- Pemerintah tengah menyiapkan kawasan konservasi laut (MPA) skala besar di enam provinsi di pantai barat Sumatera, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, dan Banten. Mencakup perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda. Pemerintah sedang menyiapkan dokumen awal mencakup data lokasi, potensi konflik, dan pengelolaan perairan.
- Rian Prasetia, Peneliti Konservasi Indonesia Rian Prasetia mengatakan, pembentukan kawasan konservasi laut (MPA) di WPPNRI 572 menjadi bagian dari target perluasan hingga 30% MPA pada 2045 (30×45). Sejak 2022, inisiatif ini menjadi program bernama Blue Halo S.
- Selain dana, katanya, pengelolaan MPA yang baik memerlukan tim yang kuat, kebijakan yang tepat dan mendukung, serta masyarakat yang partisipatif. Sayangnya, pengelolaan MPA di Indonesia sebagian besar dilakukan sendiri oleh pemerintah. Perlu keterlibatan swasta dalam pengelolaan meski juga tak sembarangan. Hanya MPA berstatus Badan Layanan Umum (BLU) yang bisa menggandeng pihak lain. Contohnya, BLU Daerah di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
- MPA baru ini akan menjadi percontohan penetapan MPA serupa di lokasi lain. Dengan demikian, target perluasan hingga 97,5 juta hektar MPA pada 2045 bisa terwujud. Meski begitu, pengelolaan MPA terluas ini akan sarat tantangan, terlebih saat ini sebagian besar pengelolaan MPA di Indonesia mendapatkan skor penilaian rendah dari Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (EVIKA).
Pemerintah tengah menyiapkan kawasan konservasi laut (MPA) skala besar di enam provinsi di pantai barat Sumatera, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, dan Banten. Mencakup perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda. Pemerintah sedang menyiapkan dokumen awal mencakup data lokasi, potensi konflik, dan pengelolaan perairan.
Perairan di enam provinsi itu meruoakan wWlayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 572.
Rian Prasetia, Peneliti Konservasi Indonesia Rian Prasetia mengatakan, pembentukan kawasan konservasi laut (MPA) di WPPNRI 572 menjadi bagian dari target perluasan hingga 30% MPA pada 2045 (30×45). Sejak 2022, inisiatif ini menjadi program bernama Blue Halo S.
Posisi WPPNRI 572 terapit WPPNRI 571 (perairan Selat Malaka dan Laut Andaman), 573 (perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat). Lalu, 713 (perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali), dan Laut Lepas (Samudera Hindia).
Senior Manager Blue Halo S itu menjelaskan, luas MPA baru mencapai 12 juta hektar. “Hanya, harus dipahami bahwa 12 juta hektar itu lokasinya terpisah-pisah. Jadi masih parsial. Nah, sekarang kita lagi membahas bagaimana ini nantinya,” katanya. Saat ini, katanya, pembahasan mengenai batas MPA masih berlangsung.
Selain menyiapkan dokumen pembentukan, saat ini KKP juga terus menjaring informasi dan masukan dari semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal dan para periset. Harapannya, proses ini bisa mempercepat upaya penatapan MPA.
Keterlibatan para periset lantaran pembentukan MPA di WPPNRI 572 yang berbatasan langsung dengan laut lepas bukan menjadi hal mudah. Terlebih, area lebih luas dibanding MPA yang sudah ada sebelumnya.
Kalau berhasil, MPA baru ini akan menjadi percontohan penetapan MPA serupa di lokasi lain. Dengan demikian, target perluasan hingga 97,5 juta hektar MPA pada 2045 bisa terwujud.
Rian katakan, pengelolaan MPA seluas itu akan menjadi tantangan paling berat. Hal itu terbukti dengan MPA saat ini yang sebagian besar mendapatkan skor penilaian rendah dari Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (EVIKA).

Tantangan pengelolaan
Selain dana, katanya, pengelolaan MPA yang baik memerlukan tim yang kuat, kebijakan yang tepat dan mendukung, serta masyarakat yang partisipatif. Sayangnya, pengelolaan MPA di Indonesia sebagian besar dilakukan sendiri oleh pemerintah.
Hal seperti itu, katanya, harus ada antisipasi dari sekarang, karena MPA skala besar memiliki luas wilayah perairan berkali-kali lipat dari yang biasa. Dia pun mendorong keterlibatan swasta dalam pengelolaan meski juga tak sembarangan.
Menurut Rian, hanya MPA berstatus Badan Layanan Umum (BLU) yang bisa menggandeng pihak lain. Satu contoh, BLU Daerah di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. “Dengan begitu, pembentukan BLU menjadi mutlak.”
Agar pengelolaan perikanan dan konservasi bisa berjalan baik di WPPNRI 572, katanya, penetapan mekanisme adaptasi ekosistem biru (BEAM) pada 2025-2031. Mekanisme itu adalah inisiatif pendanaan hibah untuk mendukung Pemerintah Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan serta melestarikan ekosistem laut.
Sisi lain, upaya yang sedang proses akan makin mudah kalau KKP mengesahkan revisi peraturan tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) dengan memasukkan lokasi-lokasi yang disiapkan untuk menjadi MPA baru skala besar. “Akhir 2025 sudah bisa selesai revisi. Sehingga pada 2026 sudah bisa semakin cepat prosesnya.”
Dia bilang, kumpulan data dan informasi OceanX akan turut memberi gambaran persiapan penatapan MPA. Hasil ekspedisi itu jadi sangat penting karena mencakup data penting tentang studi biodiversitas, termasuk megafauana laut. Lalu, ada juga tentang studi biodiversitas perikanan, baik karang dan jenis demersal.
Dia menyebut, penelitian di kedalaman bervariasi itu meliputi zona mesofotik, mesopelagik, hingga batipelagik, dengan total rute mencapai 26,25 kilometer. Penelitian fokus pada pemetaan kondisi komunitas bentik dan nekton yang termasuk kelompok ikan laut dalam.
Terdapat ribuan jam rekaman bawah laut yang harus mereka identifikasi taksonomi dengan detail dan memakan waktu. Namun , sejumlah temuan awal sudah bisa menjelaskan bahwa WPPNRI 572 adalah kawasan penting, baik ekologi atau perikanan.
Ada sembilan lokasi di kedalaman 150-1.000 meter terdeteksi memiliki kelimpahan tinggi, dari total 35 lokasi. Kesembilan lokasi itu ada di sebelah selatan perairan Nias, Pulau Siberut, hingga daratan Sumatera, dengan temuan yang mendominasi adalah teripang. Lalu, kedalaman 1.000-5.000 meter tim menemukan sejumlah fauna seperti pari dan hiu.
“Semua data tersebut sangat berguna untuk pembentukan kawasan konservasi baru skala besar, dan juga untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan di wilayah Pesisir Barat Sumatera atau WPPNRI 572.”
Victor Nikijuluw, Senior Ocean Program Advisor KI menambahkan, ekspedisi menjadi capaian penting karena berhasil menyusun draf revisi Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) untuk WPPNRI 572. Draf sudah mereka sampaikan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan segera jadi dasar kebijakan nasional.
Peneliti akan mengemas hasil penelitian menjadi dokumen informasi ilmiah yang akan berguna bagi pemerintah yang sedang mengejar target luasan MPA 30% pada 2045.

Trio tuna
Lebih jauh, di antara data yang Indonesia perlukan adalah tentang struktur populasi dari tiga spesies tuna, yaitu, madidihang, cakalang, dan tongkol komo. Semua menjadi tanggung jawab BRIN dengan Gunawan Muhammad, sebagai Ketua Kelompok Riset Biodiversitas Spesies Endemik Fauna Akuatik.
Kepada Mongabay, dia menjelaskan kalau penelitian itu berfokus pada analisis genetika tiga spesies tuna yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Tujuannya, agar bisa mendapatkan data lebih rinci apakah ketiganya berasal dari populasi genetik yang sama ataukah berbeda.
BRIN mengekstraksi 781 sampel garis panjang yang terkumpul di perairan Sumatera menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) di Universitas Okinawa di Jepang. “Harapannya pada akhir tahun ini sudah bisa selesai. Kami bekerja sama dengan tim riset genetika di Okinawa.”
Jika ternyata hasil ekstraksi menemukan fakta bahwa tiga spesies tuna itu dari satu populasi sama, akan menjadi panduan penentuan manajemen MPA di WPPNRI 572. “Jika sama, maka manajemen bisa disamakan untuk semua MPA. Sebaliknya jika tidak, itu juga bisa dipertimbangkan seperti apa manajemen yang tepat.”
Penentuan apakah sama atau tidak menjadi sangat penting, karena pengelolaan MPA akan menjadi terarah dan tepat. Misal, kalau populasi sama, pembiakan ketiga spesies itu bisa di tempat sama. Juga akan menentukan seperti apa pemanfaatan tiga spesies tuna tersebut oleh industri perikanan.
*****
Indonesia Hadapi Tantangan Besar Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut, Seperti Apa?