- Satu individu lutung budeng jantan diserahkan warga Banyuwangi ke BKSDA Jatim dalam kondisi sehat. Kasus ini merupakan penyerahan yang ke tiga.
- Meski sehat, lutung menunjukkan tanda telah dipelihara sehingga perlu direhabilitasi untuk pulihkan sifat liarnya sebelum dilepasliarkan.
- Perdagangan ilegal masih menjadi ancaman, walau kini lebih banyak penyerahan sukarela dibanding penjualan. Edukasi publik dan patroli siber dilakukan untuk meminimalisir perdagangan lutung.
- Kendala besar kehidupan lutung jawa di alam liar adalah kurangnya data populasi dan keterbatasan habitat pelepasliaran.
Haryantio, warga Banyuwangi, menyerahkan seekor lutung jawa atau dikenal lutung budeng kepada petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur. Primata dengan nama latin Trachypithecus auratus ini, diterima Jum’at (22/8) dalam kondisi sehat, dan kini berada di kandang transit Banyuwangi.
Purwantono, Kepala Bidang KSDA Wilayah III Jember mengatakan, penyerahan lutung jantan tersebut tanpa paksaan. Meski fisiknya sehat, ada indikasi lutung telah dipelihara cukup lama. Ini terlihat dari perilakunya yang jinak dan tidak takut saat didekati.
“Berbanding dengan lutung di alam liar yang cenderung galak dan menghindar manusia,” ungkapnya, Senin (25/8/2025).
Proses pemulihan sifat liar tidak mudah. Rehabilitasi diperlukan, agar lutung mampu mencari makan sendiri, mengenal bahaya, dan bersosialisasi dengan kelompoknya di alam.
“Ini penyerahan ke tiga. Sebelumnya, dua individu diselamatkan di Bondowoso.”
Perdagangan liar, terutama melalui media sosial, masih menjadi tantangan kehidupan lutung jawa.
“BBKSDA Jawa Timur menggandeng aparat penegak hukum untuk patroli siber, selain juga mengawasi pasar-pasar hewan. Edukasi pada masyarakat menjadi strategi utama agar satwa dilindungi ini tidak lagi dipelihara secara ilegal,” paparnya.

Proses rehabilitasi
Muhammad Iwan Kurniawan, Manajer Javan Langur Center (JLC), menjelaskan kendala utama rehabilitasi lutung jawa adalah minimnya informasi riwayat perawatan.
“Kami sering menerima lutung begitu saja, tanpa tahu asal-usulnya. Apakah dipelihara sejak bayi, pernah sakit, atau terbiasa makan jenis tertentu,” jelasnya, Senin (25/8/2025).
Masalah lain, tingkat stres ketika dipindahkan ke pusat rehabilitasi, yang muncul karena perubahan lingkungan, pola makan, dan interaksi sosial. Faktor makanan juga sangat berpengaruh. Lutung di alam, biasa makan dedaunan dengan kandungan serat tinggi, sementara saat dipelihara warga diberi pisang, roti, bahkan minuman manis.
“Dalam jangka panjang makanan ini merusak tubuhnya.”
Satu pengalaman berkesan bagi Iwan adalah pengaruh psikologis hubungan lutung dengan sang pemelihara.
“Seekor lutung mogok makan total, saat dibawa ke pusat rehabilitasi. Tapi begitu pemiliknya datang, ia langsung lahap makan. Ini membuktikan ada ikatan psikologis yang kuat,” jelasnya.

Kesadaran masyarakat
Iwam juga menyoroti tren di masyarakat yang mulai sadar menyerahkan lutung jawa peliharaan.
“Hanya saja, banyak yang diserahkan dalam kondisi tua atau sakit.”
Kendala besar lain yang dihadapi adalah ketersediaan habitat untuk pelepasliaran. Terutama, minimnya data populasi. Berdasarkan riset yang dia lakukan pada 2010-2018, diperkirakan ada sekitar 2.700 individu di alam.
“Angka ini bisa saja menurun, karena variabelnya banyak: luas hutan berkurang, tekanan perburuan, atau keberhasilan rehabilitasi.
Sementara, data terbaru belum ada, karena penelitian lutung kurang diminati dibandingkan orangutan, harimau, gajah, atau macan.
“Meski demikian, beberapa lokasi menunjukkan keberhasilan. Di Hutan Lindung Coban Talun, misalnya, populasi lutung yang dulu terancam kini kembali terlihat,” jelasnya.

Purwantono menambahkan, dari sisi ekologi, lutung mempunyai peran penting sebagai penebar biji yang menjaga regenerasi hutan.
“Hidupnya memang di hutan. Dari sisi kesehatan, memelihara satwa ini berisiko menularkan penyakit zoonosis, baik dari manusia ke satwa maupun sebaliknya.”
Meski menghadapi tekanan, populasi budeng di wilayah kerjanya masih bertahan. Keberadaan mereka bisa ditemui di beberapa kawasan konservasi dan bahkan di luar kawasan, seperti di hutan Perhutani maupun perkebunan dengan cadangan hutan.
“Di Kawah Ijen masih ada, di Nusabarong juga ada, di Dataran Tinggi Hyang Argopuro pun masih terlihat. Artinya, masih ada kantong-kantong habitat yang mendukung kelestariannya.”
Purwantono menambahkan, lutung budeng relatif jarang dilaporkan berkonflik dengan masyarakat. Mereka hidup di dalam hutan, jarang ke pemukiman. Satwa endemik Pulau Jawa ini, hanya bisa bergerak lincah apabila pohon-pohon saling berdekatan.
‘Rangkaian kanopi yang menyatu, memberi mereka jalan aman untuk berpindah sekaligus tempat perlindungan dari ancaman predator darat maupun udara.”
Lutung budeng merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P106/2018. Memelihara tanpa izin adalah tindakan melanggar hukum.
*****
Di Pesisir Timur Pulau Sumatera Ada Primata Menyerupai Lutung Jawa, Seperti Apa?