- Musim kemarau masih berlangsung di Jambi, walau mulai turun hujan. Kebakaran hutan dan lahan masih menghantui. Seperti penghujung Juli lalu, karhutla lebih 200 hektar di Muaro Jambi menyisakan teka teki.
- Ibnu Sulityo, Kepala BMKG Jambi mengatakan, Juli hingga awal Agustus ini merupakan puncak musim kemarau. Musim hujan baru September hingga Oktober. Masyarakat agar waspada meski prediksi turun hujan ringan. Namun cuaca panas lebih dominan di musim kemarau.
- Sejak 1 Januari sampai 26 Juli 2025, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sultan Thaha Jambi mendeteksi 261 titik api (hotspot). Dalam rentang waktu itu, terjadi 110 kali kebakaran seluas 421,77 hektar.
- Oscar Anugrah, Direktur Eksekutif Walhi Jambi, meminta aparat tidak tebang pilih dalam penegakan hukum. Kasus kebakaran 2024, ada 28 konsesi perusahaan terbakar bahkan 16 kebakaran berulang. Tetapi, tidak satu pun pihak perusahaan jadi tersangka. Polisi hanya menangkap 14 petani.
- Feri Irawan, Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut mengatakan, gambut di Jambi rusak akibat pengeringan sengaja agar bisa tergarap. Pemerintah perlu mengontrol pengelolaan gambut dalam izin konsesi perusahaan maupun lahan masyarakat. Gambut rusak, juga harus ada restorasi untuk mengembalikan fungsi hidrologinya.
Langit di Desa Gambut Jaya, Muaro Jambi, Jambi, mendadak berubah. Tengah hari, 20 Juli lalu, asap pekat membumbung tinggi di udara, menelan matahari dan membawa bau hangus menusuk. Kepulan asap membuat warga desa geger.
Di tengah kepanikan itu, Heri langsung meraih kunci motor dan tancap gas menuju arah asap, sekitar dua kilomter dari rumahnya. “Sampai lokasi, yang terbakar itu sudah puluhan hektar.”
Warga kampung mulai berdatangan. Pontang-panting memadamkan api dengan ember. Tiga mesin pompa air desa menyemburkan ribuan liter air dari kanal, mencoba membuat api padam. Namun api terus menyala di dalam gambut, menjalar diam-diam, lalu muncul kembali di balik akar dan semak kering.
“Saya langsung telpon Camat, Polsek, Polda, kalau ada kebakaran,” katanya, berharap bantuan segera datang.
Sekitar pukul 02.00 siang rombongan Manggala Agni dan BPBD datang membantu pemadaman. Total 112 personel gabungan telah turun, bersama dua helikopter water bombing.
Sampai hari kesepuluh, api belum sepenuhnya padam. Wilayah Desa Gambut Jaya terus berselimut asap. Luas kebakaran mencapai 270 hektar.
Warga menyebut, lahan terbakar itu pengusaha asal Medan. Lahan itu dia beli empat bulan lalu sekitar 210 hektar. Saat kebakaran, lahan gambut itu telah dikanal-kanal dan sedang tanam bibit sawit.
Polisi segel lahan itu. Kapolda Jambi, Irjen Pol Krisno Siregar, mengaku telah memerintahkan Direktorat Reskrimsus untuk melakukan penyelidikan penyebab kebakaran.
“Penting bagi kami untuk mengecek TKP (tempat kejadian perkara) ini untuk menetapkan langkah-langkah apa yang harus kita lakukan,” katanya saat mendatangi lokasi kebakaran.
Hanif Faisol Nurrofiq , Menteri Lingkungan Hidup, ikut memantau kebakaran bersama Dansatgas karhutla, Kepala BNPB, Kepala BMKG lewat helikopter, pada 30 Juli 2025.
Dia bilang, wilayah di sekitar lokasi kebakaran masih basah. Dia menduga kebakaran itu disengaja.
“Secara kronologis, tidak mungkin terbakar sendiri. Kenapa dia terbakar, maka itu patut kita curigai.”
Hasil analisis citra satelit KLH, menunjukkan ada pembukaan lahan sebelum area itu terbakar. Hanif mengatakan, kementerian akan pendalaman untuk memastikan penyebab kebakaran. “Tim kita lagi turun ke lapangan.”
Dia akan menuntut pertanggungjawaban mutlak. Pemilik lahan bisa kena denda membayar biaya pemulihan atas kerusakan lingkungan akibat kebakaran yang terjadi.
“Kami tidak mengedepankan sengaja atau tidak disengaja. Tetapi, kegiatan tersebut telah merusak lingkungan, sehingga kami akan kenakan persengketaan lingkungan hidup. Kami akan larikan di pengadilan. Jadi, ini langkah tegas yang diminta bapak presiden,” ujar Hanif.
Berdasarkan peta indikatif, Gambut Jaya merupakan perkebunan dan pertanian lahan kering. Lahan terbakar di Gambut Jaya, katanya, bukan gambut.
“Kalaupun ada gambut, dangkal. Jadi tidak termasuk daerah gambut. Sedikit lagi, baru masuk kawasan hidrologis gambut.”
Hanif juga merangkap Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup itu melihat banyak kanal, berpotensi mengeringkan lahan gambut sekitar.
Jambi memiliki 736.227,20 hektar lahan gambut penting untuk melindungi dan menjaga keseimbangan tata air.
“Satu yang harus kita pahami, begitu dia (gambut) kering maka hujan selanjutnya tidak mampu diserap. Sifat spons-nya hilang. Sehingga kemarau sedikit akan menimbulkan kebakaran.”
Sedang Heri, mantan Kepala Desa Gambut Jaya, menyebut, area terbakar merupakan gambut dalam. Dari 2.584 hektar luas desa, 84% lahan gambut. Kanal-kanal perkebunan sawit yang mengeringkan gambut, membuatnya rawan terbakar.
Sejak jadi lokasi transmigrasi pada 2001, setidaknya empat kali terjadi kebakaran di wilayah sana.
“Di sini kebakaran sudah bolak-balik, 2006, 2015, 2019, 2023. Tapi yang paling parah itu 2015,” katanya.

Hampir 500 hektar lahan terbakar
Sejak 1 Januari sampai 26 Juli 2025, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sultan Thaha Jambi mendeteksi 261 titik api (hotspot). Dalam rentang waktu itu, terjadi 110 kali kebakaran seluas 421,77 hektar.
Hanif menyebut, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, mencapai hampir 5.000 hektar.
Meski demikian, penanganan karhutla di Jambi dianggap sebagai satu yang terbaik. Kata Hanif, ada tiga hal utama yang tidak dilakukan provinsi lain.
“Jambi memiliki early warning system atau sistem peringatan dini, penaatan tinggi muka air tanah, dan penempatan posko karhutla.”
Ada 62 pos jaga satgas karhutla di derah rawan karhutla, seperti Kabupaten Batang Hari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Tebo dan Sarolangun.
Al Haris, Gubernur Jambi, mengklaim melakukan berbagai langkah antisipasi untuk menangani karhutla, salah satunya penetapan status siaga karhutla lebih dini, pada 2 Juni 2025.
Saat ini, lima helikopter dari BNPB dan Baharkam Polri berjaga untuk membantu pemadaman.
Mantan Bupati Merangin itu katakan, telah pembasahan, revegetasi dan revitalisasi sebagai solusi permanen kebakaran gambut.
Pemerintah juga menyiapkan alat berat untuk masyarakat atau kelompok tani yang ingin membuka lahan.
“Pemerintah Provinsi Jambi berkomitmen kuat secara kolaboratif mengambil langkah-langkah konkret dalam penanganan karhutla,” kata Haris.

Tiga kabupaten rawan
Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG mengingatkan wilayah Jambi berbatasan dengan Riau, sangat rawan terbakar. Tinggi muka air tanah di wilayah Tanjung Jabung Barat menunjukkan level tidak aman. Begitu juga Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi.
Mantan Rektor UGM itu menjelaskan, kondisi itu rentan mengingat ketiga kabupaten memiliki lahan gambut paling luas di Jambi. Luas gambut di Tanjung Jabung Timur 311.992 hektar, Tanjung Jabung Barat 154.598 hektar, dan Muaro Jambi 229.703 hektar.
Meski demikian, berdasarkan analisis cuaca, suhu udara, temperatur lahan dalam rentang waktu 30 Juli sampai 5 Agustus, mayoritas Jambi relatif aman, dengan tingkat kemudahan terbakar sangat rendah.
“Jadi secara alamiah, semestinya tidak terbakar,” kata Rita, sapaan akrab Dwikorita.
Sejak 1-10 Juli sudah ada modifikasi cuaca. Sekitar 2.000 ton bahan semai telah ditebar, dan dampaknya sangat signifikan. “Di Jambi ini relatif paling tidak terbakar, dibanding provinsi lain.”
Dwikorita mengingatkan, untuk waspada 10 hari pertama Agustus, sebab curah hujan di Jambi rendah. Potensi munculnya titik api akan sangat mungkin terjadi.
Ibnu Sulityo, Kepala BMKG Jambi mengatakan, Juli hingga awal Agustus ini merupakan puncak musim kemarau. Musim hujan baru September hingga Oktober.
Dia minta masyarakat waspada meski prediksi turun hujan ringan. Namun cuaca panas lebih dominan di musim kemarau.

Proses hukum
Hanif minta aparat berani melakukan penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran 421 hektar lahan di Jambi. Komandan Satgas Karhutla, Brigjen TNI Heri Purwanto juga mendesak penegakan hukum pada pelaku pembakaran hutan optimal sebagai efek jera.
Polda Jambi menetapkan lima orang dalam kasus karhutla. Tiga di Batanghari, satu di Merangin dan satu di Tebo.
Kasus kebakaran lahan di Desa Gambut Jaya masih jadi teka-teki, meski polisi memeriksa 18 orang saksi.
“Kita masih perlu memastikan penyebab kebakaran,” kata Ipda Maulana, Paur Penum Bid Humas Polda Jambi, saat dihubungi 1 Agustus 2025.
Oscar Anugrah, Direktur Eksekutif Walhi Jambi, menyoroti penetapan petani kecil sebagai tersangka pembakaran lahan. Dia meminta aparat tidak tebang pilih dalam penegakan hukum.
“Jangan hanya petani kecil saja yang ditangkap, aparat juga harus berani menindak pemodal dan perusahaan yang konsesinya terbakar,” katanya.
Oscar menyinggung kasus kebakaran 2024, ada 28 konsesi perusahaan terbakar bahkan 16 kebakaran berulang. Tetapi, tidak satu pun pihak perusahaan jadi tersangka. Polisi hanya menangkap 14 petani.
“Penegakan hukum harus transparan, sehingga publik percaya dengan kerja aparat kepolisian.”
Dia meminta, pemerintah serius dan memastikan kebakaran hutan dan lahan di Jambi tidak terus meluas.
“Pemerintah harus memastikan hak masyarakat atas lingkungan yang baik. Termasuk mendapatkan udara bersih dari asap.”

Kabut asap dan emisi
Pada 20 Juli 2025, Malaysia berselimut kabut asap diduga berasal dari Sumatera. Hanif bilang, masalah kabut asap lintas batas bukan perkara sepele, sebab menyangkut kredibilitas pemerintah dalam menangani karhutla.
“Meskipun Jambi tidak terlalu dekat dengan tetangga kita—Malaysia—tetapi potensi demikian akan muncul, karena sifat angin yang tidak bisa kita atur.”
Tidak hanya asap, karhutla juga menyumbang emisi karbon signifikan. Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS) Uni Eropa, memperkirakan, kebakaran hutan 2019 di Indonesia melepas 708 juta ton karbondioksida ke udara.
Muaro Jambi ikut berkontribusi melepas 624 ribun ton emisi karbon, menurut Bambang Hero Saharjo, guru besar IPB.
Karhutla rutin terjadi setiap tahun, khawatir menggangu upaya Pemerintah Jambi menurunkan emisi karbon lewat program BioCarbon Fund Initiative for Sustainable Forest Landscapes (BioCF-ISFL). Jambi akan mendapatkan insentif US$70 juta atau setara Rp 1,14 triliun, bila berhasil menurunkan emisi 10 juta ton CO2 equivalen.
Feri Irawan, Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut mengatakan, gambut di Jambi rusak akibat pengeringan sengaja agar bisa tergarap.
“Kita bisa lihat, bagaimana perusahaan mencacah gambut dengan membuat kanal. Mereka sengaja mengeringkan gambut agar bisa ditanami sawit dan akasia.”
Menurut dia, pemerintah perlu mengontrol pengelolaan gambut dalam izin konsesi perusahaan maupun lahan masyarakat. Gambut rusak, juga harus ada restorasi untuk mengembalikan fungsi hidrologinya.
“Intinya, tata kelola gambut perlu dibenahi secara sistematis.”
*****