang sudah rusak. Dengan kombinasi ini, materi genetik tardigrada tetap aman dalam kondisi yang biasanya mematikan bagi makhluk lain.
Adaptasi itu juga menjelaskan mengapa mereka tahan suhu ekstrem. Tardigrada yang kering bisa bertahan pada panas lebih dari 125 derajat Celsius atau suhu beku mendekati nol mutlak. Padahal tidak ada tempat di Bumi yang benar-benar mencapai kondisi seperti itu. Meski begitu, kemampuan tersebut memberi mereka peluang hidup lebih besar saat lingkungan berubah cepat. Namun tidak semua kabar baik. Studi terbaru menunjukkan bahwa beberapa spesies justru bisa mati pada suhu sekitar 37 derajat jika tidak sempat masuk ke tun. Hal ini membuat para ilmuwan khawatir, karena perubahan iklim bisa menjadi ancaman nyata bagi populasi tardigrada di alam liar.
Peluang bagi Kesehatan dan Penjelajahan Luar Angkasa
Ketangguhan tardigrada kini dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Salah satu yang paling menjanjikan adalah perlindungan terhadap radiasi. Radioterapi, pengobatan kanker yang menggunakan sinar berenergi tinggi, sering merusak jaringan sehat di sekitar tumor. Efek samping ini sangat berat bagi pasien. Peneliti di Amerika Serikat mencoba meniru mekanisme tardigrada dengan menyuntikkan mRNA penghasil protein Dsup ke tikus. Hasilnya mengejutkan: jaringan sehat lebih terlindungi, meski sel kanker tetap hancur. Temuan ini membuka jalan baru dalam pengobatan kanker, meski masih perlu penelitian panjang sebelum bisa diterapkan pada manusia.

Protein lain dari tardigrada, yaitu TDP, juga berpotensi besar. Obat untuk pasien hemofilia, faktor VIII, biasanya hanya bisa disimpan di lemari pendingin. Tetapi percobaan menunjukkan bahwa jika dicampur dengan TDP, obat itu tetap stabil pada suhu ruang. Ini sangat penting bagi pasien di daerah terpencil atau saat bencana, ketika akses listrik terbatas. Prinsip serupa bisa dipakai untuk menjaga vaksin agar tetap aman tanpa rantai dingin.

Lembaga antariksa seperti NASA pun tertarik. Perjalanan ke Mars atau misi panjang ke luar angkasa membutuhkan persediaan makanan dan obat yang tahan lama, meski terpapar radiasi dan kondisi kering. Dengan meniru mekanisme tardigrada, para ilmuwan berharap bisa menemukan cara menjaga pasokan tetap aman. Eksperimen di Stasiun Luar Angkasa Internasional bahkan menunjukkan bagaimana gen tardigrada aktif saat menghadapi mikrogravitasi dan radiasi kosmik, memberi petunjuk penting untuk melindungi astronot di masa depan.